Orang-orang berduit di Jawa Tengah pernah merasakan hidup tidak nyaman di sekitar tahun 1987. Saat itu, komplotan perampok licin di bawah pimpinan Slamet Gundul yang bersarang di Semarang bergentayangan.
Wilayah operasi Slamet Gundul sebenarnya tidak hanya di Jawa Tengah. Dikutip dari buku Kriminologi Suatu Pengantar karya Nursarini Simatupang dan Faisal, namanya justru mulai dikenal saat masih sering beroperasi di Jakarta.
Sepak terjangnya di dunia kejahatan dimulai sekitar tahun 1980-an. Jakarta menjadi tempatnya belajar untuk merampok. Tidak semua aksinya berhasil. Dia beberapa kali tertangkap hingga dijebloskan ke bui.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia tercatat pernah ditahan satu bulan di Polres Jakarta Utara, delapan bulan di Polres Jakarta Selatan, dan empat bulan di Polda Metro Jaya. Namun hal itu tidak membuatnya kapok. Dia justru semakin mengasah kemampuannya.
Slamet Gundul disebut-sebut menjadi otak atas belasan perampokan di Jakarta. Rata-rata korbannya merupakan nasabah bank. Aksi bandit licin itu memusingkan kepolisian setempat.
Kabur dari Penyergapan
Sekitar tahun 1987, polisi mengendus keberadaan Slamet Gundul di bilangan Pondok Kopi, Jakarta Timur. Dua regu reserse dari Polda Metro Jaya dikerahkan untuk menangkapnya.
Para polisi itu berhasil mengepung rumah itu. Dua anggota polisi bahkan berhasil masuk rumah. Namun, penjahat licin bagai belut itu mampu lolos dengan cara tidak disangka-sangka.
Bermodal dua pistol di tangannya, Slamet Gundul bisa lolos melompati pagar rumahnya yang tingginya sekitar 2 meter. Dia melepaskan tembakan secara membabi buta.
Di balik tembok rumahnya, dia langsung lari dan mencuri sebuah metromini yang sedang dicuci. Hari itu dia masih bisa lolos dari penyergapan.
Namun, masih di tahun yang sama, polisi akhirnya berhasil menangkap Slamet Gundul dan komplotannya. Mereka pun harus menghadapi persidangan di pengadilan.
Hakim mengganjar hukuman untuk Slamet Gundul dan kawan-kawannya, masing-masing penjara selama tiga tahun. Usai vonis dibacakan, polisi menggelandang mereka menuju mobil tahanan.
Predikat sebagai penjahat licin kembali dibuktikan. Saat keluar dari pengadilan, Slamet Gundul yang dikawal polisi berhasil lolos. Mereka lari menggunakan sepeda motor yang tiba-tiba saja tersedia di halaman pengadilan.
Petualangan Slamet Gundul di Semarang di halaman selanjutnya
Bermarkas di Semarang
Dalam pelariannya, Slamet pindah ke Kota Semarang, Jawa Tengah. Di kota itu, mereka tinggal di kawasan Barutikung, Semarang Utara, yang dikenal sebagai sarang preman. Ia memulai babak baru mengumpulkan semua temannya untuk meningkatkan aksi kejahatannya. Merampok bank, nasabah bank, dan sejumlah orang kaya di Jawa Tengah.
Di Semarang, Slamet Gundul membuat orang-orang berduit merasa hidup tidak nyaman. Selama dua tahun di bertanggung jawab terhadap serangkaian aksi perampokan di Jawa Tengah.
Dikutip dari detikX, sepanjang 1989, total hasil rampokannya mencapai Rp 159,5 juta. Jumlah yang sangat fantastis untuk saat itu.
Dari jumlah itu, di antaranya hasil merampok juragan tembakau di Kendal senilai Rp 23 juta, juragan ikan Rp 40 juta, menggondol uang milik Universitas Islam Sultan Agung (Unisula) Semarang Rp 34 juta, nasabah Bank BCA Peterongan senilai Rp 28,5 juta, dan Rp 34 juta dari karyawan PT Nyonya Meneer Semarang.
Sepanjang aksinya, dia beberapa kali nyaris tertangkap. Dia pernah harus lari menghindari kejaran tim dari Polrestabes Semarang. Uniknya, dia lari ke permukiman padat penduduk sambil menyebar uang hasil rampokan. Masyarakat yang berebut uang membuat polisi kesulitan menangkapnya.
Dia juga pernah nyaris tertangkap saat beraksi di Klaten. Sempat terjadi adu tembak antara polisi dan komplotannya. Beberapa anak buahnya tewas tertembak. Slamet Gundul yang tertembak di bahu berhasil lolos dan lari ke Jakarta.
Akhir Petualangan Slamet Gundul
Penyergapan yang menewaskan sejumlah anak buah tidak membuatnya kapok. Dia lari ke Jakarta dan kembali melakukan aksi kejahatan. Dia membegal karyawan CV Bambu Gading, yang sedang membawa gaji karyawan Rp 10 juta, di Kampung Bali, Jakarta Pusat.
Polisi yang melihat kejadian itu langsung menyergapnya. Dua anak buah Slamet Gundul tewas tertembak. Namun, seorang polisi gugur terkena peluru. Sedangkan Slamet Gundul lagi-lagi lolos.
Akhirnya, Slamet Gundul memilih lari lebih jauh, ke Jawa Timur. Provinsi yang merupakan tempat kelahirannya itu sekaligus menjadi tempat akhir dari persembunyiannya.
Dia harus menyerah lantaran dikepung oleh 30 polisi saat turun dari sebuah angkutan umum. Dia tidak lari lagi dan bersedia menghadapi sidang pengadilan tanpa perlawanan. Di akhir 1991, dia mulai menjalani vonisnya dengan menghuni LP Cipinang.