Ijazah mahasiswa dalam satu kelas di Universitas A&M Texas tertahan karena seorang profesor menguji unsur plagiarisme tugas akhir dengan memanfaatkan ChatGPT. Hasil pengujian menyebut semua tugas para mahasiswa itu dibuat oleh chatbot itu sendiri.
Dilansir detikINET, hal itu berujung pada satu kelas tersebut menghadapi tuduhan plagiarisme. Akibatnya ijazah mereka ditahan sementara.
Sang profesor melakukan pengujian itu tanpa mengetahui ChatGPT tidak berfungsi sebagai alat pendeteksi plagiarisme.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dr Mumm gagal dalam setiap esai dengan nilai "X", memberi siswa pilihan untuk menyerahkan tugas tata rias atau berisiko gagal dalam kursus dan tidak lulus.
Mendapat tudingan itu, beberapa mahasiswa kemudian berusaha membuktikan keaslian karya mereka. Salah satunya dengan memberikan stempel waktu di Google Documents mereka. Namun profesor itu dengan acuh menjawab, "Saya tidak menilai omong kosong AI."
Meskipun seorang mahasiswa berhasil membersihkan namanya dengan memberikan stempel waktu Google Docs dan menerima permintaan maaf, masalah tersebut telah diteruskan ke administrasi universitas.
Universitas A&M Texas mengonfirmasi tidak ada siswa yang gagal dalam kelas atau dicegah untuk lulus karena insiden tersebut. Investigasi saat ini sedang berlangsung, dan ijazah siswa ditahan untuk menunggu tindakan lebih lanjut.
Penyalahgunaan ChatGPT dalam hal ini menyoroti perlunya pemahaman dan kesadaran yang tepat akan kemampuan dan keterbatasan alat AI dalam lingkungan pendidikan. ChatGPT memang dapat menghasilkan teks, termasuk esai tingkat perguruan tinggi.
Namun ChatGPT tidak dirancang untuk mendeteksi plagiarisme yang dihasilkan oleh AI.
Program AI yang khusus dikembangkan untuk mendeteksi plagiarisme antara lain Winston AI, Content at Scale, Writer AI, GPTZero, dan Giant Language Model Test Room (GLTR).
OpenAI, perusahaan induk ChatGPT memang menawarkan alat pendeteksi plagiarismenya sendiri. Namun hingga kini keakuratannya masih dianggap terbatas.
Kejadian ini memicu perdebatan seputar penggunaan AI yang bertanggung jawab dalam pendidikan. Selain itu muncul seruan soal pedoman yang lebih jelas tentang penggunaan alat AI untuk menghindari kesalahpahaman serupa dan tuduhan yang tidak adil.
Sementara beberapa sekolah di Amerika Serikat telah mengambil langkah-langkah untuk memblokir ChatGPT agar tidak digunakan di kampus. Sementara tanggapan dari institusi secara global tetap beragam.
Penting bagi institusi pendidikan untuk mempertimbangkan dengan cermat implikasi penggunaan AI. Selain itu institusi pendidikan sebaiknya menetapkan kebijakan yang tepat untuk memastikan integritas akademik sambil memanfaatkan manfaat teknologi AI.
(sip/rih)