Arya Penangsang atau raja Kerajaan Demak kelima adalah salah satu tokoh kerajaan di Jawa Tengah yang populer di kalangan masyarakat. Kisah Arya Penangsang saat memimpin Kerajaan Demak hingga dendam yang ada dalam dirinya membuat sosoknya dikenal sebagai raja yang berpengaruh.
Dalam sejarah, kerajaan Demak mengalami kegoncangan dan takhta kerajaannya berakhir diperebutkan. Salah satu yang melakukan pemberontakan di tengah Kerajaan Demak, adalah Arya Penangsang.
Dikutip dari jurnal berjudul 'Arya Penangsang Gugur: Antara Hak dan Pulung Keraton Demak Bintara' karya Ahmad Nurhamid dari Universitas Negeri Semarang. Berikut ini cerita mengenai Arya Penangsang,
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kisah Arya Penangsang
Arya Penangsang adalah putra satu-satunya Raden Kikin. Ketika dewasa dan menjadi seorang adipati, ia terkenal sebagai seorang yang berperawakan tinggi, besar, kekar, berwatak keras, pemberani, dan gampang tersulut emosi. Ia adalah murid kesayangan Sunan Kudus.
Arya Penangsang memiliki kesaktian yang luar biasa. Ia mempunyai senjata pusaka yang ampuh berupa keris bernama Ki Brongot Setan Kober. Ia juga mempunyai seekor kuda perang jantan berwarna hitam yang tangguh bernama Gagak Rimang.
Munculnya Dendam Arya Penangsang
Sejak terbunuhnya Raden Kikin ayahnya, Arya Penangsang menaruh dendam kesumat terhadap Sunan Prawata dan Sultan Trenggana. Ia terpaksa menahan diri karena pada waktu itu para pinisepuh Kerajaan Demak menyetujui pengangkatan Pangeran Trenggana sebagai seorang sultan.
Arya Penangsang memandang hal itu tidak sah dan tidak adil. Ia kemudian menuntut balas dan keadilan. Ia berambisi merebut tahta Demak, karena ia merasa dialah yang berhak atas tahta Demak.
Semenjak pengangkatannya sebagai seorang adipati, Arya Penangsang tidak pernah mau menghadap ke Demak. Sultan Trenggana memaklumi hal itu. Sultan Trenggana telah melakukan berbagai bujukan, tetapi hati Arya Penangsang sangat sulit dilunakkan.
Sedangkan di lain pihak, Sultan Trenggana harus menghadapi adipati-adipati yang tidak mau begitu saja tunduk kepada kepemimpinan Sultan Trenggana. Sebagian besar adipati justru membela Arya Penangsang karena menganggap Arya Penangsanglah orang yang berhak atas tahta Demak.
Di tengah-tengah keberhasilan Sultan Trenggana dalam pemerintahan, Arya Penangsang masih menyimpan dendam kesumat atas kematian ayahnya. Sementara itu, ia mengetahui bahwa kelak sepeninggal Sultan Trenggana, tahta Demak akan jatuh ke tangan Sunan Prawata, anak Sultan Trenggana.
Untuk itulah ia mengutus pembunuh bayaran untuk membunuh Sunan Prawata. Namun, tahta Demak justru jatuh ke tangan menantu Sultan Trenggana, Mas Karebet alias Jaka Tingkir yang bergelar Sultan Hadiwijaya.
Dalam pemerintahannya, Sultan Hadiwijaya memindahkan pusat kerajaan ke Pajang dan mengganti nama kerajaan menjadi Kesultanan Pajang. Dendam Arya Penangsang semakin besar dan timbul keinginan untuk membunuh Sultan Hadiwijaya.
Ia mengutus abdi Jipang untuk membunuh Sultan Hadiwijaya. Untuk menunjang keberhasilan rencananya, Arya Penangsang meminjamkan pusakanya, Keris Ki Brongot Setan Kober, kepada abdi tersebut. Karena kesaktiannya, Sultan Hadiwijaya tidak berhasil dibunuh.
Abdi yang tertangkap tersebut tidak dihukum, tetapi disuruh pulang ke Jipang bahkan diberi hadiah berupa harta benda dengan syarat keris pusaka Setan Kober dipinjam dulu oleh Sultan Hadiwijaya.
Mendengar berita itu, Arya Penangsang merasa terhina dan sangat murka. Abdi yang tidak berhasil tersebut hampir saja mati di tangan Arya Penangsang. Namun, kemarahan Arya Penangsang tersebut dapat diredam oleh Sunan Kudus.
Kematian Arya Penangsang
Bersama Ki Ageng Pemanahan, Sultan Hadiwijaya merencanakan serangan kepada Pajang. Atas nasihat Ki Ageng Pemanahan, Sultan Hadiwijaya dilarang memimpin penyerangan.
Ki Ageng Pemanahan menyarankan penyerangan dipimpin oleh seorang senopati, yaitu Danang Sutawijaya yang juga anak Ki Ageng Pemanahan sendiri. Sultan Hadiwijaya menjanjikan akan menganugerahkan alas mentaok kepada Danang Sutawijaya jika berhasil membunuh Arya Penangsang.
Pada suatu hari saat Arya Penangsang mengadakan pesta, datang seorang pencari rumput dengan telinga bersimbah darah.
Orang tersebut telah dipotong telinganya oleh Ki Ageng Pemanahan agar menyampaikan surat tantangan kepada Arya Penangsang. Melihat hal tersebut dan membaca surat tersebut, Arya Penangsang sangat marah. Tanpa pikir panjang, ia memberitahu prajuritnya untuk menghadapi serangan Pajang.
Arya Penangsang yang tersulut emosi, bersama kudanya dan para prajurit Jipang menyeberangi kali Bengawan Sore. Prajurit Jipang yang sudah kelelahan setelah menyeberangi sungai dengan mudah dapat dikalahkan.
Merasa dipermainkan dan melihat para prajuritnya yang telah berjatuhan, Arya Penangsang semakin tersulut emosinya. Ditambah lagi kuda tunggangannya yang sulit dikendalikan. Kudanya tertarik kepada kuda betina tunggangan Danang Sutawijaya yang telah dipotong ekornya.
Dalam situasi seperti itu, Danang Sutawijaya tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut dan langsung menghunuskan tombak Kyai Pleret, senjata wasiat dari Sultan Hadiwijaya, ke perut Arya Penangsang hingga ususnya terburai keluar berlumuran darah.
Meski begitu, Arya Penangsang masih sanggup mengejar Danang Sutawijaya. Ususnya yang terurai hanya disampirkan ke keris Setan Kober.
Pertarungan berlanjut dan Danang Sutawijaya sudah hampir kalah. Dia yang sudah kelelahan terkapar di tanah. Kepalanya sudah diinjak Arya Penangsang. Arya Penangsang akan membunuh Danang Sutawijaya dengan kerisnya.
Arya Penangsang lupa jika ususnya disampirkan di kerisnya sehingga sewaktu dia mencabut keris dari wadahnya dan ususnya pun terpotong. Ia kemudian hanya diam tak bergerak.
Ki Ageng Pemanahan mengetahui jika Arya Penangsang tidak akan mati jika belum dihisap ubun-ubunnya. Dengan segera, Danang Sutawijaya melaksanakan perintah ayahnya untuk menghisap ubun-ubun Arya Penangsang. Seketika Arya Penangsang pun mati.
Demikian informasi biografi singkat sosok raja Demak kelima, yaitu Arya Penangsang.
Artikel ini ditulis oleh Agustin Tri Wardani peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(aku/rih)