Sejumlah warga Desa Karanggude Kulon, Kecamatan Karanglewas, Kabupaten Banyumas menggelar acara adat sadranan di kompleks Syeh Mukhorodin atau dikenal juga Mbah Agung Purwakaning Kabunan. Acara ini digelar dalam rangka menjelang datangnya bulan suci ramadan.
Koordinator sadranan Karanggude Kulon, Ahmad Soebandi (74) menjelaskan Mbah Agung Purwakaning Kabunan sendiri merupakan sosok yang dipercaya oleh warga sebagai penyebar ajaran agama Islam yang hidup sebelum massa Wali Sanga.
Pada tahun ini menurutnya diikuti sekitar 1.500 dari warga sekitar ditambah dengan warga dari Desa Tinggarjaya, Kecamatan Jatilawang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tiap tahunnya itu waktunya beda-beda. Kebetulan untuk tahun ini dilakukan pada hari Kamis Wage. Sebetulnya harinya sama setiap Kamis sebelum Bulan Ramadan. Tapi kalau Kamis Pahing itu dihindari," katanya saat ditemui, Kamis (29/2/2024).
Dalam prosesi sadran tahun ini, sebanyak 3 ekor kambing hasil sumbangan warga disembelih untuk dimakan bersama saat proses tasyakuran
Sebelum prosesi inti digelar, ratusan warga duduk di sebuah tanah lapang yang berada di samping masjid Baitul'ilmi Al Barokah. Mereka membawa bekal makanan tradisional yang dibungkus menggunakan daun pisang dan kertas minyak.
Nantinya makanan ini dimakan bersama-sama di lokasi setempat. Lauk pauk berupa daging kambing dimasak bersama-sama dan dibagikan untuk para sesepuh. Nampak juga ada yang ditaruh di dalam mangkuk terbuat dari tanah liat.
![]() |
Untuk mengawali prosesi, biasanya mereka bersih-bersih, membetulkan pagar makam dengan bambu yang tumbuh di sekitar, lalu tahlilan, dan puncaknya tasyakuran sehabis dhuhur dengan makan bersama.
"Yang memimpin doanya adalah kyai kunci dan imam masjid Al-Baroqah," terangnya.
Sementara itu, kepala desa setempat, Sutarko menjelaskan setiap warga yang datang dalam ritual sadran secara otomatis membawa berbagai macam makanan berisi lauk. Makanan tersebut kemudian diserahkan ke pengurus dan dijadikan satu sebelum dibagikan kembali kepada warga.
"Setiap warga yang datang ke sini kan bawa makanan. Nanti setelah didoain ya ditukar. Terus ada yang makan di sini ada juga yang dibawa pulang," jelasnya.
Acara seperti ini menurutnya sebagai ungkapan rasa syukur atas rezeki yang didapat selama satu tahun. Selain itu juga sebagai upaya melestarikan kebudayaan.
"Ini untuk melestarikan sejarah. Disini sudah lama sekali kalau dihitung-hitung lebih 700 tahun lalu tradisi di Kabunan ini. Ucapan terima kasih juga kepada leluhur. Berdirinya desa sini juga karena ada Mbah Kabunan," ungkapnya.
Karwati (63), warga setempat, mengaku datang dengan membawa 9 bungkus makanan. Ia tidak merasa keberatan karena ini juga sebagai simbol kerukunan antar warga.
"Bawa nasi sama lauk, semua 9 bungkus. Lauknya macam-macam ada oseng terus kerupuk. Jumlah belanja semuanya sekitar Rp 200 ribu wong berasnya lagi mahal. Tapi yang belanja anak saya. Gimana lagi sudah ritual tahunan. Yang penting guyub rukun," pungkasnya.
(cln/ahr)