Tak Banyak yang Tahu, Ada Makam 23 Pejuang di Puskesmas Sriwedari Solo

Tak Banyak yang Tahu, Ada Makam 23 Pejuang di Puskesmas Sriwedari Solo

Tara Wahyu NV - detikJateng
Senin, 14 Agu 2023 16:01 WIB
Monumen Setya Bakti, makam 23 pejuang di halaman Puskesmas Pembantu Sriwedari, Solo, Senin (14/8/2023).
Monumen Setya Bakti, makam 23 pejuang di halaman Puskesmas Pembantu Sriwedari, Solo, Senin (14/8/2023). (Foto: Tara Wahyu NV/detikJateng)
Solo -

Sebuah monumen berbentuk batu besar terdapat di halaman Puskesmas Pembantu (Pustu) di Kelurahan Sriwedari, Laweyan, Solo. Tak banyak yang tahu, di belakang monumen itu terdapat makam 23 pejuang yang gugur pada pertempuran 4 hari di Solo.

Pantauan detikJateng, Senin (14/8/2023), monumen itu berada di pojok sebelah selatan Puskesmas Pembantu di Kelurahan Sriwedari. Dari depan terdapat penanda atau gapura kecil yang bertuliskan Makam Setya Bhakti, RT 02, RW 02, Sriwedari Laweyan.

Sekilas dari depan, hanya tampak monumen dengan batu besar bertuliskan nama-nama 23 pejuang yang gugur pada peristiwa 9 Agustus 1949 korban keganasan clash II. Monumen tersebut dibuat pada 21 Maret 1986 dan ditandatangani oleh Wali Kota Solo pada masa itu yakni R Hartomo.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di balik batu besar itu ada pusara. Terdapat dua batu nisan yang bertuliskan Pawiro dan Wingyo Wiguna

Juru kunci makam, Jumadi (63) mengatakan ada 23 korban yang dikubur di halaman Puskesmas Pembantu Sriwedari itu. Mereka, kata Jumadi dulunya merupakan pejuang dalam mengusir penjajah Belanda dalam serangan 4 hari di Surakarta.

ADVERTISEMENT
Monumen Setya Bakti, makam 23 pejuang di halaman Puskesmas Pembantu Sriwedari, Solo, Senin (14/8/2023).Monumen Setya Bakti, makam 23 pejuang di halaman Puskesmas Pembantu Sriwedari, Solo, Senin (14/8/2023). Foto: Tara Wahyu NV/detikJateng

"Itu korban dalam clash II atau geger pada tahun 1949 yang gugur pada 9 Agustus 1949 dengan Belanda. Dulunya, mereka pejuang itu dibunuh oleh tentara Belanda yang membabi buta kepada orang-orang ini," katanya ditemui detikJateng di Makam Setya Bhakti, Senin (14/8/2023).

Dirinya mengaku tidak mengetahui cerita lengkap para korban tersebut berjuang. Yang ia ketahui, bahwa mereka yang gugur tersebut merupakan pahlawan dalam mengusir penjajah Belanda.

Jumadi mengatakan, 23 korban itu merupakan warga Precetan, Sriwedari, Laweyan, Solo. Dulunya, sebelum dibuat monumen oleh Wali Kota Solo Hartomo pada 1986, makam-makam tersebut berjejer.

Namun, karena diminta oleh pemangku wilayah setempat pada tahun 1982, malam tersebut dijadikan satu dan hanya diberi dua batu nisan yang bertuliskan Pawiro dan Wingyo Wiguna.

"Mereka ini merupakan orang biasa, orang pasar tapi dampak membabi buta Belanda akhirnya dijadikan pahlawan karena berani. Dulunya ini masih tanah lapangan yang makannya bentuk letter L waktu itu," tuturnya.

"Namun sekira tahun 1981 atau 1982 itu diambilkan, diberitakan dan dijadikan satu. Diresmikan saat Wali Kota Solo Hartomo. 23 korban itu dijadikan satu," lanjutnya.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Jumadi mengatakan para korban ini terkenal di Kampung Precetan. Bahkan, setiap malam tirakatan atau 16 Agustus selalu dilaksanakan di sana.

"Sering diziarahi dari saudara tapi saudara sudah nggak ada di sini, saudara dari Jakarta, Lampung, dulu di sini waktu anak-anak sudah kerja pindah. Nanti setiap malam tirakatan selalu ada upacara di sini, diperingati," ucapnya.

Menurutnya, sejak dulu tidak ada simbol atau lambang bahwa korban ini merupakan pahlawan. Namun, saat ini telah dibuatkan monumen.

"Memang nggak ada tanda, dulu memang ada terus jadi ya satu nggak usah dikasih. Cuma sudah ada monumen tahunya sudah menyatu, namun setelah dibuat monumen ini clash Belanda tahun 1949," tuturnya.

Saat ini, kata Jumadi, makam tersebut berada di halaman depan Puskesmas pendamping di Kelurahan Sriwedari, Laweyan. Selama ini tidak ada yang terganggu meski ada makam di lokasi tersebut.

"Nggak masalah, semua nggak papa, untuk hari-hari biasa, ya biasa saja," pungkasnya.



Hide Ads