Beberapa hari sebelum serangan jantung ringan memaksanya berbaring di ranjang RS PKU Muhammadiyah Gamping, Sleman, DIY, pada Maret 2022, Buya Syafii Maarif masih meluangkan waktunya untuk menemui para jurnalis.
Mengingat nama besar Buya Syafii, tiap bertamu ke rumah beliau di Kalurahan Nogotirto, Kapanewon Gamping, Sleman, para jurnalis mesti membawa isu skala nasional hingga internasional untuk meminta tanggapan sang cendekiawan tersebut.
Dari catatan detikJateng, mantan Ketua PP Muhammadiyah itu terakhir diminta mengomentari pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut) soal bisingnya suara azan dari pengeras suara masjid yang menjadi polemik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bukanlah cendekiawan kalau Buya Syafii ikut larut dalam polemik yang gaduh hanya karena pemilihan diksi yang kurang cermat. Kepada para jurnalis saat itu, Jumat (25/2/2022), Buya hanya berpesan singkat.
"Ya pokoknya bangun budaya kearifan. Kearifan itu penting, pakai bahasa hati. Terutama pejabat publik ya, sehingga tidak menimbulkan pro kontra, kontroversi, itu saja," kata Buya. Jika dibaca sekilas, pesan Buya Syafii tersebut terkesan normatif. Mengingat, hal ihwal kearifan sudah kerap beliau sampaikan dalam berbagai kesempatan.
Baca juga: Sugeng Tindak Buya Syafii Maarif |
Namun, jika pesan itu direnungi dan ditaati para pejabat publik sejak dulu, tentu Buya Syafii tak perlu terlalu gelisah memikirkan kondisi bangsa ini, seperti yang dituliskan Direktur Eksekutif MAARIF Institute Abd Rohim Ghazali dalam pengantar buku Merawat Pemikiran Buya Syafii, Keislaman, Keindonesiaan dan Kemanusiaan (MAARIF Institute, 2019: xiv).
"Yang paling menyita perhatian Buya adalah tingkah pongah para elit yang "tuna visi dan misi". Para politisi hanya mengedepankan kepentingan pragmatis, sembari dalam waktu yang bersamaan, abai terhadap hak-hak hidup masyarakat. Apalagi yang paling membuat geram tatkala sekelompok elit itu menggunakan isu-isu SARA demi memenuhi syahwat politiknya," tulis Abd Rohim Ghazali, 19 November 2019.
Seperti diketahui, 'kearifan' dari kata dasar arif yang artinya sama dengan bijaksana. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi online, arif atau bijaksana adalah selalu menggunakan akal budi (pengalaman dan pengetahuannya). Bijaksana juga berarti pandai dan hati-hati (cermat dan teliti) apabila menghadapi kesulitan dan sebagainya.
Kini Buya Syafii telah tiada. Tokoh besar nan bersahaja yang bernama lengkap Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif itu wafat di RS PKU Muhammadiyah Gamping, Sleman, pada Jumat (27/5/2022) sekitar pukul 10.15 WIB. Buya Syafii meninggal setelah dirawat sejak Sabtu (14/5) dua pekan lalu.
Namun, kepulangan Buya tak hanya meninggalkan nama. Cendekiawan yang sepanjang hidupnya gelisah memikirkan bangsa Indonesia ini telah mewariskan banyak buah pemikirannya yang menjadi khazanah intelektual yang berharga bagi kita dan anak cucu kelak.
(dil/dil)