Sejarah Perjalanan Polisi Sejak Indonesia Merdeka sampai Reformasi

Sejarah Perjalanan Polisi Sejak Indonesia Merdeka sampai Reformasi

Tim detikJateng - detikJateng
Jumat, 01 Jul 2022 07:15 WIB
Para Prajurit Polisi Wanita menujukkan kemampuan mengemudi motor gedenya saat gladi bersih upacara bersama wanita TNI-Polri di kawasan Monumen Nasional, Jakarta (19/4/2013). File/detikFoto.
Prajurit Polisi Wanita menujukkan kemampuan mengemudi motor gedenya saat gladi bersih upacara bersama wanita TNI-Polri di kawasan Monumen Nasional, Jakarta (19/4/2013). Foto: Hasan Alhabshy
Solo -

Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, Kepolisian Indonesia masih sibuk bertempur melawan pasukan asing yang ingin kembali berkuasa di Indonesia. Sebab, Polri lahir sebagai satu-satunya korps yang bersenjata relatif lebih lengkap.

Berikut perjalanan Polri sejak Indonesia merdeka hingga kini setelah reformasi, menyadur buku Pearl Harbor Hiroshima Nagasaki Kepolisian Negara RI (Museum Kebudayaan Samparaja Bima, 2016) karya Komisaris Jenderal Polisi (Purn) Arif Wachjunadi.

1. Pertempuran Surabaya

Dengan dalih hendak melucuti tentara Jepang, tentara Sekutu masuk ke Indonesia pada 29 September 1945. Pada 27 Oktober, Sekutu mulai melucuti senjata pejuang Surabaya dan menembakkan mortir ke pos-pos pertahanan. Organisasi pejuang pun balas menggempur Sekutu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Puncak pertempuran di Surabaya terjadi pada 10 November 1945 setelah komandan Sekutu Brigjen Mallaby tewas. Dalam pertempuran itu, Polisi RI yang baru memproklamasikan diri pada 21 Agustus 1945 berada di garda depan dengan senjata, amunisi, dan kendaraan berlapis baja lengkap hasil rampasannya dari Jepang.

2. Pindah Markas ke Purwokerto

Situasi negara yang belum stabil membuat pembangunan dalam tubuh kepolisian mengalami pasang surut. Gentingnya situasi keamanan di Jakarta karena NICA (Pemerintahan Sipil Hindia Belanda) memaksa Kantor Djawatan Kepolisian, mengikuti Kantor Kementrian Dalam Negeri, pindah sementara ke Purwokerto.

ADVERTISEMENT

Selama bermarkas di Purwokerto, kepolisian melaksanakan Konferensi Dinas pertama untuk menyatukan langkah-langkah pembangunan kepolisian, seperti meletakkan dasar persatuan kepolisian, menciptakan peraturan baru mengenai pakaian dinas, tata tertib, tata susila, dan sebagainya.

Kepolisian juga menyusun Dinas Pengawasan Aliran Masyarakat (PAM), menyusun kembali Polisi Lalu Lintas, dan membentuk Mobile Brigadi (Mobrig) sebagai tenaga penggempur yang diresmikan pada 14 November 1946.

3. Sekolah Polisi di Magelang

Konferensi Dinas di Purwokerto juga menghasilkan Sekolah Polisi di Mertoyudan (Magelang) yang terdiri dari bagian menengah dan tinggi. Pada 6 Februari 1947, Sekolah Polisi bagian tinggi ini menjadi Akademi Polisi dan pada 1950 menjadi Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Sedangkan Sekolah Polisi bagian menengah tetap dilaksanakan di Mertoyudan sampai Agresi Militer Belanda ke II.

Pindah Markas ke Jogja, Godean, lalu kembali ke Jakarta. Sila baca di halaman selanjutnya.

4. Pindah Markas ke Jogja

Saat pecah Agresi Militer Belanda pertama, 21 Juli 1947, kepolisian pun turut bertempur. Pemerintah memiliterkan polisi dengan menerbitkan Penetapan Dewan Pertahanan Negara Nomor 112 tanggal 1 Agustus 1947. Pasukan-pasukan polisi istimewa pun turun bergerilya.

Sampai pada 1 Desember 1947, Djawatan Kepolisian Negara berpindah markas ke Jogja. Di Jogja inilah kepolisian mulai menyusun bagian-bagian dan pimpinannya secara darurat.

5. Pindah Markas ke Godean

Kedudukan kepolisian di Jogja kembali terhimpit Agresi Milter Belanda kedua, 19 Desember 1948. Belanda dapat menguasai Jogja yang waktu itu menjadi ibu kota perjuangan RI. Presiden dan Wakil Presiden RI ditangkap dan diasingkan ke Bangka.

Terdesak di Jogja, kepolisian berpindah markas ke Godean (sekarang wilayah Kabupaten Sleman, DIY) dengan membentuk Djawatan Kepolisian Darurat. Kala itu kepolisian dipimpin darurat oleh Komisaris Besar Polisi Sosrodanukusumo karena Wakil Kepala Kepolisian Negara R. Soemarto bersama beberapa stafnya ditangkap Belanda.

6. Kembali Bermarkas di Jakarta

Ketika Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) pada 1949-1950, Kepolisian kembali menata organisasinya. Setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag Belanda, 27 Desember 1949, Ibu Kota RI berpindah kembali ke Jakarta. Polisi pun mengawal perpindahan ini.

Umur RIS tak genap setahun. Sebelum NKRI dibentuk lagi pada 17 Agustus 1950, organisasi kepolisian negara-negara bagian disatukan dalam Jawatan Kepolisian Indonesia.

7. Demokrasi Parlementer 1950 -1959

Kembalinya RIS menjadi NKRI membuat kepolisian ikut menyesuaikan diri. Terjadilah peleburan djawatan-djawatan kepolisian RIS dengan negara-negara bagian sehingga tersusunlah organisasi kepolisian seluruh Indonesia yang bersatu dengan nama Djawatan Kepolisian Indonesia. Djawatan itu tersusun secara hierarki ke bawah, dari Polisi Provinsi, Polisi Karesidenan, Polisi Kabupaten, Polisi Wilayah, Polisi Sub Wilayah, hingga pos-pos polisi.

Pada masa ini juga dilakukan reorganisasi Mobile Brigade, pembentukan satuan atau bagian kepolisian dengan tugas khusus, dan pembentukan komisariat-komisariat. Pembenahan juga dilakukan pada bidang pendidikan kepolisian, lahirnya Tri Brata Polri, Panji-panji Polri, dan sebagainya.

Periode Demokrasi Terpimpin hingga Masa Reformasi, sila baca di halaman terakhir.

8. Demokrasi Terpimpin 1959-1965

Perubahan mendasar terjadi pada struktur tata pemerintahan RI sesuai Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yaitu tentang kembalinya konstitusi negara pada UUD dan berlakunya UUD Sementara yang mengakhiri sistem Kabinet Parlementer.

Pengaruh dekrit ini adalah terbentuknya Departemen Kepolisian yang mengubah penyebutan Kepala Kepolisian Negara menjadi Menteri Muda Kepolisian.

Pada masa ini lahirlah UU Pokok Kepolisian No. 13/1961 sebagai landasan yuridis kepolisian. Terjadi pula integrasi Polri ke dalam ABRI, pergantian nama Mobile Brigade menjadi Brigade Mobil (Brimob), hingga lahirnya Catur Prasetya.

9. Orde Baru - Reformasi

Periode Orde Baru menjadi perjalanan panjang pembangunan Polri. Dinamika panjang pun dilalui, termasuk ketika terintegrasi ke dalam ABRI. Usai reformasi, pada tahun 2000, Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid merealisasikan pemisahan tegas antara TNI dan Polri. Sejak saat itu sampai sekarang, Polri berkedudukan langsung di bawah presiden.

Halaman 2 dari 3
(dil/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads