Cerita Kelam Sungai Pandansimping Klaten, Pernah Jadi Kuburan Massal 1965

Achmad Hussein Syauqi - detikJateng
Kamis, 25 Agu 2022 17:00 WIB
Sungai dan jembatan Pandansimping, Klaten yang pernah jadi kuburan massal PKI. Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng.
Klaten -

Sungai Pandansimping di perbatasan Kecamatan Jogonalan dan Prambanan, Klaten, Jawa Tengah punya sejarah horor yang dipercaya sebagai tempat kuburan massal. Di sungai itu ratusan bahkan disebut hingga seribuan orang tahanan partai komunis Indonesia (PKI) dieksekusi tahun 1965.

"Betul di situ dulu untuk eksekusi tahanan PKI tahun 1965. Jumlahnya ya mungkin ratusan seingat saya," kata Kades Somopuro, Kecamatan Jogonalan, Supriyadi, kepada detikJateng, Kamis (25/8/2022) siang.

Supriyadi menceritakan saat kejadian dirinya masih duduk di bangku SD. Truk aparat biasanya datang dan transit di desanya.

"Dulu dekat rumah untuk transit truk aparat, transitnya di desa saya. Terus dibawa ke sungai yang Utara masuk desa Geneng, Kecamatan Prambanan dan selatan jembatan masuk desa Somopuro," terang Supriyadi.

Maryanto (80) warga setempat yang juga saksi sejarah menuturkan, di zaman 1965 wilayah Klaten banyak pengikut PKI. Setelah geger gerakan 30 September 1965 di Jakarta eksekusi mulai dilakukan.

"Selang beberapa hari setelah meletus kejadian 30 September 1965 mulai ada eksekusi beberapa orang di situ. Setelah itu kadang enam orang yang ditembak satu malam," kata Maryanto kepada detikJateng.

Lebih lanjut Maryanto mengungkap, setelah dieksekusi warga sekitar diminta untuk mengubur jenazah. Termasuk dirinya dan sang adik yang ikut mengubur.

"Saya dan adik saya malam-malam dibawa ke sungai oleh tentara, ya takut. Ternyata sampai tanggul hanya diminta menguburkan jenazah PKI, dan tidak dibayar," jelas Maryanto yang warga Desa Somopuro, Kecamatan Jogonalan.

Yang ditembak di sungai itu, kata Maryanto, adalah para tokoh PKI dari berbagai daerah. Eksekusi berlangsung sekitar 2-3 bulan sejak Oktober 1965.

Sungai dan jembatan Pandansimping, Klaten yang pernah jadi kuburan massal PKI. Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng

"Ditembaki itu biasanya sejak sore sampai pagi, tiap malam ada yang ditembak, itu sampai sekitar tiga bulan. Di awal, mayat tidak boleh dikubur warga, lalu setelah itu tentara minta jenazah dikuburkan meskipun tidak layak," sambung Maryanto.

Selama eksekusi, kenang Maryanto, pernah ada eksekusi dalam jumlah besar. Jumlahnya, kata dia, ratusan atau mungkin seribuan orang.

"Saat itu eksekusinya siang hari, hanya satu hari tapi jumlahnya sekitar seribuan. Lokasinya di Utara jembatan, yang menggali lubang ya sesama tahanan sendiri," papar Maryanto.

Setelah tanah digali, sambung Maryanto, tahanan secara bergiliran diminta menghadap ke seberang sungai. Posisinya berjajar dengan jempol tangan diikat.

"Jempolnya ditali dan disuruh menghadap ke barat, setelah itu ditembak. Dulu sepanjang tepi sungai ini kan tanahnya pasir semua," imbuh Maryanto.

Horor itu ungkap Maryanto terus berlanjut setelah eksekusi mati selesai. Setelah eksekusi berhenti musim hujan tiba sehingga pasir di tepi sungai hanyut.

"Banjir besar setelah itu sehingga mayat banyak yang hanyut. Ada yang tidak hanyut tapi terlihat tangan, kaki dan badannya, sehingga warga takut ke sungai," tambah Maryanto.

Baca selengkapnya di halaman berikutnya...



Simak Video "Video Daftar Peraih detikJateng-Jogja Awards' Figur Akselerator Pembangunan'"


(apl/apl)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork