Bulan Ramadhan tiba. Kurang lengkap rasanya ketika bulan Ramadhan tidak mengikuti atau mendengarkan sebuah kultum. Yuk simak artikel ini untuk mengetahui contoh-contoh teks kultum.
Menurut KBBI, kultum atau singkatan dari kuliah tujuh menit, merupakan kegiatan ceramah agama secara singkat. Selama bulan Ramadhan, biasanya kultum disampaikan setelah sholat tarawih atau sholat subuh.
Tetapi apa perbedaan dari kultum dan ceramah? Perbedaanya terdapat dalam durasinya. Sesuai dengan namanya, kultum disampaikan secara lebih singkat, tidak pasti selama 7 menit namun lebih singkat daripada ceramah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut beberapa contoh teks kultum yang dapat kamu bacaan setelah sholat subuh yang dikutip dari buku Kultum Romadhon, laman resmi NU, dan laman Suara Muhammadiyah.
Contoh Teks Kultum Subuh Singkat
1. Kultum tentang Meraih Kebahagiaan Saat Matahari Tenggelam
Hadhirin rohimakumulloh.
Orang yang lapar dan haus pastilah selalu menunggu-nunggu datangnya waktu makan dan minum. Dan itu merupakan saat-saat yang paling membahagiakannya. Rasanya seperti itu pulalah keinginan orang yang sedang puasa, walaupun waktu buka itu akan datang dengan sendirinya, tapa harus ditunggu-tunggu lagi.
Tapi, kebahagiaan orang yang puasa itu ada dua, sebagaimana sabda Rasulullah ini:
"Bagi orang yang puasa ada dua kebahagiaan: (1) bahagia saat bukanya, dan (2) bahagia saat bertemu Tuhannya."(HR.Muslim).
Uraiannya ialah:
Saat buka puasa, adalah saat yang sangat menggembirakan, apalagi bagi anak-anak atau orang yang baru belajar puasa (seperti mu'allaf). Kadang-kadang sampai berlebihan dalam menyediakan hidangannya. Dalam hal ini, hati-hatilah, jangan sampai ada makanan dan minuman yang mubazir.
Saat bertemu Tuhan, adalah ketika kita sudah pulang ke akhirat. Seolah-olah puasa itu menjadi deposito (simpanan berjangka) bagi kita, yang akan kita ambil saat bertemu dengan-Nya. Tentulah kita sangat bahagia menerimanya. Dan siapa tahu, kita juga akan dipanggil dari pintu surga Ar-Royyan.
Hadhirin rohimakumulloh...
Dua kebahagiaan/kegembiraan itu hanyalah milik orang-orang yang puasa saja. Sehingga, mereka merasakan puasa itu bukanlah sebagai beban dalam hidupnya. Melainkan menjadi sebuah ajang perlombaan yang menyenangkan.
Sedangkan bagi orang-orang yang tidak puasa, sekalipun mereka berada di bulan Romadhon, mereka tidak akan pernah bisa merasakan kegembiraan saat matahari tenggelam (waktu buka puasa) itu. Sebab, di siang harinya mereka tidak menahan lapar dan haus sebagai bukti ketaatan kepada Alloh. Dan nanti saat bertemu dengan Tuhan, mereka akan mendapatkan caci-maki dan kehinaan di hadapan Allah.
Dengan demikian, tingkatkan selalu semangat dalam menjalankan puasa ini. Alloh benar-benar sudah memanjakan kita di bulan Romadhon ini dengan kegembiraan-kegembiraan yang tidak diberikan-Nya kepada orang-orang yang tidak puasa.
Mudah-mudahan Allah menunggu pertemuan dengan kita, dan surga Ar-Royyan pun sudah terbuka pintunya menyambut kedatangan kita...
Barokallohu lii wa lakum...
2. Kultum tentang Tips Konsisten Beribadah Selama Ramadhan
Hadirin yang dimuliakan Allah
Jika diumpamakan, bulan Ramadhan laksana hamparan ladang yang ditumbuhi aneka pohon berbuah lebat. Kita bisa memanennya sesuka dan sebanyak mungkin. Semakin rajin kita memetiknya maka semakin banyak pula buah-buahan yang diperoleh. Saat Ramadhan, buah-buah itu adalah limpahan pahala yang bisa diraih dengan amal ibadah. Semakin giat ibadah yang dilakukan seseorang maka semakin banyak pula pahala yang ia peroleh.
Namun demikian, ibadah adalah persoalan iman. Suatu saat ia bisa naik dan di saat yang lain akan melandai. Hal demikian juga kerap dijumpai saat Ramadhan. Memasuki awal bulan semangat ibadah masih aman. Masjid dan mushala masih ramai dipenuhi jamaah shalat tarawih, suara tadarus Al-Qur'an masih lantang terdengar dimana-mana, dan sejumlah ritual keagamaan lainnya masih riuh-ramai, terutama yang khas Ramadhan.
Sayangnya begitu memasuki separuh bulan terakhir, semangat ibadah tidak lagi sebesar di fase awal. Jamaah tarawih mulai berguguran satu persatu, semangat tadarus Al-Qur'an mulai menurun, dan sebagainya. Sebab itu, berikut adalah tiga (3) tips yang bisa kita lakukan agar semangat ibadah tetap terawat selama Ramadhan.
1. Tidak Makan Terlalu Kenyang Meskipun bulan Ramadhan mewajibkan umat Muslim untuk berpuasa sejak waktu imsak sampai maghrib tiba, namun momen berbuka kadang menjadi semacam kesempatan untuk balas dendam. Segala macam hidangan disajikan di meja makan. Akibatnya perut terlalu kenyang. Padahal, Allah swt menegaskan bahwa berlebihan dalam konsumsi makanan tidak baik. Dalam Al-Qur'an disebutkan,
Artinya, "Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaianmu yang indah pada setiap (memasuki) masjid dan makan serta minumlah, tetapi janganlah berlebihan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang berlebihan." (QS Al-A'raf: 31).
2. Hindari Perbuatan Maksiat
Dosa yang diperbuat oleh seorang Muslim akan mempengaruhi kualitas spiritualnya, yaitu dengan menyebabkan pelakunya malas beribadah. Tentu kita tidak berharap kesempatan memperbanyak ibadah selama Ramadhan terlewat begitu saja sebab pengaruh dosa yang kita perbuat. Berkaitan dengan hal ini, Ibnu Abbas pernah berkata;
Artinya, "Sesungguhnya pada kebaikan terdapat sinar pada wajah, cahaya dalam hati, kelapangan dalam rezeki, kekuatan pada badan, dan kecintaan pada hati makhluk. Sesungguhnya pada kejelekan terdapat kegelapan pada wajah, gulita pada alam kubur dan hati, kelemahan pada badan (untuk beribadah), kekurangan dalam rezeki, dan kebencian pada hati makhluk." (Abdul Majid Kisyk, Fi RiαΈ₯Δbit TafsΔ«r, juz XIV, halaman 3316).
3. Tidak Berlebihan dalam Beribadah
Segala hal yang berlebihan tidak baik, sekalipun dalam hal beribadah. Dalam melakukan amalan-amalan sunnah selama Ramadhan, kita perlu melakukannya secara proporsional dengan mengukur sejauh mana kemampuan yang kita miliki. Jangan sampai karena terlalu banyak porsi ibadah yang dilakukan, akhirnya memberatkan diri sendiri sehingga merasa 'kapok' untuk meneruskannya. Rasulullah saw pernah bersabda,
Artinya, "Lakukanlah amal-amal yang kalian sanggup melaksanakannya, karena Allah tidak akan berpaling (dalam memberikan pahala) sampai kalian yang lebih dahulu berpaling (dari mengerjakan amal)." Dan shalat yang paling Nabi saw cintai adalah shalat yang dijaga kesinambungannya sekalipun sedikit. Dan Beliau bila sudah biasa melaksanakan shalat (sunnah) akan melakukannya dengan konsisten." (HR Al-Bukhari).
Dalam satu hadits riwayat Al-Bukhari pernah dikisahkan bahwa Rasulullah saw memarahi sekelompok sahabat yang memiliki semangat ibadah berlebihan sehingga dikhawatirkan membahayakan pengamalnya.
Saat itu mereka ada yang bertekad menghabiskan seluruh malamnya untuk beribadah, berpuasa setiap hari, bahkan ada yang berniat membujang seumur hidup demi fokus beribadah. Nabi yang mendengar kabar ini segera menegur mereka dengan tegas.
Mari, warnai Ramadhan dengan spirit ibadah yang terawat sampai bulan suci berpamit. Semakin banyak ibadah yang kita lakukan memang semakin baik, tapi akan jauh lebih baik jika kita mampu menjalaninya dengan konsisten dan penuh penghayatan.
3. Kultum tentang Godaan di Bulan Ramadhan
Saudaraku, setiap bulan Ramadhan seperti sekarang ini selalu ada rasa aneh yang ada di dalam hati saya. Mungkin kamu juga mengalami hal yang sama.
Menurut ajaran Islam, bulan Ramadhan bukanlah sekedar bulan kesembilan dalam penanggalan hijriyah. Bulan Ramadhan bukan pula sekedar bulan yang singgah setiap tahun sekali. Bagi Umat Islam, bagi kamu, bagi saya, dan bagi kita semua, Ramadhan adalah bulan yang penuh rahmat. Bulan yang sangat istimewa bagi kita.
Salah satu keistimewaan bulan Ramadhan adalah kita diwajibkan berpuasa satu bulan penuh. Menurut para dokter, pada bulan Ramadhan ini kita diberi kesempatan memperbaiki sistem pencernaan kita kembali. Pada bulan Ramadhan, kita diberi kesempatan untuk membakar seluruh dosa yang telah kita tumpuk sepanjang hidup. Dengan diberi kesempatan kembali berjumpa dengan bulan Ramadhan, pada dasarnya kita diberi kesempatan oleh Yang Maha Pengasih untuk memperbaiki semua cara hidup kita. Memperbaiki pola hidup agar sesuai dengan tuntunan-Nya.
Saudaraku, kalau saya boleh mengingatkan, menurut para ahli bahasa Arab, Ramadhan dapat diartikan panas terik yang membakar. Perlu kita ketahui, penanggalan Arab, sebelum datangnya Islam, memakai sistem penanggalan matahari (syamsiah). Nama-nama bulannya sama dengan nama-nama bulan yang sekarang. Oleh karena memakai sistem penanggalan matahari, maka datangnya setiap bulan selalu sama dengan datangnya suatu musim. Seperti, misalnya, bulan Januari di Indonesia, pada tahun kapan pun, Januari di Indonesia selalu diisi dengan hari-hari hujan.
Ramadhan di Arab (ketika masih memakai penanggalan matahari) selalu jatuh pada musim panas yang sangat terik. Matahari terasa sangat dekat di ubun-ubun. Panasnya seakan membakar bumi. Bagi yang sudah ke tanah Arab, pada musim panas pasti akan bisa bercerita seperti apa panasnya siang hari di sana.
Namun, ketika Islam datang, sistem penanggalan yang berbasis pada peredaran matahari itu (syamsiah) diganti dengan sistem penanggalan berbasis peredaran bulan (qomariah). Oleh karena itu, Ramadhan bisa saja datang pada musim panas maupun musim dingin.
Kalau dipikir, perubahan sistem penanggalan ini sangat menguntungkan umat Islam. Saat ini, umat Islam sudah tersebar di seluruh penjuru bumi. Bahkan di dekat kutub bumi yang jauh dari Khatulistiwa. Bagi umat yang tinggal di bagian bumi yang jauh dari Khatulistiwa, perbedaan waktu siang dan waktu malam pada musim dingin dan musim panas terasa sangat ekstrem. Pada musim panas, kadang siang hari bisa berlangsung 19 jam. Sebaliknya, pada musim dingin, siang hari hanya menyapa beberapa jam saja.
Dengan beralihnya sistem kalender berbasis peredaran bulan, umat Islam yang tinggal di belahan bumi yang jauh dari khatulistiwa bisa merasakan Ramadhan pada musim panas dan musim dingin.
Saudaraku, Meski kadang datang pada musim panas dan kadang datang pada musim dingin, arti Ramadhan tetaplah panas terik yang membakar. Ramadhan tetap membakar. Bukan untuk membakar bumi dan isinya, tetapi untuk membakar semua dosa manusia yang mau membersihkan jiwa dan hatinya dengan riyadhah yang telah disyariatkan-Nya. Yaitu berpuasa sebulan lamanya.
Puasa atau ash-shaum menurut fuqaha didefinisikan dengan menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari. Segala sesuatu yang membatalkan puasa itu adalah makan, minum, dan bersetubuh dengan suami/istri. Semua itu, pada dasarnya, hal yang halal dan boleh dikerjakan ketika tidak sedang berpuasa. Ketiga hal itu adalah sesuatu yang mubah, namun dilarang dikerjakan ketika kita sedang berpuasa.
Itulah yang disebut sebagai riyadhah (latihan) jiwa. Dalam puasa, kita dilatih untuk mengekang jiwa dan membatasi diri. Ada juga yang berpendapat, saat kita berpuasa, kita dilarang berkata bohong. Namun, berkata bohong merupakan hal yang dilarang secara mutlak oleh agama kita, baik itu dilakukan ketika kita tidak sedang puasa apalagi saat berpuasa.
Namun, saudaraku, melihat cara puasa dan kebiasaan kita berpuasa saat ini, jiwa saya sedikit resah. Ada rasa aneh yang tak termaknai di dalam hati ini. Kita semua tahu, bahwa puasa adalah bentuk riyadhah lahir sekaligus riyadhah batin. Tetapi, mengapa kadang kita lupa diri saat berbuka.
Kadang kita lupa diri dengan memakan semua hidangan secara berlebihan. Bahkan sebagian besar di antara kita sengaja mengada-adakan untuk berbuka puasa. Sering kita baca di koran maupun berita di televisi, saat Ramadhan harga kebutuhan pokok justru melonjak dan permintaan juga melonjak. Bukankah ini merupakan pertanda ada yang salah dalam cara berpuasa penduduk negeri ini? Logikanya, kalau biasanya kita makan tiga kali sehari sekarang dua kali sehari, seharusnya kebutuhan kita di bulan suci ini turun tiga puluh persen.
Saudaraku, sebenarnya saya ingin ber-husnudzon. Peningkatan permintaan bahan pokok itu dikarenakan pada bulan Ramadhan banyak orang kaya yang bersedekah dan memberi makan orang-orang miskin yang selama ini mengalami kekurangan makan. Bukan karena kita lebih rakus dan lebih banyak makan, tetapi karena jumlah orang yang bisa makan memang bertambah karena kedermawanan orang-orang kaya. Namun, apakah benar seperti itu? Jujur saja, saya pesimis dugaan baik saya itu benar.
Saudaraku, kalau saya boleh mengingatkan, bulan Ramadhan yang menghampiri kita tahun ini harus tetap disambut dengan gembira. Kita rayakan dan kita gembirakan secara benar menurut syariat Islam.
Bergembira dan menggembirakan bulan Ramadhan adalah dengan memperbanyak amal ibadah dan melipatgandakan sedekah. Bukan dengan cara memperbanyak dan memperlezat hidangan sahur dan berbuka puasa. Melainkan kita harus menambah jumlah orang yang kita santuni.
Bergembira dan menggembirakan bulan Ramadhan bukanlah dengan memborong pakaian yang indah-indah di mall dan pusat-pusat perbelanjaan. Namun, kita harus menambah jumlah orang miskin yang kita beri pakaian ketika mereka kedinginan. Kita beri makan ketika mereka kelaparan. Kita beri santunan ketika mereka memerlukan. Kita beri bantuan ketika anak-anak mereka memerlukan biaya sekolah. Dan seterusnya.
Kalau kita senantiasa bisa bergembira dan menggembirakan bulan Ramadhan sesuai syari'at Islam yang dituntunkan-Nya, bukan syariat kaum kapitalis, maka patutlah kita merayakan hari kemenangan kita. Kemenangan kaum Muslimin semuanya. Karena, bagaimana mungkin kita bisa merayakan hari kemenangan, jika pada hari itu masih saja ada saudara kita sesama Muslim yang terlantar dan tidak tersantuni. Mereka tetap merasakan lapar dan dingin sepanjang hidup.
Saudaraku, sekali lagi Ramadhan adalah bulan yang mulia. Bulan riyadhah bagi kita semua, namun iblis sering mengelabui kita dengan cara-cara yang lihai. Tawaran bermewah-mewah dalam merayakan Ramadhan, seperti makan minum yang serba lebih lezat saat buka dan sahur, memborong pakaian saat akhir Ramadhan, sampai yang paling halus seperti tawaran paket umroh eksklusif Ramadhan dan sejenisnya itu, mungkin perlu kita pikirkan lagi.
Apakah kemewahan-kemewahan dalam beribadah itu memang sesuai syari'at Allah yang benar, ataukah syariat Allah itu telah dibajak oleh kaum kapitalis untuk kepentingan mereka? Atau, jangan-jangan, syariat Allah itu telah dibelokkan oleh Iblis untuk menjerumuskan kita?
Jujur saja, saudaraku, saya resah dengan semua kenyataan ini.
4. Kultum tentang Memaknai Fardlu Kifayah
Ada keluarga Muslim yang cukup taat, namun miskin. Pada suatu hari, salah seorang anggota keluarga itu sakit keras dan harus dirawat di rumah sakit. Keluarga ini memerlukan dana cepat dalam jumlah yang sangat besar. Apabila dana itu tidak ada, keselamatan jiwa si sakit akan sangat terancam.
Keluarga Muslim ini pun mencari bantuan kepada saudara-saudara seiman. Namun, bantuan itu tidak berhasil diperoleh. Setelah pusing mencari bantuan ke saudara-saudaranya sesama Muslim yang tidak kunjung diperoleh, justru bantuan itu datang dari lembaga gereja. Bantuan ini datang dengan menyertakan satu syarat: apabila si sakit sembuh, keluarga tersebut harus bersedia dibaptis (masuk agama Nasrani).
Saudaraku, kisah di atas sering terjadi. Yang menjadi masalah adalah apabila syarat ini mereka terima, dan mereka sekeluarga jadi murtad, siapakah yang berdosa? Kita mungkin bisa mengatakan, mereka sudah pasti berdosa karena tidak kuat menahan cobaan dari Allah SwT. Tetapi, benarkah kita juga tidak akan dituntut tanggung jawab yang sama atas peristiwa ini?
Kalau memakai kacamata fardlu kifayah, mungkin kita semua (seluruh umat Islam) harus menanggung dosa yang sama apabila peristiwa seperti itu harus terjadi. Bukankah semua orang juga berdosa manakala ada jenazah saudaranya dibiarkan terlantar tanpa diurus?
Sebagai agama, Islam banyak mengajarkan kepada penganutnya untuk peduli pada sesama. Memang sangat tepat kalau Islam dikatakan sebagai agama yang diturunkan oleh Allah untuk menjawab budaya jahiliyyah. Peradaban jahiliyyah yang menyandarkan dirinya kepada hukum rimba yang serba mengandalkkan kekuatan dan kekuasaan fisik yang serba kasar dan buas mendapat imbangan dari ajaran Islam yang menyandarkan diri pada kekuatan iman yang yang harus diwujudkan dalam alam kehidupan. Di dalam Al-Qur'an hampir tidak ada perintah shalat yang tidak diikuti dengan perintah zakat. Dan juga sangat jarang adanya penyebutan iman yang tidak diikuti dengan kata amal al- shalihah.
Dari fakta ini, banyak ahli agama yang menyimpulkan bahwa shalat, yang merupakan tiang agama dan amal yang paling dahulu dihisab, memang harus disempurnakan dengan zakat. Shalat seseorang akan dinilai tidak sempurna apabila tidak diikuti dengan kewajiban membayar zakat. Demikian juga keimanan. Iman kepada Allah tidak akan dianggap sempurna, bahkan mungkin tidak akan dianggap, apabila tidak diikuti dengan perbuatan mulia (amal shalih).
Shalat sebagai ibadah yang berdimensi vertikal harus diikuti dengan ibadah zakat yang berdimensi sosial. Iman yang bersifat sangat personal dan rahasia harus diwujudkan secara nyata dengan perbuatan baik (amal shalih).
Selain itu, di dalam fiqih Islam juga dikenal istilah fardlu kifayah, yang diterjemahkan sebagai suatu kewajiban yang dibebankan kepada seluruh warga masyarakat yang apabila sudah dilakukan oleh salah seorang warganya, kewajiban itu dianggap gugur dan semua umat Islam tidak lagi dinilai berdosa. Namun, apabila tidak ada yang melakukan kewajiban itu, maka semua umat Islam dikenakan dosa yang sama.
Adanya pranata Fardlu yang disebut sebagai fardlu kifayah ini, pada dasarnya, adalah untuk memupuk jiwa solidaritas umat Islam agar lebih peka pada lingkungan sosialnya. Misalnya, dalam soal pengurusan jenazah orang yang beragama Islam. Namun, sebenarnya tidak hanya pengurusan jenazah yang dihukumi sebagai fardlu kifayah.
Misalnya, sebagaimana yang dicontohkan di atas atau peristiwa yang lebih ringan seperti ini. Ada seorang anak cerdas dan giat belajar, namun harus keluar dari sekolah atau tidak dapat melanjutkan pendidikannya karena kemiskinan orang-tuanya.
Namun, dia tidak mendapati satu orang pun dari umat Islam yang bersedia membantunya agar si anak tidak dikeluarkan dari sekolahnya. Padahal, orangtuanya sudah pusing mencari bantuan dan pinjaman. Maka, sangat dimungkinkan semua umat Islam di seluruh dunia harus menanggung dosa dari pengabaian ini.
Itulah beberapa contoh teks kultum untuk subuh dalam bulan Ramadhan ini. Semoga bermanfaat ya detikers!
Artikel ini ditulis oleh Dayinta Ayuning Aribhumi peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(apu/apu)