Penjelasan Psikolog UGM soal Body Dysmorphic Disorder yang Diidap Megan Fox

Penjelasan Psikolog UGM soal Body Dysmorphic Disorder yang Diidap Megan Fox

Tim detikJateng - detikJateng
Jumat, 09 Jun 2023 13:53 WIB
STUDIO CITY, CALIFORNIA - NOVEMBER 16:  Megan Fox visits The IMDb Show on November 16, 2018 in Studio City, California. This episode of The IMDb Show airs on December 3, 2018.  (Photo by Rich Polk/Getty Images for IMDb)
Megan Fox. (Foto: Getty Images)
Solo -

Artis Megan Fox mengaku tengah mengidap Body Dysmorphic Disorder (BDD). Kondisi itu membuatnya selalu merasa tidak nyaman dengan bentuk tubuh yang dimiliki.

Dilansir detikHealth, bintang film Transformers itu menceritakan kondisinya dalam sebuah wawancara yang dilakukan bersama Sports Illustrated Swimsuit 2023. Aktris berusia 37 tahun ini mengakui saat bercermin pun, Megan Fox terkadang merasa tidak percaya diri.

"Saya menderita dysmorphia tubuh. Saya tidak pernah melihat diri saya seperti orang lain melihat saya. Tidak pernah ada titik dalam hidup saya dimana saya mencintai tubuh saya," kata Megan Fox, Mei lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lantas apa sebenarnya BDD ini? Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Aisha Sekar Lazuardini Rachmanie menjelaskan BDD sering disebut juga sebagai gangguan dismorfik tubuh. Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5) yang menjadi panduan diagnostik utama para profesional kesehatan mental, BDD merupakan salah satu masalah yang ditandai oleh kekhawatiran yang berlebihan terhadap kekurangan atau ketidaksempurnaan dalam penampilan fisik individu.

Aisha mengatakan seseorang yang mengalami masalah ini memiliki persepsi yang terdistorsi terhadap penampilan mereka sendiri, meskipun mungkin tidak ada ketidaksempurnaan yang signifikan atau terlihat oleh orang lain.

ADVERTISEMENT

"Individu dengan BDD biasanya sangat terobsesi dengan sedikit detail penampilan mereka, seperti bentuk wajah, ukuran hidung, bentuk tubuh, atau bagian tubuh lainnya. Mereka mungkin sering memeriksa penampilan mereka di cermin atau mencoba menyembunyikan 'kekurangan' mereka dengan cara tertentu, seperti mengenakan banyak make up atau pakaian tertutup," jelas Aisha dalam keterangan tertulis yang diterima detikJateng, Jumat (9/6/2023).

Dosen Fakultas Psikologi UGM ini mengatakan BDD berbeda dari kekhawatiran umum tentang penampilan tubuh. Individu dengan BDD cenderung memiliki pikiran yang persisten dan mengganggu terhadap diri mereka. Kondisi tersebut menyebabkan penderitaan yang signifikan dan dapat mempengaruhi perilaku dan fungsi individu.

Aisha menuturkan BDD rentan dialami oleh individu dengan riwayat keluarga yang menderita BDD atau gangguan kecemasan lain.

Selain itu ada beberapa faktor yang dapat memicu kerentanan tersebut yaitu pengalaman traumatis seperti pelecehan fisik atau verbal terkait penampilan. Lalu, faktor lingkungan dengan adanya tekanan budaya. Misalnya, norma penampilan yang tidak realistis atau fokus berlebihan pada penampilan fisik.

"Faktor-faktor tersebut dapat berkontribusi terhadap perkembangan BDD," terangnya.

Tanda-tanda Idap BDD

Aisha menyebut ada beberapa tanda yang mengarah pada BDD, di antaranya:

  • Rasa khawatir secara terus-menerus dan berlebihan terhadap kekurangan yang mereka anggap ada pada penampilan fisik.
  • Terlalu fokus pada bagian-bagian tubuh tertentu, seperti wajah, kulit, rambut, hidung, ukuran tubuh, atau bagian tubuh lainnya.
  • Memiliki persepsi yang tidak akurat atau terdistorsi tentang penampilan.
  • Kecenderungan melihat diri jauh lebih buruk daripada apa yang sebenarnya terlihat oleh orang lain. Hal ini dapat menyebabkan kecemasan dan ketidakpuasan yang berlebihan.
  • Sering bercermin atau menghindari cermin.
  • Kecenderungan untuk menyembunyikan atau memperbaiki kekurangan yang dianggap ada dengan berbagai cara.
  • Terobsesi untuk menggunakan makeup berlebihan demi menutupi seseuatu yang dirasa kurang walaupun mungkin tidak ada.

Apa dampak BDD? Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

BDD dikatakan Aisha berdampak signifikan pada individu yang mengalaminya. Gangguan ini bisa menyebabkan gangguan kesejahteraan emosional.

Penderita BDD rentan mengalami gejala depresi, kecemasan, atau stres yang tinggi. Di samping itu, terdapat kecenderungan munculnya perasaan malu, putus asa, atau tidak berharga karena ketidakpuasan terhadap penampilan diri.

BDD juga bisa menjadikan penurunan kualitas hidup penderitanya. Penderita dapat mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan sosial, mengikuti aktivitas sosial, atau melakukan aktivitas sehari-hari karena kecemasan yang berkaitan dengan penampilan.

"Mereka mungkin menghindari situasi sosial, merasa terisolasi, atau mengalami kesulitan dalam merasa nyaman dengan diri mereka sendiri," terangnya.

Lalu bagaimana jika merasa terkena BDD? Aisha mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan self diagnose. Jika mengalami gejala-gejala yang mengarah kepada BDD, ia menyarankan untuk tidak segan mencari bantuan profesional.

Dengan perawatan yang tepat, termasuk terapi dan jika diperlukan pengobatan, dampak negatif BDD dapat dikurangi dan kualitas hidup dapat ditingkatkan.

Aisha menyampaikan beberapa acara yang bisa dilakukan untuk menekan atau mencegah munculnya BDD, di antaranya:

  • Pendidikan dan pemahaman tentang BDD
  • Mempertahankan pola pikir yang sehat
  • Membangun kepercayaan diri
  • Memelihara gaya hidup sehat
  • Mencari dukungan sosial dari keluarga atau teman
  • Menghindari terlalu banyak membandingkan diri dengan orang lain

Beberapa hal yang perlu dihindari agar tidak memicu BDD:

  • Kekhawatiran berlebihan terkait penampilan fisik
  • Memeriksa cermin secara berlebihan.
  • Membatasi paparan terhadap gambar dan konten yang memicu ketidakpuasan terhadap penampilan.

"Jangan ragu untuk mencari bantuan. Jika mengalami gejala yang mengganggu atau memiliki kekhawatiran tentang penampilan yang berlebihan, segera cari bantuan profesional dari psikolog atau psikiater yang terlatih dalam bidang tersebut," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(aku/sip)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads