Universitas Negeri Semarang (Unnes) menyoroti Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Hal itu karena dalam RUU tersebut tidak mencantumkan peran Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) sebagai Perguruan Tinggi Penghasil Calon Guru profesional dan berkualitas.
"Dalam RUU Sisdiknas yang saat ini, secara eksplisit tidak mencantumkan pasal yang membahas tentang peran dan fungsi LPTK. Ini menjadi perhatian Unnes dan bagian yang harus diperjuangkan bersama sebagai LPTK," kata Rektor Unnes Prof Fathur Rokhman dalam keterangannya, Kamis (8/9/2022).
Hal itu juga diungkapkan Fathur saat membuka Forum Group Discussion (FGD) tanggapan atas RUU Sisdiknas di gedung Rektorat Unnes. Ia menegaskan LPTK memiliki peran penting dalam menyiapkan guru unggul dan profesional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau ini hilang maka investasi yang dilakukan oleh pemerintah dalam mendirikan perguruan tinggi dengan Prodi pendidikan atau LPTK ini akan sia-sia untuk mendukung SDM unggul," ujarnya.
Fathur menjelaskan LPTK dibutuhkan untuk menghasilkan guru profesional, maka seharusnya LPTK perlu ada di RUU Sisdiknas. Guru, lanjut Fathur, merupakan profesi yang berperan strategis dalam sistem pendidikan nasional dan harus memiliki standar kualifikasi dan kompetisi.
"Hal ini tidak bisa dipungkiri karena LPTK merupakan satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan dalam melaksanakan program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan non-kependidikan," jelasnya.
Pihaknya menyambut positif adanya perubahan regulasi karena perubahan pendidikan di Indonesia tidak bisa dielakkan. Namun Fathur juga mengusulkan kepada pemerintah terkait RUU Sisdiknas agar dikaji lebih mendalam dan komprehensif.
"Saya kira semakin banyak yang memberikan masukan akan menunjukkan bahwa undang-undang ini memang undang-undang yang punya posisi strategis dalam pendidikan. Untuk itu hari ini Unnes mengusulkan usulan terkait dengan RUU Sisdiknas. Ini bukan sekadar usulan, karena ini sudah didiskusikan dan dikaji berdasarkan data oleh pakar pendidikan, pakar hukum, dan pakar terkait lainnya yang ada di Unnes," tegasnya.
Selengkapnya di halaman selanjutnya...
Dalam siaran persnya, Fathur mengatakan FGD tanggapan atas RUU Sikdiknas sudah dilakukan dan dihadiri narasumber Prof Dr R Benny Riyanto MHum selaku Ketua LP2M, Dr Ngabiyanto MSi Ketua LP3, Dr Edy Purwanto MSi Dekan FIP, dan Prof Dr Mungin Eddy Wibowo MPd Kons Guru Besar FIP yang dimoderatori oleh Muhammad Azil Maskur SH MH.
Disebutkan pula 3 hal yang disoroti soal RUU Sikdiknas pada diskusi tersebut, yaitu:
- Pertama, RUU Sisdiknas mereduksi peran Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan tereduksi. Pada UU Guru dan Dosen, LPTK mempunyai peran yang jelas yaitu perguruan tinggi yang diberi tugas oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan program pengadaan guru. Akan tetapi dalam RUU Sisdiknas, LPTK tidak tercantum, bahkan membuka peluang bagi semua perguruan tinggi menyelenggarakan pendidikan profesi guru. Di samping hal tersebut, pereduksian LPTK terlihat dari syarat menjadi guru hanya lulus pendidikan profesi guru, tidak mesti harus sarjana pendidikan. Profesi guru yang terbuka dari semua lulusan bukan hanya dari sarjana pendidikan, tentu akan berdampak pada kualitas peserta didik, karena seorang guru harus mempunyai kemampuan pedagogi dan kemampuan afektif yang telah dibekalkan pada lulusan dari program studi kependidikan.
- Kedua, tidak ada jaminan keberlangsungan tunjangan profesi guru dan dosen baru. Rumusan RUU Sisdiknas yang membatasi jaminan adanya tunjangan profesi guru dan dosen bagi guru dan dosen yang telah menerima tunjangan profesi merupakan bentuk lepas tangan pemerintah terhadap kesejahteraan guru. Ini dapat berakibat pada kualitas guru dan dosen yang berdampak pada kualitas pendidikan yang diterima para pelajar. Hal ini merupakan kemunduran dalam Sistem Pendidikan Nasional yang menjadikan kesejahteraan guru menjadi prioritas. UU Guru dan Dosen saat ini telah menjamin bahwa tunjangan profesi merupakan hak guru dan dosen bahkan tercantum jelas bahwa tunjangan profesi bersumber dari APBN atau APBD.
- Ketiga, hilangnya pendidikan kewarganegaraan dalam mata pelajaran wajib atau mata kuliah wajib. RUU Sisdiknas dalam penjelasannya, pendidikan kewarganegaraan dimasukkan dalam pendidikan Pancasila. Akan tetapi penggabungan ini merupakan kemunduran karena materi muatan pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan Pancasila berbeda. Sebagai bahan perbandingan bahwa dalam UU Sisdiknas Tahun 2003 telah dibedakan antara pendidikan Pancasila dan pendidikan kewarganegaraan.