Kemunculan ChatGPT, chatbot berbasis kecerdasan buatan, bisa memudahkan pekerjaan kita dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini membuat beberapa perusahaan mulai menggantikan posisi karyawannya dengan ChatGPT.
Dilansir dari detikInet, Selasa (28/2/2023), baru-baru ini platform penasihat karier Resumebuilder.com telah melakukan survei dengan responden 1.000 pemimpin bisnis. Mereka menanyakan apakah para pemimpin bisnis sudah tahu atau berencana menggunakan ChatGPT untuk pekerjaannya sehari-hari.
Hasilnya, hampir separuh perusahaan yang telah disurvei sudah menggunakan ChatGPT karena lebih hemat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebanyak 48% perusahaan menyebutkan mereka berhasil hemat hingga lebih dari USD 50.000 dan 11% mengatakan mereka menghemat lebih dari USD 100.000. Berdasarkan hasil survei, hampir setengah perusahaan mengaku telah menggantikan karyawannya dengan ChatGPT.
"Hasil dari survei ini menunjukkan bahwa pemberi kerja ingin merampingkan beberapa tanggung jawab pekerjaan menggunakan ChatGPT," kata Chief Career Advisor Resumebuilder.com Stacie Haller dalam keterangan resminya, yang dikutip dari Fortune, Selasa (28/2/2023).
Perusahaan mengungkapkan penggunaan ChatGPT dilakukan dengan berbagai alasan. Sebanyak 66% mengaku menggunakan ChatGPT untuk menulis kode, 58% untuk copywriting dan kreasi konten, 57% untuk dukungan pelanggan, dan 52% untuk merangkum rapat dan dokumen yang lain.
"Secara keseluruhan, sebagian besar pemimpin perusahaan terkesan dengan pekerjaan ChatGPT. 55% mengatakan kualitas pekerjaan yang dihasilkan ChatGPT 'luar biasa', sementara 34% mengatakan 'sangat bagus'," tutur Resumebuilder.com dalam laporannya.
Walaupun kemunculan ChatGPT telah mendapat respons positif bagi bisnis, namun banyak pihak yang mengkritik penggunaan ChatGPT untuk hal yang serius. Penggunaan ChatGPT ini juga memicu kekhawatiran akan isu akurasi, plagiarisme, rasisme, hingga seksisme.
CEO OpenAI yang melahirkan ChatGPT, Sam Altman, bakan memperingatkan kalau chatbot tersebut tidak boleh digunakan untuk sesuatu yang penting.
"ChatGPT sangat terbatas, tapi cukup bagus dalam beberapa hal untuk menciptakan kesan kehebatan yang menyesatkan," jelas Altman dalam cuitannya di Twitter.
"Sebuah kesalahan untuk mengandalkannya untuk sesuatu yang penting saat ini. Ini adalah preview dari kemajuan, kami memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan terkait ketahanan dan kejujuran," pungkasnya.
Artikel ini sebelumnya ditayangkan di detikInet dan ditulis ulang oleh Genis Naila Alfunafisa peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(ams/dil)