Ragam Tanggapan soal Keturunan PKI Boleh Daftar TNI

Round-Up

Ragam Tanggapan soal Keturunan PKI Boleh Daftar TNI

Tim detikJateng - detikJateng
Jumat, 01 Apr 2022 06:45 WIB
Ilustrasi personel TNI (dok Puspen TNI)
Foto: Ilustrasi prajurit TNI (dok. Puspen TNI)
Solo -

Jenderal TNI Andika Perkasa mengeluarkan kebijakan yang membolehkan anak keturunan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) bisa ikut seleksi calon prajurit TNI. Ragam tanggapan muncul terkait kebijakan tersebut.

Salah satunya dari pendamping keluarga eks PKI, Imam Aziz yang menyambut baik keputusan tersebut.

"Ini kemajuan besar dalam kehidupan bangsa kita. Kita sangat mengapresiasi keputusan Panglima TNI," kata Imam kepada detikJateng, Kamis (31/3/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mantan Ketua PBNU itu menilai keputusan itu merupakan lompatan besar bagi tubuh TNI. Menurutnya hal ini merupakan langkah maju untuk melakukan rekonsiliasi terhadap kelompok yang mengalami diskriminasi.

"Dengan keputusan itu, TNI telah membuat lompatan besar untuk melakukan rekonsiliasi dan penerimaan atas kelompok masyarakat yang selama ini mengalami diskriminasi," terangnya.

ADVERTISEMENT

Menurutnya, langkah maju ini harus diikuti di sektor kehidupan lain. Imam juga mendorong adanya payung hukum dalam upaya rekonsiliasi ini.

"Langkah maju ini harus diikuti dengan langkah serupa di sektor kehidupan lain. Seperti upaya yang sudah dimulai oleh Menkopolhukam untuk rencana rekonsiliasi yang lebih menyeluruh. Seharusnya bisa lebih dipercepat prosesnya melalui perumusan payung hukumnya. Sehingga rekonsiliasi bangsa segera dilaksanakan, sesuai UU Perlindungan HAM," tegasnya.

Soal pro dan kontra yang timbul di masyarakat, Imam meminta agar tidak perlu dipermasalahkan. Sebab, ia yakin Andika Perkasa memiliki banyak pertimbangan dengan dasar yang kuat.

"Tentu keputusan Panglima TNI ini sudah melalui berbagai tahap kajian, sehingga dasarnya sangat kuat. Bukan atas dasar 'kekhawatiran' apalagi kebencian.
Itu keputusan yang adil, tidak perlu dipermasalahkan," jelas dia.

Sementara itu, bagaimana tanggapan keluarga para korban?

"Kalau saya, saya orangnya kan tidak termasuk orang pendendam. Kalau saya ndak apa-apa, itu (tragedi 1965) kan masalah dunia saja, dunia ini kan semu," ungkap Supriyadi, warga Desa Somopuro, Kecamatan Jogonalan, Klaten, kepada detikJateng, Kamis (31/3).

Supriyadi yang kehilangan ayah dan kakeknya karena dihabisi massa simpatisan PKI 1965 menjelaskan kebijakan panglima TNI itu merupakan kebijakan yang baik. Bukan soal apapun, kata Supriyadi, tapi atas dasar kemanusiaan.

"Tidak, tidak (mempersoalkan). Malah itu (kebijakan panglima) kemanusiaan yang baik," terang Supriyadi.

Dengan kebijakan baru itu, sambung Supriyadi, justru diharapkan menghapus dampak yang tidak baik. Buktinya selama ini hubungan dengan keluarga eks simpatisan PKI juga baik.

"Buktinya selama ini hubungan kita baik-baik saja, tidak mempersoalkan masa lalu. Jadi tidak lagi saling mengungkit masa lalu," kata Supriyadi.

Kakek dan ayahnya, imbuh Supriyadi, menerima penghargaan dari TNI setelah gugur pada Oktober 1965. Namun sejauh ini hanya penghargaan itu saja yang diterima.

"Ya dapat penghargaan tapi ya hanya penghargaan dan piagam. Tidak ada apapun berkaitan kesejahteraan," sebut Supriyadi.

Diwawancara terpisah, Sayoko Gondo Saputro, yang kehilangan ayahnya karena dianiaya massa anti-PKI menyambut baik kebijakan itu. Meskipun saat ini sudah tidak ada diskriminasi lagi terhadap keluarga yang disangkutkan PKI.

"Sekarang sudah tidak ada itu (diskriminasi). Ya menyambut baik lah kebijakan itu," kata Sayoko saat dihubungi detikJateng via telepon.

Sementara itu, Front Anti Komunis (FAK) menyebut keturunan anggota PKI boleh masuk ke TNI bukan barang baru. FAK mempertanyakan tendesi Panglima TNI Andika Perkasa melontarkan lagi aturan lama tersebut.

Ketua Presidium FAK, Mudrick Sangidu, mengaku tahu ada banyak anak PKI yang bisa masuk TNI meskipun masih di masa orde baru. Namun hal ini memang tidak tersiar ke publik.

"Tahun 80-an, anak-anak PKI sudah banyak yang masuk PNS, TNI, dan tidak ada diskriminasi. Sudah banyak yang tahu soal ini. Jadi ini barang lama sebenarnya," kata Mudrick saat dihubungi detikJateng, Kamis (31/3).

Mudrick pun tidak begitu mempermasalahkan masuknya anak PKI ke dalam tubuh TNI karena dasar hukumnya memang kurang kuat. Namun, dia mengingatkan bahwa ideologi tidak pernah mati.

"Di dalam Tap MPRS melarang ajaran komunis, marxisme, leninisme, tidak disebutkan kalau anak turunnya dilarang masuk PNS dan TNI. Tapi kan ideologi tidak bisa mati. Kita tidak tahu secara fisik mana yang komunis," ujar dia.

Mudrick pun mempertanyakan Jenderal Andika yang baru menyampaikan masalah itu. Dia menduga ada kepentingan lain dalam kebijakan Panglima TNI tersebut.

"Kenapa Panglima TNI tiba-tiba mengatakan itu. Apa ada maksud politik? Mau mencari dukungan menjadi RI 1?" kata dia.

Sebelumnya diberitakan, Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa mengeluarkan kebijakan baru terkait seleksi penerimaan calon prajurit TNI. Jenderal Andika tak ingin anak keturunan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dilarang ikut seleksi calon prajurit TNI.

Hal itu disampaikannya dalam rapat penerimaan prajurit TNI (Taruna Akademi TNI, Perwira Prajurit Karier TNI, Bintara Prajurit Karier TNI dan Tamtama Prajurit Karier TNI) Tahun Anggaran 2022. Momen rapat tersebut diunggah di kanal YouTube Jenderal TNI Andika Perkasa.

Awalnya, Jenderal Andika bertanya soal dasar hukum dilarangnya anak keturunan anggota PKI untuk daftar menjadi anggota TNI. Momen ini terjadi saat pemaparan mekanisme penerimaan prajurit TNI dari tes mental ideologi.

"Poin nomor 4, yang mau dinilai apa? Kalau dia ada keturunan dari apa?" tanya Jenderal Andika kepada Direktur D BAIS TNI Kolonel A Dwiyanto.

"Pelaku kejadian tahun 1965-1966. Izin, (dasar hukumnya) TAP MPRS Nomor 25," jawab Kolonel Dwiyanto.

Jenderal Andika lalu meminta Kolonel Dwiyanto untuk menyebutkan isi TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966.

"Siap. Yang dilarang dalam TAP MPRS Nomor 25, satu, komunisme, ajaran komunisme, organisasi komunis, maupun organisasi underbow dari komunis tahun '65," jawab Kolonel Dwiyanto.

Jenderal Andika kemudian menjelaskan soal TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966. Dia menjelaskan ada dua poin utama yang diatur dalam TAP MPRS Nomor 25 tahun 1966.

"Yang lain saya kasih tahu nih. TAP MPRS Nomor 25/1966. Satu, menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang. Tidak ada kata-kata underbow (organisasi sayap) segala macam," katanya.

"Menyatakan komunisme, leninisme, marxisme sebagai ajaran terlarang. Itu isinya. Ini adalah dasar hukum, ini legal ini," tambah dia.

Jenderal Andika mengatakan dirinya patuh terhadap perundang-undangan. Dia meminta jika TNI membuat sebuah larangan, ada dasar hukum yang kuat.

"Keturunan (PKI dilarang ikut seleksi penerimaan prajurit) ini apa dasar yang melarang dia? Jadi jangan kita mengada-ada. Saya orang yang patuh peraturan perundangan. Kalau kita melarang, pastikan kita punya dasar hukum," ucapnya.

"Zaman saya tak ada lagi keturunan dari apa (PKI dilarang ikut seleksi penerimaan prajurit), tidak. Karena apa? Saya menggunakan dasar hukum. Oke? Hilang nomor 4," kata Andika.




(rih/rih)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads