Masjid Kajoran atau Masjid Agung Kahuman di Desa Jimbung, Kecamatan Kalikotes, Klaten, Jawa Tengah dibangun Panembahan Agung atau Maulana Mas abad 15-16 Masehi. Bangunan yang masuk cagar budaya di Klaten itu memiliki mihrab (tempat imam) dan mimbar yang konon tidak bisa digunakan sembarang orang.
"Tempat imam itu khusus dipakai hari Jumat. Mimbar juga tidak digunakan setiap saat karena katanya orang yang pernah naik ke situ ada sesuatu," tutur ketua takmir Masjid Kajoran, Joko Ismanto pada detikJateng, Rabu (6/4/2022).
Menurut Joko, cerita dari beberapa orang yang pernah menjadi imam dan naik mimbar kuno itu mendadak tidak lancar bicara. Meskipun sebelumnya selalu fasih bicara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di luar ngomongnya banyak, di situ tidak bisa bicara. Saya sendiri pernah merasakan, begitu naik mimbar sulit bicara," papar Joko.
Orang yang naik ke mihrab dan mimbar kuno itu, kata Joko, harus istikamah. Sebelum naik ke mimbar, orang tersebut dipercaya harus sudah menjalani yang dia katakan.
"Saya pribadi, sebelum naik mimbar atau jadi imam, perilaku harus dibenahi dulu. Apa yang kita omongkan ke orang lain kita harus pernah menjalani dulu," papar Joko.
Mimbar tersebut, ujar Joko, praktis hanya digunakan setiap hari Jumat. Di luar khotbah Jumat, jarang ada penceramah yang berani naik ke mimbar kuno tersebut.
"Mimbar ini (kuno) tetap di sini tapi digunakan khusus untuk Jumatan, ahli dakwah pun kesulitan berkata jika naik ke mimbar di luar Jumat. Biasanya ditutup kain mori tapi ini sedang dicuci sehingga disediakan mimbar baru," terang Joko.
Mmbar tersebut konon dari cerita turun temurun dibuat, dan dibawa Sunan Kalijogo. Mimbar itu pun masih asli hingga saat ini.
"Semua masih asli kayunya, termasuk tongkatnya," tambah Joko.
Selain mimbar, sambung Joko, mihrab juga tidak setiap saat digunakan. Sebab jika yang menjadi imam sembarangan orang, bisa mendadak tidak lancar membaca surat atau ayat Al-Qur'an.
"Imaman (mihrab) juga begitu, tidak digunakan setiap saat dan sembarangan orang. Jika nekat, baca surat pendek saja bisa lupa," ujar Joko.
Yitno (80) imam Masjid Kajoran mengatakan juga tidak berani menjadi imam di mihrab setiap saat. Selama ini lebih banyak menjadi imam di luar mihrab.
"Ya kalau ngimami hari biasa, tidak hari Jumat tetap di luar. Memang begitu sejak dulu," ucap Yitno pada detikJateng di lokasi.
Imam masjid lain, Siyamto (54) mengatakan meskipun masjid letaknya di Desa Jimbung, nama Kajoran identik dengan masjid tersebut. Sebab dulunya Kajoran adalah tanah perdikan Keraton Pajang.
"Kajoran itu perdikan, wilayah sekarang mencakup Desa Jimbung, Kecamatan Kalikotes dan Desa Kajoran, Kecamatan Klaten Selatan. Jadi daerah Kajoran itu ya dua wilayah itu sekarang," jelas Siyamto pada detikJateng.
Dari pengamatan detikJateng, mihrab masjid tersebut tingginya sekitar dua meter dengan lebar sekitar 80 sentimeter.
Penampakan mimbar itu kuno karena penuh ukiran dan beberapa bagiannya sudah lapuk. Di dinding bawah mimbar terdapat ukiran sangat detail gambar gajah berjalan di hutan dan rimbun pohon yang diyakini warga sebagai Candra Sengkala atau isyarat penanggalan.
(sip/ams)