Galau Ki Bagus Hadikusumo di Balik Penghapusan 7 Kata dalam Piagam Jakarta

Galau Ki Bagus Hadikusumo di Balik Penghapusan 7 Kata dalam Piagam Jakarta

Jauh Hari Wawan S - detikJateng
Rabu, 01 Jun 2022 20:04 WIB
Ki Bagus Hadikusumo saat diundang ke Jepang bersama Bung Karno dan Bung Hatta.
Ki Bagus Hadikusumo saat diundang ke Jepang bersama Bung Karno dan Bung Hatta. Foto: dok istimewa dari Afnan Hadikusumo
Jogja -

Pada peristiwa Piagam Jakarta (Jakarta Charter) Ki Bagus Hadikusumo adalah tokoh yang paling gigih mempertahankan frasa 'dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya' agar tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar.

Berikut ini kisah di balik hilangnya frasa yang akrab disebut 'tujuh kata' itu dari Piagam Jakarta yang akhirnya disahkan sebagai Mukadimah UUD 1945.

Ki Bagus Hadikusumo merupakan anggota Badan Penyelidikan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang bertugas merumuskan Undang Undang Dasar. Ia mewakili golongan Islam bersama beberapa tokoh lain.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Cucu Ki Bagus Hadikusumo, Afnan Hadikusumo, mengatakan kalimat 'Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya' sebenarnya dipertahankan dalam Piagam Jakarta.

Setelah dibahas secara maraton selama sepekan, 10-16 Juli 1945, Piagam Jakarta akhirnya disahkan sebagai Mukadimah UUD 1945. Para tokoh pendiri bangsa awalnya bersepakat mempertahankan kalimat tersebut. Namun, kalimat itu mendapat penolakan dari kalangan tokoh nonmuslim dari Indonesia timur.

ADVERTISEMENT

"Dan yang mempertahankan itu kan Ki Bagus. Karena kalau rapat sudah disepakati (mempertahankan 7 kata itu), harus dibatalkan dengan rapat, bukan dengan lobi-lobi. Prinsipnya seperti itu Ki Bagus itu. Sehingga beliau bertahan terus.," kata Afnan saat dihubungi detikJateng, Selasa (31/5/2022).

Perubahan yang sangat penting itu akhirnya terjadi pada 18 Agustus 1945. Saat itu, Hatta dan Sukarno menggelar rapat nonformal bersama sejumlah tokoh Islam, di antaranya Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim, dan Teuku Mohammad Hasan untuk membahas permintaan perwakilan Indonesia timur agar menghapus frasa yang mewajibkan 'syariat Islam bagi pemeluknya' dalam Piagam Jakarta.

Jika permintaan itu tidak dipenuhi, perwakilan Indonesia timur mengancam akan memisahkan diri dari Indonesia. Ki Bagus pun dihadapkan pada pilihan berat, yaitu menghapus tujuh kata tersebut demi menjaga keutuhan bangsa. Atau tetap mempertahankan tujuh kata dengan risiko terjadinya disintegrasi, Indonesia timur lepas dari Indonesia.

Ki Bagus awalnya masih bersikeras mempertahankan kalimat itu. Kemudian, Bung Karno meminta Kasman Singodimedjo membujuknya. Dari lobi yang dilakukan Kasman, Ki Bagus akhirnya melunak dan kemudian membuat keputusan penting.

Yakni, menyetujui penghapusan tujuh kata-kata bernapas islami dalam Piagam Jakarta itu demi keutuhan dan persatuan bangsa. Namun, dengan syarat ada penambahan frasa 'Yang Maha Esa' setelah Ketuhanan.

"Ki Bagus karena merasa seperti ini nggak jalan, maka ya ini hadiah dari umat Islam kepada yang lain. Beliau pun akhirnya menyetujui penghapusan 7 kata itu," kata Afnan.




(dil/aku)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads