Seorang warga Kecamatan Eromoko, Kabupaten Wonogiri, terkonfirmasi positif antraks saat memeriksakan diri di Puskesmas Karangmojo II, Gunungkidul, akhir tahun 2022. Kini kondisi kesehatan warga tersebut mulai membaik.
Kabid Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Dinas Kesehatan (Dinkes) Wonogiri, Setyawati mengatakan pihaknya mendapatkan laporan dari Dinkes Gunungkidul pada Jumat (6/1). Laporan itu menyebut adanya penderita antraks di Eromoko. Hal itu berdasarkan hasil pengambilan sampel serum darah pada akhir 2022.
Pasien antraks itu berasal dari Wonogiri. Namun saat ini ber-KTP Kecamatan Karangmojo, Gunungkidul. Istri dan anaknya berdomisili di Karangmojo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Setyawati ada penampakan wujud kelainan kulit di lengan kiri warga tersebut. Wujudnya keropeng hitam atau eskar (khas gejala antraks).
"Dari hasil penyelidikan epidemiologi awal baik. Sekarang pasien sudah baik dan sudah diobati. Senin (9/1) kemarin kami tindak lanjuti dengan puskesmas setempat dan Pak Camat," kata Setyawati kepada detikJateng di ruang kerjanya, Rabu (11/1/2023).
Dia menjelaskan baiknya kondisi klinis pasien itu dimungkinkan karena daya tahan tubuhnya baik. Selain itu pasien tersebut diduga terpapar bukan karena mengonsumsi hewan yang terpapar antraks. Hingga kini belum diketahui secara pasti dari mana pasien itu bisa terpapar antraks.
"Keropeng hitamnya sudah mengelupas, bisa dikatakan sembuh. Ya masih beraktivitas bersama keluarga. Karena kalau antraks penularannya dari hewan ke manusia, tidak antarmanusia," ujar Setyawati.
Berkaca dari sejumlah kasus yang terjadi, Setyawati menerangkan, penyakit antraks kulit berlangsung selama dua hingga tiga pekan, mulai dari terjangkit hingga sembuh.
Berbeda dengan antraks yang menyerang pernafasan atau pencernaan, yang mana dalam waktu tiga hingga lima hari kesehatan pasiennya akan memburuk dan harus segera mendapat pertolongan.
"Dalam menyelidiki kasus antraks harus menggali informasi secara proaktif. Kadang orang tidak cerita atau tidak mengaitkan penyakit dengan kejadian hewan mati. Terkadang orang tidak terpikirkan. Kalau di kami (Wonogiri) jarang sampai yang pencernaan, rata-rata kulit," pungkas Setyawati.
(dil/rih)