Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi (Hendi) mengungkapkan perbedaan data antara pusat dan daerah masih menjadi kendala khususnya terkait upaya penanganan stunting. Berdasarkan data Pemerintah Kota Semarang tercatat ada 1.367 dari total balita 44.058 yang mengalami stunting atau sekitar 3,1 persen. Sementara data pusat menunjukkan angka stunting di Semarang sebesar 21,3 persen.
"Data masih jadi persoalan rumit. Kalau 1.367 dari usia balita itu 3,21 persen. Kemenkes kok 21 persen," kata Hendi dalam keterangan tertulis, Selasa (1/3/2022). Hal ini diungkapkan usai mengikuti Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia di Hotel Po Semarang hari ini.
Hendi menyebut pihaknya akan terus melakukan langkah dalam mengatasi masalah stunting. Dia menilai masih banyak orang tua, terutama ibu yang belum memahami pentingnya asupan gizi untuk anak, sehingga perlu dilakukan sosialisasi. Selain itu juga pemerintah melakukan pemberian makanan bergizi sehari tiga kali selama 3 bulan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita membagikan makanan gizi sehari 3 kali selama 3 bulan dan pemberian susu termasuk vitamin lewat program Dinkes. Kalau angkanya hari ini sangat menakutkan tapi saya yakin tahun depan sudah bisa turun sangat drastis," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menjelaskan angka stunting di Indonesia mencapai 24,4 persen. Angka ini dinilainya di atas standar yang ditetapkan oleh WHO, yaitu sebesar 20 persen.
Hasto mengatakan berdasar hasil survei angka stunting di Indonesia menurun, namun masih berada di kisaran 24,4 persen dari keseluruhan 23 juta balita.
"Data berdasar survei 24,4 persen. Jumlah balita 23 juta lebih sedikit. Jadi masih 6,1 jutaan. Standar WHO 20 persen," paparnya.
"Target sesuai ditetapkan bapak Presiden 14 persen sampai masa jabatan selesai," imbuhnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan salah satu langkah yang dilakukan yaitu melakukan sosialisasi ke masyarakat. Selain itu juga melakukan perbaikan elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM).
"Akan perbaiki e-PPBGM tadi. Pencatatan pelaporan yang didapat dari posyandu," tegasnya.
Dalam acara itu Hasto juga menjelaskan Jawa Tengah (Jateng) menjadi provinsi yang tidak memiliki warna merah dalam indikator jumlah stunting. Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021, kata Hasto, masih ada 19 daerah di Jawa Tengah yang masuk kategori kuning atau prevalensi 20 sampai 30 persen.
Kemudian 15 kabupaten/kota lainnya berkategori hijau dengan prevalensi di kisaran 10 hingga 20 persen. Selain itu, di Jateng juga ada satu daerah yang masuk kategori biru karena ada di 9,6 persen yaitu Kabupaten Grobogan.
(akd/ega)