Mengingat Momen Pilu Evakuasi 7 Jenazah Pahlawan Revolusi di Lubang Buaya

Nasional

Mengingat Momen Pilu Evakuasi 7 Jenazah Pahlawan Revolusi di Lubang Buaya

Tim detikNews - detikJateng
Sabtu, 01 Okt 2022 10:08 WIB
Sejarah Lubang Buaya dikenal sebagai tempat pembuangan tujuh jenazah korban pemberontakan G30S PKI. Aksi G30S PKI terjadi pada tanggal 30 September 1965.
Lubang Buaya. (Foto: DIC)
Solo -

Tujuh orang terdiri dari enam jenderal dan seorang perwira menengah tewas mengenaskan dalam Gerakan 30 September yang dipimpin oleh Letkol Untung. Ketujuh jenazah itu dikubur di Lubang Buaya pada 1 Oktober 1965. Siapa para pengangkut jenazah ini dan bagaimana suasananya kala itu?

Dilansir detikNews, sumur yang ada di Lubang Buaya, Jakarta Timur itu berdiameter 75 senti meter dan kedalaman 12 meter. Ketujuh jenazah itu sengaja dimasukkan ke dalam sumur untuk menghilangkan jejak.

Namun dua hari kemudian tepatnya 3 Oktober 1965, atas laporan dari Agen Polisi Dua Sukitman TNI AD, sumur itu berhasil ditemukan.

Sulitnya Evakuasi

Namun pasukan RPKAD yang dipimpin Letnan Sintong Panjaitan tak kuasa melakukan evakuasi. Selain hari mulai gelap, perlengkapan pun amat terbatas. Akhirnya, kata Sintong dalam buku 'Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando', Pangkostrad Mayor Jenderal Soeharto meminta bantuan Panglima KKO (Marinir) Mayjen Hartono.

Prajurit marinir yang diminta bertugas adalah Lettu Mispan. Sehari-hari dia sebetulnya bertugas di Surabaya tapi hari itu tengah di Jakarta untuk suatu urusan.

Mispan mengajak dua temannya, Pembantu Letnan Satu (Peltu) Kandouw dan PeltuSugimin. Kala itu Kandouw adalah anggota Sipam (Sekolah Intai para Amfibi), dan Sugimin anggota pasukan Kipam (Kompi Intai para Amfibi).

Oleh Letnan Niswan Sutarto, atasan Mispan, Kandouw diminta mencari teman-temannya untuk diajak ke Lubang Buaya.

"Jadi ketemu di jalan, ayo Min (Sugimin) melok (iku). Nang endi (ke mana)? Lubang buaya. Mereka nggak tahu Lubang Buaya iku opo (itu apa). Cuma ketemu di jalan, saya nunjuk-nunjuk begitu saja. Ada 9 orang," tutur Kandouw saat ditemui detikcom, Selasa (19/9/2017), di kediaman Sugimin di Surabaya.

Menjelang tengah malam, Kandouw melanjutkan, terkumpul sembilan anggota KKO. Mereka terdiri dari satu dokter gigi, satu dokter umum, dan sopir.

Pada 4 Oktober 1965 dini hari pukul 04.00 WIB, rombongan KKO berangkat menuju Lubang Buaya tanpa tahu lokasi persisnya.

Kandouw hanya tahu bahwa Lubang Buaya ada di daerah Halim dekat Cililitan. Setelah dua jam berputar-putar di Cililitan akhirnya mereka sampai di Halim.

Namun ternyata pasukan RPKAD tak mengizinkan mereka masuk ke lokasi. Adu mulut pun sempat terjadi di antara dua kelompok prajurit pasukan elit tersebut.

Sementara di lokasi Lubang Buaya, pasukan RPKAD dalam keadaan tegang. Ketegangan baru bisa diatasi tatkala Mayjen Soeharto datang. "Mana anak-anak KKO yang saya minta datang ke sini?" tanya Soeharto.

"Langsung namanya Kapten Sukendar masuk, terus laporan. Mereka KKO yang akan menolong sudah ada di depan. Suruh mereka masuk. Baru kita diperbolehkan masuk," kata Kandouw.

Menjelang tengah hari, evakuasi dimulai dipimpin oleh Komandan KIPAM KKO-AL Kapten Winanto. Satu persatu pasukan KKO dan satu prajurit RPKAD turun ke dalam sumur yang sempit itu.



Simak Video "Penampakan Jalur Alternatif Kudus-Sukolilo Kebanjiran, Sudah 3 Bulan"
[Gambas:Video 20detik]

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT