Pemerintah Kota Semarang mulai menegakkan aturan larangan memberikan uang kepada pengemis, gelandangan, dan orang terlantar (PGOT). Kasatpol PP, Kota Semarang, Fajar Purwoto, mengatakan rencana penegakkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2014 tentang PGOT dan Perda Nomor 5 Tahun 2017 tentang Ketertiban Umum sudah dia sampaikan beberapa waktu lalu.
"Kita perdana, sudah masif sosialisasikan. Masyarakat Kota Semarang tahu tanggal 3 (Oktober) ada penegakan Perda," kata Fajar di kantor Kelurahan Pedurungan Kidul, Kota Semarang, Senin (3/10/2022).
Dalam razia tersebut diamankan empat orang yang terdiri dari dua remaja pengamen, badut, dan pengemis dengan modus membersihkan mobil di traffic light. Mereka dibawa ke kantor Kelurahan Pedurungan Kidul untuk sidang tipiring dengan berkoordinasi dengan Pengadilan Negeri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami akan lakukan penertiban dengan Dinsos untuk pembinaan di Resos," jelasnya.
Terkait soal sanksi untuk pemberi uang kepada PGOT di pinggir jalan, kata Fajar, juga bakal ditindak. Sidang tipiring juga bakal dijalani bagi para pelanggar.
"Perda jelas, tidak boleh berikan di jalan umum atau traffic light. Ada sanksi kurungan 3 bulan atau denda Rp 1 juta, ini tidak main-main. Ini memberi berupa uang atau apapun," tegasnya.
Lalu bagaimana dengan masyarakat yang sering memberi makan PGOT saat hari Jumat sebagai bentuk kegiatan Jumat berkah?
Fajar menegaskan Jumat berkah bisa disalurkan ke tempat yang layak.
"Satpol PP itu juga beri Jumat berkah, kita salurkan lewat masjid," tegasnya.
Ia menyebut Perda itu ditegakkan untuk menertibkan jalanan dari PGOT. Dia mengklaim jumlah PGOT di Semarang sudah berkurang.
"Kami buat jadwal dengan Dinsos, sebulan dua kali (operasi). Terus sidang tipiring nanti kirim ke PN," ujarnya.
Kepala Seksi Tuna Susila dan Perdagangan Orang (Kasi TSPO) Dinas Sosial Kota Semarang, Bambang Sumedi, mengatakan para PGOT yang diamankan mayoritas justru dari luar Kota Semarang. Pihaknya akan berkoordinasi dengan Dinsos tempat asal mereka untuk dikembalikan.
"Kalau dari Kota Semarang akan asesmen sampai rumah. Kita akan berusaha penuhi kebutuhan dasar misal pendidikan," kata Bambang.
Sementara itu salah seorang PGOT yaitu A (17) warga Demak, mengaku dirinya sudah empat tahun hidup berpindah di jalanan.
"Sudah sejak keluar SMP saya di jalan. Ayah ibu pisah, saya hidup sama nenek. Kadang sehari pulang, terus ke jalan lagi," kata A saat sedang di data.
Sementara itu NH, yang sehari-hari mengamen berkostum badut diamankan di daerah Taman Madukoro. NH merasa dirinya apes karena ini hari pertama dia turun ke jalan untuk mengadu nasib. Dia menyewa kostum ke temannya dengan harga Rp 30 ribu per hari.
"Ini nyewa sehari Rp 30 ribu. Ini baru pertama, hari ini. Kapok aku," ujar NH.
(sip/apl)