3 Alasan Agar Sidang Isbat Dievaluasi Menurut Sekum Muhammadiyah

Round-Up

3 Alasan Agar Sidang Isbat Dievaluasi Menurut Sekum Muhammadiyah

Tim detikJateng - detikJateng
Sabtu, 22 Apr 2023 05:00 WIB
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Muti selepas salat Idul Fitri di Setrokalangan, Kaliwungu, Kudus, Jumat (21/4/2023).
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu'ti selepas salat Idul Fitri di Setrokalangan, Kaliwungu, Kudus, Jumat (21/4/2023). Foto: Dian Utoro Aji/detikJateng
Solo -

Ada tiga alasan menurut Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu'ti agar sidang isbat dievaluasi. Berikut tiga alasan yang disampaikan Mu'ti seusai salat Idul Fitri di Kabupaten Kudus, kemarin.

"Sejak awal memang kami mengusulkan agar sidang isbat itu dievaluasi, alasannya ada tiga," kata Mu'ti kepada wartawan di Kudus, Jumat (21/4/2023).

1. Tetapkan Awal-Akhir Ramadan dengan Hisab

Abdul Mu'ti mengatakan alasan pertama agar sidang isbat dievaluasi karena umat Islam memiliki kemampuan untuk menetapkan awal dan akhir Ramadan yakni dengan menggunakan hisab.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Semua umat Islam baik Muhammadiyah maupun Nahdlatul Ulama atau yang lain menggunakan hisab untuk menentukan waktu," kata Abdul Mu'ti, kemarin.

2. Kandung Istilah Trivialitas dan Redundancy

Alasan kedua Abdul Mu'ti agar sidang isbat dievaluasi karena mengandung istilah trivialitas dan redundancy.

ADVERTISEMENT

"Kemudian yang kedua, sidang isbat itu juga di dalamnya mengandung,saya menyebutnya trivialitas dan redundancy. Jadi trivia itu dilaksanakan tapi tidak ada gunanya, tidak penting sebenarnya, dan redundant itu pengulangan yang tidak perlu," jelas Mu'ti.

Mu'ti mencontohkan, pemerintah telah memiliki kriteria penetapan hilal, yaitu posisi bulan 3 derajat dan elongasinya 6,4. Jika perhitungan hisab kurang dari ketentuan pemerintah maka pada sidang isbat ditolak. Padahal pemerintah sudah tahu hasilnya.

"Kalau kemudian perhitungan hisab di bawah 3 derajat dan elongasinya kurang 6,4, maka tetap saja sidang isbat menolak, kalau tahu itu di bawah 3 derajat kenapa juga masih diadakan sidang isbat, dan ujung-ujungnya ditolak juga," terangnya.

3. Disebut Sumber Gaduh dan Perpecahan

Menurut Mu'ti, sidang isbat tak jarang menjadi sumber gaduh. Sebab, ada pihak yang merasa sesuai dengan pemerintah dan ada pihak yang berbeda pendapat.

"Ketiga sering kali sumber kegaduhan dan perpecahan, kemudian nanti ada perasaan menang atau kalah, ada perasaan kemudian sama dengan atau beda dengan pemerintah," ujar Mu'ti.

"Penolakan salat Idul Fitri di beberapa tempat, setelah kita sampaikan argumen kita diizinkan itu karena dianggap lebih dahulu ini beda dengan pemerintah," dia melanjutkan.

Padahal, kata Mu'ti, sesuai dengan konstitusional Indonesia Negara Pancasila yang mengatur kemerdekaan warganya untuk menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaannya.

Minta Pemerintah Membuka Diri

MakaMu'ti meminta pemerintah agar mau membuka diri dan mengembalikan penentuan awal dan akhir Ramadan kepada masing-masing umat. Sehingga tidak ada lagi kesan berbeda dan melawan pemerintah.

"Cobalah pemerintah membuka diri sidang isbat ini dievaluasi dikembalikan masing-masing umat Islam sehingga tidak ada kesan yang berbeda ini melawan pemerintah dan kemudian masyarakat tidak dibenturkan dengan kepentingan tertentu," pungkasnya.




(dil/dil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads