Susanti (33), ibu rumah tangga warga Jaten, Kota Semarang, nampak sibuk memperhatikan dua layar ponselnya. Dari dua ponsel itu tersiar podcast dan webinar soal isu gagal ginjal pada anak yang banyak dibicarakan beberapa waktu terakhir.
Ibu dua anak itu termasuk yang sangat khawatir dengan kabar gagal ginjal anak yang disebut menelan banyak korban jiwa. Sejak beberapa hari lalu dia berupaya mencari informasi dengan memantau berita, mengikuti webinar, hingga menonton podcast soal itu.
Susanti mengatakan dua anaknya yang masih berusia 4 dan 5 tahun sering sekali sakit demam, batuk, dan pilek sejak Juli 2022. Beberapa kali dia ke klinik, bahkan anak yang paling kecil sempat dirawat di rumah sakit.
"Obat sirup parasetamol sudah pasti selalu ada (stok di rumah). Terus ada kabar gagal ginjal anak kemudian apotek tidak boleh jual obat sirup. Terus gimana kalau anak demam," ujar Susanti ditemui di rumahnya, Kamis (20/10/2022).
Dia berusaha mengumpulkan informasi mengatasi anak demam tanpa menggunakan obat. Ia juga berusaha mencari tahu soal kabar 15 obat sirup yang mengandung etilen glikol (EG) yang disebut berbahaya.
"Dari webinar-webinar itu tahu bagaimana langkah menangani demam. Terus saya juga berusaha cari tahu soal obat yang katanya mengandung bahan berbahaya. Tapi ternyata hoax," ujarnya.
Anak-anaknya yang masih taman kanak-kanak itu sudah hampir sebulan tidak sekolah karena disarankan dokter. Ternyata justru ada kabar beredar soal gagal ginjal misterius.
"Ya sebagai ibu tetap khawatir. Semoga semua bisa tertangani," tegasnya.
Sementara itu, Amanda warga Gunungpati, Semarang, mengatakan dia sempat panik dan bingung ketika beredar kabar penyebab gagal ginjal adalah parasetamol. Padahal obat itu wajib ada di rumah karena anaknya yang berusia 6 tahun akhir-akhir ini juga sering sakit.
"Ramainya berita gagal ginjal akut yang dialami oleh anak dan diduga karena mengonsumsi obat sirup, khususnya parasetamol, sempat membuat saya panik dan bingung. Pasalnya, saya memiliki anak usia 4 tahun yang nyaris setiap bulan mengalami sakit, entah sekadar demam atau batuk-pilek yang juga disertai demam," ujar Amanda.
Ia juga menjelaskan obat sirup untuk anak menjadi andalan untuk penanganan pertama karena rumahnya jauh dari fasilitas kesehatan. Sehingga ketika apotek tidak boleh menjual obat sirup, hal itu cukup meresahkan.
Ia kini juga menyiapkan obat penurun demam yang diberikan lewat dubur karena pengalaman anaknya pernah kejang akibat demam.
"Parasetamol menjadi obat wajib di rumah kami karena anak pernah mengalami kejang saat demam. Demam yang awalnya di suhu yang 37,5 mendadak menjadi 39 dan kemudian langsung kejang. Mengingat rumah kami jauh dari fasilitas kesehatan mumpuni seperti rumah sakit, parasetamol menjadi solusi sementara, sembari melihat perkembangan demam anak, apakah sudah menurun atau justru semakin parah," kata Amanda.
"Hari ini anak saya mendadak panas tinggi sepulang sekolah, dan saya tetap memberikan parasetamol karena klinik BPJS kami sedang disteril. Stok parasetamol akan selalu ada dan sementara kami konsumsi," imbuhnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya...
            
            
            
            
            (aku/rih)