PKS Sebut Solo Kota dengan Kemiskinan Tertinggi di Jateng, Ini Data BPS

PKS Sebut Solo Kota dengan Kemiskinan Tertinggi di Jateng, Ini Data BPS

Bayu Ardi Isnanto - detikJateng
Senin, 19 Sep 2022 20:06 WIB
Perkampungan di Kota Solo.
Permukiman padat penduduk di Kota Solo. Foto: Ahmad Rafiq/detikJateng
Solo -

Juru bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Muhammad Kholid yang menyebut angka kemiskinan Solo tertinggi di tingkat kota se-Jawa Tengah. Adapun Badan Pusat Statistik (BPS) memiliki data tentang kemiskinan di Jawa Tengah.

Seperti diketahui, Jawa Tengah memiliki 29 kabupaten dan 6 kota. Seperti apa data kemiskinannya?

Koordinator Fungsi Statistik Sosial BPS Solo, Bambang Nugraha, membenarkan bahwa angka kemiskinan Kota Solo tertinggi di tingkat kota se-Jateng. Solo tertinggi dari 6 kota yang ada di Jateng.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau dibandingkan 6 kota, Solo tertinggi dengan 9,40 persen. Tapi kalau dengan 35 kota/kabupaten Jateng, Solo peringkat 11 terendah," kata Bambang saat dihubungi detikJateng, Senin (19/9/2022).

Namun demikian, kata Bambang, dalam melihat angka kemiskinan juga harus memperhatikan faktor lainnya, termasuk karakteristik lapangan.

ADVERTISEMENT

"Dari sisi kepadatan, Solo terpadat penduduknya. Melihat kemiskinan itu kita melihat karakteristik lapangannya juga, seperti tingkat kepadatan, budaya," ujarnya.

Dia pun memberikan data angka kemiskinan kota/kabupaten se-Jawa Tengah. Daerah dengan angka kemiskinan tertinggi ialah Kabupaten Kebumen dengan 17,83 persen.

"Paling rendah Semarang dengan 4,56 persen. Paling tinggi Kebumen 17,83 persen," ujarnya.

Sebelumnya, Gibran juga telah menepis pernyataan jubir PKS itu. Sebab menurutnya Solo bukanlah daerah dengan angka kemiskinan tertinggi di Jawa Tengah.

"Sebetulnya daerah lain banyak yang lebih tinggi, tapi tidak usah disebutkan. Ya kurang fair aja," kata Gibran saat ditemui di Balai Kota Solo, Senin (19/9)

Namun dia mengakui ada penambahan angka kemiskinan pada tahun 2021 yang diduga dampak dari COVID-19. Peningkatan tersebut yakni dari 9,03 menjadi 9,4 persen.

"Ketika COVID memang ada peningkatan 0,37 persen. Makanya kita sedang berupaya untuk menurunkan itu, dari tahun ke tahun trennya kan menurun terus," jelasnya.




(ahr/rih)


Hide Ads