Hari Bhayangkara seperti tak pernah lepas dari nama Jenderal Polisi (Purn) Hoegeng Iman Santoso. Tiap 1 Juli, kisah Pak Hoegeng dikenang kembali, tak lupa menyertakan kelakar Presiden Gus Dur soal "tiga polisi jujur di Indonesia". Sebenarnya masih banyak polisi yang patut dikenang jasanya. Moehammad Jasin salah satunya. Siapa beliau?
Dikutip dari laman resmi Polri, Komisaris Jenderal Polisi (Purn) Dr. H. Moehammad Jasin baru mendapat gelar pahlawan nasional pada 4 November 2015 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 116/TK/Tahun 2015.
Sejumlah literatur menyebut M Jasin lah yang memproklamasikan Polisi Republik Indonesia pada 21 Agustus 1945. Jasin yang diakrab disebut sebagai Bapak Brimob itu juga punya andil besar dalam Pertempuran Surabaya yang puncaknya terjadi pada 10 November 1945.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, M Jasin belum sepopuler Brigadir Karel Satsuit (KS) Tubun, polisi pertama yang mendapat gelar pahlawan. Hingga kini, nama KS Tubun diabadikan di jalan-jalan arteri di berbagai kota. Untuk diketahui, KS Tubun mendapat gelar pahlawan revolusi karena gugur tertembak saat piket di rumah Wakil perdana Menteri Leimena pada 1 Oktober 1965.
Peran M Jasin dalam Pertempuran Surabaya
Dalam buku Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang, Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia (PT Gramedia Pustaka Utama, 2010), pemimpin Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI) Bung Tomo, menyatakan Pembela Tanah Air (PETA) yang diharapkan memberikan dukungan pada perjuangan rakyat telah dilucuti senjatanya oleh Jepang.
"Untung Ketika itu M Jasin tampil memimpin Pasukan Polisi Istimewa yang berbobot tempur militer untuk mendukung dan memelopori perjuangan di Surabaya," kata Bung Tomo, salah satu pejuang terkemuka dalam peristiwa 10 November 1945 itu.
Pernyataan senada disampaikan DR. H. Roeslan Abdulgani yang menyebut M Jasin dan Polisi Istimewa yang dipimpinnya sebagai modal pertama perjuangan di Surabaya.
1. Melucuti Senjata Jepang
Beberapa hari setelah Sukarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI, Kesatuan Polisi Istimewa di Surabaya menahan pimpinan dan anggota lain yang berkebangsaan Jepang. Korps Kepolisian Khusus itu di bawah pimpinan M Jasin yang saat itu berpangkat Inspektur Polisi Kelas I.
"Orang-orang Jepang dan pimpinan markas kami tahan, sedangkan hubungan telepon keluar kami putus," kata M Jasin dalam memoarnya. Tak hanya itu, M Jasin dan rekan-rekannya juga membongkar gudang senjata dan mengeluarkan semua perbekalan perang, amunisi, juga mobil berlapis baja dan truk.
Hal itu dilakukan karena sejumlah organisasi militer lain telah dilucuti senjatanya oleh Jepang tak lama setelah proklamasi kemerdekaan RI.
2. Memproklamasikan Polisi RI
Pada Selasa pagi, 21 Agustus 1945, M Jasin membacakan teks proklamasi Polisi RI. Proklamasi itu diputuskan dalam rapat pada hari sebelumnya yang membahas tentang perlunya untuk segera mengambil sikap guna mempertahankan kemerdekaan RI.
3. Menerobos Markas Kempetai
Pada 19 September 1945, terjadi penyobekan warna biru bendera Belanda (hingga menyisakan warna merah dan putih saja) di Hotel Yamato Jalan Tunjungan Surabaya. Insiden itu berujung dengan tertembaknya seorang pejuang oleh serdadu Jepang.
Mengira Jepang bekerja sama dengan Sekutu dalam memberikan peluang kepada Belanda untuk kembali menjajah Indonesia, rakyat Surabaya pun menyerbu Gedung Kempetai, benteng pertahanan Jepang. Penyerbuan itu disambut berondongan senapan mesin. Banyak pejuang gugur.
Agar tak semakin banyak korban dari kalangan pejuang, M Jasin menerobos markas Kempetai tanpa perlindungan. Di markas itu, M Jasin menemui mayor Kempetai, Takahara.
"Lebih baik Kempetai menyerah. Saya yang bertanggung jawab," kata M Jasin dalam memoarnya. Singkat cerita, Takahara pun menurunkan bendera Jepang di depan markasnya yang disambut pekik merdeka dari para pejuang.
4. Menggempur Sekutu
Pasukan Sekutu mulai mendarat di Surabaya pada 25-26 Oktober 1945. Pada 27 Oktober, Sekutu mulai melucuti senjata sebagian pejuang Surabaya dan menembakkan mortir ke pos-pos pertahanan. Keesokan harinya, 28 Oktober, semua organisasi pejuang mulai bergerak menggempur Sekutu.
"Gerakan penyerangan serentak itu bermula dari kesatuan PRI yang saya pimpin, yang bermarkas di kompleks Koblen," kata M Jasin. Beruntung M Jasin dan anggotanya telah menyelamatkan gudang senjata dari markasnya. Sehingga dalam pertempuran melawan Sekutu, pasukan M Jasin masih dilengkapi senjata berat dan kendaraan lapis baja.
5. Gerilya Usai Tewasnya Mallaby
Terbunuhnya Brigjen Mallaby, komandan Sekutu itu menimbulkan goncangan berat pada pasukannya. Sehingga pada 10 November 1945, Sekutu melancarkan serangan besar-besaran terhadap Surabaya. Serangan dilancarkan dari tiga penjuru, yaitu laut, darat, dan udara.
Meski demikian, M Jasin memutuskan tak menarik mundur pasukannya. Bahkan sebaliknya, dia mendorong pasukannya agar terus melancarkan serangan dan melindungi pasukan organisasi pejuang yang bergerak mundur ke pinggiran kota.
"Saya pikir, Ketika itu, pasukan saya adalah motivator terpenting bagi para pejuang. Bila pasukan PRI mundur, hal itu pasti akan memengaruhi semangat juang mereka. Karena itu, dalam menghadapi gerak maju Sekutu, saya mengatur strategi perang gerilya menggantikan strategi perang frontal." Kata
Perang gerilya yang kekuatannya bersandar pada rakyat di kampung-kampung itu membingungkan Sekutu. Dalam pertempuran siang-malam sekitar tiga pekan itu pihak Indonesia kehilangan lebih dari sepertiga jumlah penduduk Surabaya yang berjumlah enam ribu jiwa. Tak bisa dipungkiri, perjuangan di Surabaya itu menentukan kelanjutan kemerdekaan Indonesia.