Gubernur dan DPRD Jawa Tengah (Jateng) telah menyepakati perubahan Hari Jadi Jawa Tengah menjadi tanggal 19 Agustus 1945. Ternyata perubahan hari jadi itu telah melalui proses yang panjang.
Hari Jadi Jateng sebelumnya ditetapkan pada 15 Agustus 1950 hal itu berdasarkan Perda No 7 Tahun 2004. Kemudian, dalam rapat paripurna pada Senin (20/6) Gubernur dan DPRD Jateng sepakat untuk menyusun perubahan pergantian terhadap perda tersebut.
Hal itu berdasar ditetapkannya UU No 11 Tahun 2023 di mana disebutkan Hari Jadi Jateng jatuh pada tanggal 19 Agustus 1945.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua Komisi A DPRD Jateng Mohammad Soleh menjelaskan, bahwa usul perubahan hari jadi tersebut sebenarnya telah disuarakan sejak Perda ditetapkan. Perubahan kemudian diusulkan oleh para veteran yang didukung sejarawan dari berbagai universitas pada tahun 2005. .
"Dalam perjalanan sebenarnya banyak tokoh masyarakat baik itu dari Dewan Harian 45 dari veteran-veteran pejuang itu mereka merasa bahwa tanggal dan tahun itu tidak pas sehingga mereka ke Komisi A, mereka minta supaya hari jadi itu diubah," ujar Soleh saat ditemui di kantornya, Jalan Pahlawan, Semarang, Selasa (20/6/2023).
Dua Kubu Pro-Kontra
Namun, perjalanan mengubah tanggal sakral itu juga tidak mudah. Saat itu ada dua kubu yang disebutnya sebagai kubu sejarah dan kubu hukum.
"2005 mereka sudah ingin ganti, cuma ibaratnya tidak kuat karena yang mendukung bapak-bapak veteran ini dari kelompok dosen dari sejarah, jadi ada dua kubu satu dasarnya hukum kelompok-kelompok hukum," katanya.
Kelompok sejarah berargumen bahwa Hari Jadi Jateng seharusnya tanggal 19 Agustus 1945. Hari itu merupakan hari pengangkatan gubernur pertama Jateng yakni Raden Pandji Soeroso Tjondronegoro.
"Dia menjadi gubernur sampai Oktober diganti Kanjeng Raden Mas Tumenggung Wongsonegoro sampai tahun 1949, dari 1949 sampai 1954 itu diganti oleh Raden Boedijono. Jadi kalau kita menjadikan Jawa Tengah itu lahirnya di tahun 15 Agustus 1950 ada tiga gubernur yang dalam tanda kutip seolah-olah kita tidak mengakui gubernur itu," jelas Soleh.
Sedangkan, kelompok hukum menganggap hari jadi Jateng harus didasarkan pada undang-undang pembentukan provinsi. Undang-undang yang dimaksud adalah UU No 10 Tahun 1950 yang diberlakukan pada 15 Agustus 1950.
"Kita bilang ke Komisi II DPR RI, Komisi II kebetulan mau mengubah UU 10 tahun 50, karena UU No 10 Tahun 50 dibentuk pada zaman RIS atau Republik Indonesia Serikat dan tidak berdasar Undang-undang Dasar 1945," ujarnya.
Saat itulah keinginan pergantian hari jadi kembali mengemuka. Komisi II DPR RI juga sempat melakukan pertemuan dengan Gubernur dan DPRD Jateng serta veteran yang berharap hari jadi Jateng bisa diubah.
"Selepas Komisi II dari Jawa Tengah, undang-undangnya itu abis itu diketok, dua minggu kemudian dan di Pasal 2 itu UU No 11 Tahun 2023 disebutkan Hari Jadi Jawa Tengah itu 19 Agustus," ungkap Soleh.
Baca Kebut Perda Pengganti di halaman selanjutnya....
Kebut Perda Pengganti
Saat ini, pihaknya tengah berusaha mengebut Perda untuk merubah Perda No 7 Tahun 2004. Meski demikian, tahun ini peringatan hari jadi Jawa Tengah akan dilaksanakan pada 19 Agustus.
"Menyusun Perda kan kita tidak sembarangan, DPRD itu bikin Perda harus ada Program Penyusunan (Propem) Perda, itu harus diparipurnakan kemarin paripurna sudah memastikan hari jadi itu untuk merubah Perda No 7 Tahun 2004," katanya.
Komisi A di bawah kepemimpinan Soleh diamanahi untuk menyusuh draft Perda tersebut. Dirinya berharap Perda tersebut sudah diketok sebelum peringatan hari jadi Jateng.
"Kami akan ngebut juga, syukur-syukur sebelum Agustus Perdanya sudah jadi," tambahnya.
Pihaknya juga sudah mengundang para pakar dan sejumlah veteran terkait hal itu. Dia menyebut mereka mengapresiasi perubahan tanggal hari jadi Jateng.
"Kita kemarin juga sudah mengundang beberapa pakar dari Undip ini mereka bilang yang benar ini, jadi sudah enggak masalah dan kemarin teman-teman veteran, teman-teman DHD 45 sangat berterimakasih," pungkasnya.