Bekas permukiman Desa Betal, Kecamatan Nguntoronadi, Wonogiri mulai muncul saat Waduk Gajah Mungkur (WGM) Wonogiri surut. Sisa-sisa bangunan milik warga dan fasilitas umum mulai terlihat.
Dulu Betal merupakan salah satu desa di Kecamatan Nguntoronadi. Setelah ada proyek pembangunan WGM, Desa Betal terendam oleh genangan air waduk.
Kini desa yang masih menyisakan sisa-sisa bangunan saat WGM surut itu dikenal dengan sebutan Betal Lawas. Saat ini kawasan Betal Lawas masuk di wilayah Dusun Tenggar, Desa Gebang, Nguntoronadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Betal lawas hanya bisa dilihat saat musim kemarau, tepatnya saat air WGM surut. Jarak dari Jalan Raya Wonogiri-Pacitan sekitar lima kilometer. Sementara itu dari permukiman warga berjarak sekitar 1,5 kilometer.
Betal Lawas ini tidak bisa dijangkau dengan sepeda motor. Dari parkiran sepeda motor atau mobil masih harus berjalan sekitar 300-500 meter.
Saat detikJateng lokasi, Senin (18/9/2023), di sekeliling jalan menuju Betal Lawas ada semak belukar yang sudah mengering. Di area sekelilingnya, saat ini ditanami padi oleh warga yang memanfaatkan waduk yang tengah surut. Di persawahan itu, ada beberapa bekas peralatan warga, seperti lumpang yang berserakan.
Berjarak sekitar 50 meter dari kawasan Betal Lawas, masih ada genangan air waduk. Saat sampai di lokasi, tampak beberapa sisa bangunan masih terlihat. Namun tidak ada bangunan yang masih utuh dan berdiri kokoh.
Sebagian besar sisa bangunan yang masih terlihat adalah sumur milik warga. Selain itu masih ada bekas kamar mandi hingga tembok rumah. Jarak antar bekas bangunan itu berdekatan.
![]() |
Semua sisa bangunan yang masih terlihat sisanya itu terbuat dari batu bata. Namun semuanya tampak berwarna putih. Pasalnya dulu bahan campuran yang digunakan adalah gamping bukan semen.
Selain itu tampak bekas jalan raya di kawasan Betal Lawas. Bahkan masih ada sebagian aspal yang masih terlihat. Namun sebagian besar sudah hancur, terendam air hingga tertutup tanah.
Kepala Desa Gebang Kadiman (59) mengatakan saat pembangunan proyek WGM, terjadi pemindahan penduduk (transmigrasi) dari Jawa ke Sumatera pada 1978-1980. Secara umum pemindahan penduduk itu disebut dengan bedol desa.
"Saat itu (transmigrasi) saya umur 14 tahun. Kelas 6 SD pas habis (proses transmigrasi). Ada yang ke Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sitiung," kata dia kepada wartawan Senin (18/9/2023).
Kadiman sendiri merupakan salah satu warga setempat yang terdampak pembangunan WGM. Namun tidak ikut transmigrasi. Ia dan keluarganya memilih bergeser ke tempat yang lebih aman dari genangan WGM.
"Kalau kerennya (Kecamatan Nguntoronadi) disebut Betal. Betal itu nama desa di sini, kecamatannya Nguntoronadi. Tidak tahu kok disebut Betal. Nggak tahu mungkin warga banyak harta, terus disebut ngombe lan nguntal (minum dan makan, disingkat betal)," ungkap dia.
Ia menjelaskan, dulu bangunan milik warga di Betal Lawas sebagian besar terbuat dari kayu. Pada saat transmigrasi, kayu-kayu itu dijual. Sementara itu sisa bangunan yang saat ini masih terlihat merupakan bangunan yang terbuat dari bata merah dan gamping.
Kadiman menambahkan, sebenarnya sisa bangunan permukiman Betal Lawas masih banyak dan terlihat. Namun saat ini sudah tertutup sedimentasi. Biasanya tinggi sumur bodongan (setinggi perut). Namun sekarang hanya setinggi lutut.
Menurutnya, dimungkinkan bangunan yang saat ini masih muncul bisa hilang beberapa tahun ke depan. Hal itu disebabkan karena sedimentasi waduk.
"Harapannya kalau saat seperti ini (terlihat) jadi wisata (waduk kering). Sejauh ini ada beberapa keluarga yang hampir setiap tahun ke sini. Mungkin ya mengenang mencari tempat tinggalnya dulu," kata Kadiman.
Sebelumnya muncul makam kuno di Waduk Gajah Mungkur, simak di halaman selanjutnya.
Makam Kuno Muncul
Sebelumnya, air di Waduk Gajah Mungkur (WGM) Wonogiri menyusut pada musim kemarau tahun ini. Kompleks makam yang biasanya tertutup air pun mulai terlihat dari tengah waduk.
Kompleks makam yang terlihat di tengah waduk itu masuk dalam wilayah Kelurahan Wuryantoro, Kecamatan Wuryantoro. Kompleks itu berjarak sekitar 200 meter dari jalan perkampungan.
Jika air waduk surut seperti saat ini, ada jalan setapak yang bisa dilewati sepada motor hingga ke dekat kompleks makam. detikJateng pun menengok ke kompleks area makam tersebut.
Di kompleks makam itu, ada batu kijing yang berserakan. Ada juga yang masih utuh, beberapa di antaranya juga ada yang rusak karena terkikis air. Hampir semua kijing di sana berwarna putih dan menyerupai batu.
Sebagian kijing tertulis nama jenazah dan tahun meninggal. Namun rata-rata tulisan itu sudah sulit terbaca. Salah satu kijing yang masih bisa terbaca bertuliskan "Kasumawi Jumat Kliwon 16.7.71".