Warga negara Indonesia (WNI) yang menetap di Gaza, Palestina, sebagai aktivis kemanusiaan menceritakan betapa mencekamnya situasi di tengah saling serang antara kelompok militan Hamas dengan Israel. Berikut cerita WNI tersebut kepada BBC News Indonesia.
Dilansir detikNews, Senin (9/10), yang mengutip dari BBC News Indonesia, WNI bernama Abdillah Onim itu tinggal di Gaza selama 13 tahun sebagai aktivis kemanusiaan dari Nusantara Palestina Center. Dia tinggal di Gaza bersama istri dan ketiga anaknya.
Selama menetap di Gaza, keluarga ini mengaku 'sudah terbiasa' mendengar ledakan boma tau rudal. Namun, situasi saat ini menurut Onim lebih mengerikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini adalah serangan yang bagi saya sangat besar, menakutkan, dan sangat mencekam," kata Onim kepada BBC News Indonesia, Minggu (8/10/2023), dikutip dari detikNews.
Kondisi ini bermula ketika kelompok milisi Hamas melancarkan serangan besar secara mendadak ke Israel pada Sabtu subuh. Israel pun membalas dengan serangan balik.
Lebih dari 500 warga Israel tewas akibat serangan Hamas, dan sedikitnya 300 orang warga Palestina juga tewas imbas serangan balik Israel hingga Minggu malam. Situasi darurat juga terasa di Rumah Sakit Indonesia yang berlokasi di Bayt Lahiya, Gaza Utara.
Dalam rekaman video yang diterima BBC News Indonesia dari MER-C (organisasi kemanusiaan di bidang kedaruratan medis) tampak ambulans berdatangan ke rumah sakit itu untuk mengevakuasi korban luka maupun tewas.
Duta Besar Indonesia untuk Palestina dan Yordania, Ade Padmo mengatakan terdapat 13 WNI di Gaza yang merupakan relawan kemanusiaan. Mereka disebut dalam kondisi aman.
Meski eskalasi situasi masih meningkat, Padmo mengatakan sejauh ini belum ada rencana mengevakuasi para WNI tersebut. "Akses bantuan juga tidak dimungkinkan dari Yordania karena akses hanya bisa dari Mesir, kata Ade kepada BBC News Indonesia.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Lalu Muhammad Iqbal menyatakan Indonesia "sangat prihatin dengan meningkatnya eskalasi konflik antara Palestina-Israel.
"Indonesia mendesak agar tindakan kekerasan dihentikan demi menghindari bertambahnya korban manusia, kata Lalu lewat pesan singkat.
Bagi Indonesia, akar konflik di wilayah tersebut, yakni pendudukan wilayah Palestina oleh Israel harus diselesaikan.
Suara Rudal Menjelang Subuh
WNI yang menjadi relawan medis MER-C di Rumah Sakit Indonesia, Fikri Rofiul Haq, dikagetkan oleh suara rudal pada Sabtu menjelang waktu Subuh. Dia pun terbangun dari tidur. Saat itu terdengar azan Subuh berkumandang dan dia bersiap untuk salat.
"Di luar sana masih dihujani rudal" di halaman selanjutnya.
Fikri saat itu tidak mengetahui dengan jelas situasi yang terjadi. "Tapi ketika melihat ke jendela, terlihat jelas roket-roket yang meluncur ke daratan. Artinya, ini jelas serangan dari pihak pejuang Gaza," kata Fikri.
Beberapa jam kemudian, tembakan roket dari pesawat tempur Israel jatuh di dekat Wisma dr Joserizal Jurnalis dan menghancurkan mobil operasional MER-C. Staf lokal bernama Abu Romzi meninggal di dekat mobil tersebut.
Saat itulah Fikri menyadari Israel telah melancarkan serangan balasan. "Ketika bom mengenai mobil MER-C, membuat suara ledakan yang besar, sehingga kami panik, langsung berlari dan berlindung di Wisma dr Joserizal," ucapnya.
Fikri mengatakan suasana di Gaza masih mencekam hingga Minggu malam. Adapun jalanan sepi dan gelap akibat listrik padam. "Rumah-rumah masyarakat gelap gulita, jalan juga sudah banyak yang tidak mendapatkan penerangan lampu," jelasnya.
"Di luar sana masih dihujani rudal"
Abdillah Onim mengatakan eskalasi situasi ini membuat warga sipil kaget karena terjadi mendadak dan tidak diprediksi sebelumnya. Sejak serangan dimulai pada Sabtu, Onim bersama istrinya yang merupakan warga Palestina serta tiga anaknya berlindung di rumah.
Dia juga meminta saudara iparnya untuk membeli bahan makanan seperti roti, beras, telur, tomat, timun dan lain-lain. Menurutnya, banyak warga mengantre untuk membeli bahan makanan.
"Untuk bahan makanan [kami menyetok] untuk empat hari, kalau lewat empat hari nanti masih terjadi peperangan, ya kami tawakal saja, mudah-mudahan ada jalan, kata Onim.
Ketika Onim mengirim pesan suara kepada BBC News Indonesia, Minggu pagi waktu setempat, dia masih mendengar suara-suara ledakan bom dan bunyi sirene ambulans.
Ketiga anaknya yang berusia 11 tahun, 9 tahun, dan 5 tahun, menangis ketakutan oleh suara ledakan bom dan rudal itu.
"Walaupun mereka sudah terbiasa dengar dentuman bom, suara pesawat, mereka pasti bertanya. Kemarin, saya ditanya oleh Bahari [anak bungsu Onim], Abi apakah besok ada suara bom lagi? Saya jawab, Insya Allah besok aman, Allah selalu bersama kita," jelas Onim meski dia tidak tidak tahu sampai kapan situasi ini akan bertahan.
"Sampai detik ini, tanggal 8 Oktober 2023 jam 7.20 pagi [waktu Palestina], suara dentuman bom, eskalasi itu semakin meningkat. Pejuang Gaza melontarkan rudal, kemudian dibalas Israel dengan melontarkan rudal juga ke titik-titik tertentu", jelasnya.
Onim menambahkan, melalui grup-grup di media sosial dan pesan singkat yang dia ikuti, berseliweran kabar soal jatuhnya ratusan korban jiwa dan runtuhnya bangunan akibat serangan rudal.
Korban terus berdatangan ke RS Indonesia, di halaman selanjutnya.
Onim juga bertahan memanfaatkan sumber listrik dari panel surya yang dia miliki karena listrik di wilayah Gaza mati.
"Kami benar-benar tidak bisa ke luar rumah, kami khawatir terkena serpihan bom. Di luar sana masih dihujani rudal," imbuhnya.
Situasi ini menghambat kegiatan Onim yang semestinya menyerahkan bantuan pangan dan obat-obatan ke rumah sakit di Gaza. Dia juga khawatir situasi ini akan memperburuk krisis pangan, air bersih, dan obat-obatan yang selama ini telah terjadi di Gaza.
Korban terus berdatangan ke RS Indonesia Gaza
Ketua Presidium MER-C, Sarbini Abdul Murad mengatakan Rumah Sakit Indonesia disibukkan oleh korban luka yang terus berdatangan. Menurut Sarbini, stok obat-obatan di Rumah Sakit Indonesia menipis karena diputusnya akses distribusi barang ke Gaza oleh Israel.
"[Obat-obatan] maksimal bertahan dua minggu karena masih banyak korban," kata Sarbini melalui pesan singkat kepada BBC News Indonesia.
MER-C mengutuk serangan Israel yang turut mengenai RS tersebut. Dia mengatakan Rumah Sakit Indonesia masih bisa melayani pasien dan tidak mengalami kerusakan serius.
Ke mana eskalasi situasi ini mengarah?
Direktur Eksekutif Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES) Ryantori mengatakan situasi saat ini "mengkhawatirkan" bagi dunia mengingat banyaknya korban jiwa yang jatuh.
Menurutnya, Israel telah 'kecolongan' dengan serangan Hamas yang mampu menembus garis perbatasan mereka dengan Gaza yang selama ini dijaga ketat. Ribuan roket juga ditembakkan dari Gaza ke Israel.
Israel selama ini dikenal memiliki kemampuan pertahanan dan intelijen yang kuat. Perbatasan Gaza dengan Israel dipasang kamera, sensor gerak tanah, dan patroli tentara rutin. Terdapat juga pagar kawat berduri.
Namun, milisi Hamas ternyata mampu menembus perbatasan dengan memotong kawat pagar pembatas, menggunakan paragliding, hingga menyusup lewat jalur laut. Tembakan roket Hamas juga menembus sistem pertahanan udara Israel yang dikenal sebagai Iron Dome.
"Dengan adanya kejadian ini tentu saja Israel tidak akan diam. Dalam hari-hari ke depan tentu saja eskalasinya akan cukup mengkhawatirkan," kata Ryantori.
Itu terlihat dari pernyataan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan Israel sedang "berperang" dan bersumpah bahwa Hamas akan "membayar harga yang belum pernah diketahui".
Di sisi lain, Ryantori mengatakan perlawanan milisi Hamas itu tidak bisa dilepaskan dari konteks pendudukan Israel di wilayah Palestina.
Dia berharap negara-negara berpengaruh di Timur Tengah seperti Arab Saudi dan Iran dapat meredam situasi dan meminta kedua pihak gencatan senjata demi mencegah jatuhnya korban sipil.
Namun sejauh ini, Hamas justru mengakui kepada BBC News bahwa serangan itu didukung oleh Iran.
Apa yang bisa dilakukan Indonesia? di halaman terakhir.
Pengamat politik Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Muhammad Lutfi Zuhdi juga mengatakan bahwa situasi ini bukan cuma tidak terduga, namun berdampak paling serius bagi Israel.
"Baru sekarang ini Hamas berhasil menyerang masuk ke wilayah Israel. Tentu bisa melewati perbatasan Israel adalah sesuatu yang tidak mudah, tapi ternyata bisa diterobos oleh Hamas," ujar Lutfi.
Aksi balasan dari Israel, sambung Lutfi, sangat mungkin mengarah melakukan operasi besar-besaran untuk memburu para milisi Hamas dan mencari titik-titik sumber serangan awal.
Lutfi berpendapat, eskalasi konflik yang sangat besar antara Israel dan Hamas kemungkinan besar tidak terjadi.
"Eskalasi besar baru bisa terjadi jika ada negara lain yang membantu Hamas, tapi dalam situasi ini negara-negara lain di sekitarnya sudah 'lumpuh' karena punya perjanjian diplomatik dengan Israel, jadi tidak mungkin memberi dukungan langsung terhadap Hamas," jelas Lutfi.
Apa yang bisa dilakukan Indonesia?
Lutfi menilai respons pemerintah Indonesia yang menyatakan "prihatin" atas eskalasi Israel-Palestina sejauh ini terbilang "normatif". Menurutnya, reaksi yang lebih keras kemungkinan akan muncul dari kalangan masyarakat atau organisasi masyarakat.
"Mungkin akan terjadi demonstrasi mendesak pemerintah untuk memberi sikap yang lebih keras," kata dia.
Lutfi menilai Indonesia semestinya bisa menggalang kekuatan diplomatik bersama negara-negara Islam agar mendorong Dewan Keamanan PBB mengadakan rapat darurat terkait situasi di Palestina-Israel.