Kisah Heroik Proklamasi Polisi sebelum Hari Bhayangkara 1 Juli

Kisah Heroik Proklamasi Polisi sebelum Hari Bhayangkara 1 Juli

Tim detikJateng - detikJateng
Jumat, 01 Jul 2022 06:30 WIB
Polda Metro Jaya menggelar apel Operasi Simpatik Jaya 2017 di halaman Dirlantas Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (01/03/2017). Wakapolda Metro Jaya, Brigjen Suntana memimpin langsung jalannya upacara apel.
Polda Metro Jaya menggelar apel Operasi Simpatik Jaya 2017 di halaman Dirlantas Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (01/03/2017). Foto: Rengga Sancaya
Solo -

Tanggal 1 Juli diperingati sebagai Hari Bhayangkara yang identik dengan hari ulang tahun Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Namun, sebelum 1 Juli 1946 ditetapkan sebagai Hari Bhayangkara, sebenarnya ada peristiwa sejarah yang lebih heroik, yaitu Proklamasi Polisi Republik Indonesia (PRI) di Surabaya pada 21 Agustus 1945.

Hari Bhayangkara 1 Juli 1946

Dalam bukunya, Pearl Harbor Hiroshima Nagasaki Kepolisian Negara RI (Museum Kebudayaan Samparaja Bima, 2006), Komisaris Jenderal Arif Wachjunadi menjelaskan bahwa Kepolisian Negara mulai dibicarakan dan dibentuk secara resmi dalam kerangka negara republik yang merdeka dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) kedua, 19 Agustus 1945.

Meski demikian, kepolisian yang dibentuk dengan Badan Kepolisian Negara saat itu hanya menjadi bagian dari lingkungan Departemen Dalam Negeri, alias bukan sebagai lembaga atau institusi yang berdiri sendiri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal itu juga dijelaskan dalam laman resmi Polri, bahwa kepolisian berada dalam lingkungan Kementerian Dalam Negeri dengan nama Djawatan Kepolisian Negara yang hanya bertanggung jawab soal administrasi. Sedangkan untuk soal operasional bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.

Mulai tanggal 1 Juli 1946, dengan Penetapan Pemerintah tahun 1946 No. 11/S.D. Djawatan Kepolisian Negara bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri. Tanggal 1 Juli inilah yang tiap tahun diperingati sebagai Hari Bhayangkara.

ADVERTISEMENT

Menurut Arif Wachjunadi, beralih statusnya Badan Kepolisian Negara yang semula di bawah Kementerian Dalam Negeri hingga menjadi jawatan tersendiri di bawah Perdana Menteri pada 1 Juli 1946 itu merupakan peristiwa yang biasa dalam kehidupan bernegara.

"..Seperti halnya asimilasi atau peleburan atau dibentuknya lembaga/institusi baru untuk alasan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan negara yang terfokus," tulis Arif dalam kata pengantar bukunya. "1 Juli lebih tepat diperingati sebagai hari dimana institusi kepolisian mulai berdiri sendiri," imbuhnya.

Arif Wachjunadi kemudian mengingatkan adanya sejarah tentang kepolisian yang menurutnya lebih heroik untuk diperingati sebagai hari lahirnya kepolisian. Yaitu, peristiwa Proklamasi Polisi Republik Indonesia (PRI) di Surabaya pada 21 Agustus 1945. Berikut kisahnya.

Baca kisah Proklamasi Polisi 27 Agustus 1945 di halaman berikutnya.

Proklamasi Polisi 27 Agustus 1945

Kabar tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dibacakan Sukarno didampingi Mohammad Hatta di Jakarta pada Jumat, 17 Agustus 1945, baru terdengar oleh para anggota Kesatuan Polisi Istimewa di Surabaya pada Sabtu keesokan harinya.

Hal itu disampaikan Komisaris Jenderal Polisi (Purn) DR. H. Moehammad Jasin dalam bukunya, Memoar Jasin Sang Polisi Pejuang, Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia (PT Gramedia Pustaka Utama, 2010).

Terbakar oleh semangat kemerdekaan, pada 19 Agustus 1945, sejumlah anggota Korps Kepolisian Khusus di Surabaya itu menggantikan bendera Jepang di markasnya dengan bedera Merah Putih.

Untuk diketahui, Korps yang pada masa kependudukan Jepang disebut Tokubetsu Keisatsu Tai itu bermarkas di bekas gedung sekolah di Coen Boulevard, sekarang bernama Jalan Polisi Istimewa Surabaya.

Meski sempat diturunkan karena pimpinan Jepang di markas kesatuan itu marah, Merah Putih dapat berkibar kembali di bawah pengamanan sejumlah anggota polisi berkebangsaan Indonesia yang dibantu sejumlah pemuda di sekitar markas. Bahkan, tiang bendera dan sekelilingnya sampai dipasang kawat berduri untuk mencegah pihak Jepang menurunkannya.

Semangat untuk mengakhiri masa penjajahan itu juga membuat para pemuda di Surabaya yang menamakan diri 'Pemuda 40.000' atau Delegasi 40.000 Dinoyo mengutus 10 orang di bawah pimpinan Abdurrachman (mantan Komandan Kompi PETA) untuk menemui Moehammad Jasin.

Saat itu Jasin sebagai instruktur pendidikan Polisi Istimewa Surabaya yang juga sering melatih para pemuda dalam organisasi kemiliteran bentukan Jepang. Perwakilan Delegasi Dinoyo itu meminta Jasin mempertahankan senjata Polisi Istimewa agar jangan sampai dilucuti Jepang. Sebab, menurut Jasin, persenjataan semua organisasi militer bentukan Jepang telah dilucuti usai proklamasi kemerdekaan RI.

Pada 20 Agustus 1945, kader polisi Indonesia di markas itu menggelar rapat untuk mengambil sikap guna mempertahankan kemerdekaan RI. Mengingat, Surabaya pada masa itu masih di bawah kekuasaan Jepang. "Oleh karena itu saya berkata bahwa kami harus segera bertindak dan menanggung risikonya (Jasin, 2010:11)."

Teks Proklamasi Polri dan kisah Pertempuran Surabaya ada di halaman selanjutnya.

Singkat cerita, pimpinan dan orang-orang Jepang di markas itu ditahan. Hubungan telepon ke luar diputus. Gudang senjata pun dibongkar untuk mengeluarkan semua perbekalan perang dan amunisi, termasuk mobil berlapis baja dan truk.

Dalam rapat itu juga dibicarakan soal perlunya membentuk wadah yang mempersatukan semua anggota polisi berkebangsaan Indonesia. Akhirnya dicapailah kesepakatan mengikrarkan wadah yang disebut Polisi Republik Indonesia, serta merumuskan teks proklamasi berdirinya wadah kesatuan itu.

Pada Selasa pukul 07.00 WIB, 21 Agustus 1945, sekitar 250 anggota Kesatuan Polisi Indonesia berkumpul mengikuti apel di depan markas Surabaya. Pagi itu juga, Moehammad Jasin membacakan teks proklamasi Kepolisian RI yang telah disusun pada malam sebelumnya.

"Oentoek bersatoe dengan rakjat dalam perdjoeangan mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945, dengan ini menjatakan Polisi sebagai Polisi Repoeblik Indonesia".

Soerabaja, 21 Agoestoes 1945.

Atas Nama Seloeroeh Warga Polisi

Moehammad Jasin - Inspektur Polisi Kelas I

Usai proklamasi atau pengumuman resmi kepada rakyat ihwal terbentuknya Polri itu, seluruh anggotanya melakukan konvoi menggunakan kendaraan lapis baja dan truk yang telah dipasangi bendera Merah Putih ke jalan Tunjungan, Surabaya.

Di sepanjang jalan, PRI (Polisi RI) juga mengumumkan tentang proklamasi kemerdekaan RI dan menyebar lembaran teks Proklamasi Polri RI dan menempelkannya di tembok-tembok.

Tak lama usai euforia itu, pecahlah Pertempuran Surabaya yang puncaknya terjadi pada 10 November 1945.

Dalam pertempuran melawan tentara Sekutu itu, polisi dan para pejuang banyak mengandalkan senjata, amunisi, perbekalan perang, hingga kendaraan lapis baja dan truk yang sebelumnya telah diamankan oleh Jasin dan kawan-kawannya dari pelucutan oleh pihak Jepang usai Proklamasi Kemerdekaan RI.

Halaman 2 dari 3
(dil/ahr)


Hide Ads