Tiap memasuki bulan Dzulhijah, sering muncul pertanyaan seputar 'bolehkah orang yang akan menunaikan ibadah kurban itu memotong rambut dan kukunya?' Ada dua pendapat ulama soal ini. Yang jelas, dua pendapat ini berlaku untuk orang yang akan berkurban saja. Bagi yang tidak, silakan saja potong rambut dan kuku.
Dikutip dari detikNews, hukum memotong kuku dan rambut bagi orang yang akan melaksanakan kurban itu sudah menjadi pembahasan para ulama sejak zaman dulu. Ada dua pendapat ulama mengenai hal itu. Dirangkum dari beberapa sumber, berikut penjelasannya.
1. Berawal Dari Hadis Ini
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hukum tentang memotong rambut dan kuku pada awal bulan Dzulhijah itu berawal dari hadis riwayat Ummu Salamah ini. Hadis ini termaktub dalam banyak kitab hadis. Ummu Salamah pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda:
إذا دخل العشر من ذي الحجة وأراد أحدكم أن يضحي فلا يمس من شعره ولا بشره شيئا حتى يضحي
Artinya: "Apabila sepuluh hari pertama Dzulhijjah telah masuk dan seorang di antara kamu hendak berkurban, maka janganlah menyentuh rambut dan kulit sedikitpun, sampai (selesai) berkurban," (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan lain-lain).
Dari hadis ini, muncul dua pendapat ulama. Pendapat pertama menyatakan dalam hadis itu Nabi mengingatkan orang yang hendak berkurban agar tidak memotong kuku dan rambutnya dulu. Pendapat kedua mengatakan, yang dilarang bukan memotong kuku dan rambut orang yang hendak berkurban (al-mudhahhi), melainkan kuku dan rambut hewan kurban (al-mudhahha).
2. Pendapat Pertama
Pendapat pertama menyatakan dalam hadis itu Nabi mengingatkan kepada orang yang hendak berkurban agar tidak memotong kuku dan rambutnya dulu. Peringatan itu berlaku sejak awal bulan Dzulhijah sampai ia telah selesai berkurban.
Masih ada perbedaan pendapat lagi tentang hukum potong rambut dan kuku bagi orang yang akan berkurban. Ada yang mengharamkan, makruh, dan mubah. Seorang ulama ahli hadis yang bermazhab Hanafi, Mulla `Ali al-Qari rahimahullah, dalam kitab Mirqatul Mafatih menyimpulkan:
الحاصل أن المسألة خلافية، فالمستحب لمن قصد أن يضحي عند مالك والشافعي أن لا يحلق شعره، ولا يقلم ظفره حتي يضحي، فإن فعل كان مكروها. وقال أبو حنيفة: هو مباح ولا يكره ولا يستحب، وقال أحمد: بتحريمه
Artinya, "Intinya ini masalah khilafiyah: menurut Imam Malik dan Syafi'i disunahkan tidak memotong rambut, dan kuku bagi orang yang berqurban, sampai selesai penyembelihan. Bila dia memotong kuku ataupun rambutnya sebelum penyembelihan, maka dihukumi makruh. Sementara Abu Hanifah berpendapat memotong kuku, dan rambut itu hanyalah mubah (boleh), tidak makruh jika dipotong dan tidak sunah pula bila tidak dipotong. Adapun Imam Ahmad mengharamkannya untuk dipotong."
3. Pendapat Kedua
Pendapat kedua menyatakan bahwa yang dilarang adalah memotong bulu dan kuku hewan kurban, bukan kuku atau rambut orang yang ingin berkurban. Alasannya, karena bulu, kuku, dan kulit hewan kurban tersebut akan menjadi saksi di hari akhirat kelak.
Pendapat tersebut tidak populer dalam kitab fikih, terutama fikih klasik. Bahkan Mulla `Ali Al-Qari Rahimahullah menyebut dalam kitab Mirqatul Mafatih, sebagai pendapat gharib (aneh/unik/asing). Namun oleh almarhum Kiai Ali Mustafa Yaqub, pendapat kedua ini dikuatkan. Dalam kitabnya At-Turuqus Shahihah fi Fahmis Sunnatin Nabawiyah, Kiai Ali mengatakan memahami hadis Ummu Salamah di atas perlu dikomparasikan dengan riwayat Aisyah yang berbunyi sebagai berikut.
ما عمل آدمي من عمل يوم النحر أحب إلى الله من إهراق الدم، إنه ليأتي يوم القيامة بقرونها وأشعارها وأظلافها. وإن الدم ليقع من الله بمكان قبل أن يقع من الأرض فطيبوا بها نفسا
Artinya, "Rasulullah SAW mengatakan, 'Tidak ada amalan anak Adam yang dicintai Allah pada hari Idhul Adha kecuali berkurban. Karena ia akan datang pada hari kiamat bersama tanduk, bulu, dan kukunya. Saking cepatnya, pahala kurban sudah sampai kepada Allah sebelum darah hewan sembelihan jatuh ke tanah. Maka hiasilah diri kalian dengan berkurban (HR Ibnu Majah).
dan hadits riwayat al-Tirmidzi:
لصاحبها بكل شعرة حسنة
Artinya, "Bagi orang yang berkurban, setiap helai rambut (bulu hewan kurban) adalah kebaikan," (HR At-Tirmidzi).
Berdasarkan pertimbangan dua hadis ini, Kiai Ali menyimpulkan yang dilarang Nabi itu bukan memotong rambut, dan kuku orang yang berkurban, tapi hewan kurban. Sebab, rambut dan kuku hewan itulah yang nanti menjadi saksi di akhirat kelak.
Kedua pendapat di atas merupakan upaya masing-masing ulama memahami dalil. Yang perlu ditegaskan adalah konteks hadis di atas tertuju bagi orang yang berkurban saja, bukan untuk semua orang. Bagi orang yang tidak berkurban, tidak masalah jika ia akan memangkas rambut atau memotong kuku.
(dil/ams)