Michael Richei Wiputra (8) warga Desa Dengkeng, Kecamatan Wedi, Klaten, Jawa Tengah menderita kelumpuhan akibat penyakit infeksi selaput otak. Kini dia harus dirawat oleh sang kakak setelah ibunya meninggal 3 tahun lalu.
Sedangkan ayahnya sehari-hari harus bekerja sebagai tukang batu dengan penghasilan yang tidak tentu.
"Adik saya sakitnya infeksi selaput otak sejak umur 1,5 tahun. Waktu itu sudah bisa jalan seperti anak biasa," tutur Stevani (19), kakak Richei kepada detikJateng saat bertandang ke rumahnya, Minggu (27/2/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Stevani menceritakan, semula sang adik mengalami demam tinggi lalu dibawa ke klinik. Dari klinik, adiknya kemudian dirujuk ke RS. Saat menuju RS itulah adiknya sudah tidak sadar.
"Saat muter-muter cari RS itu dia sudah tidak sadar. Sejak itu sampai sekarang tidak bisa beraktivitas, bicara juga belum," terang Stevani.
Adiknya, sebut Stevani, selanjutnya dirawat di ICU RSUP Dr Sardjito Yogyakarta sekitar sebulan. Setelah itu sempat dioperasi dan dirawat inap dua pekan.
Di awal sakitnya Richei, keluarganya masih tinggal di rumahnya di daerah Jogonalan. Namun, akhirnya rumah tersebut harus dijual untuk biaya pengobatan. Kini, mereka menumpang di rumah milik orang lain di Desa Dengkeng.
Derita Richei belum berakhir. Tiga tahun lalu, ibunya meninggal dunia lantaran tumor otak.
"Mama meninggal saat kami sudah tinggal di sini (Desa Dengkeng). Sudah 1000 hari yang lalu (3 tahun) karena sakit tumor otak," sambung Stevani.
Saat ini, bocah malang itu lebih banyak dirawat oleh Stevani lantaran ayahnya harus bekerja sebagai tukang batu.
"Ya makan minum disusupi, hanya bisa teriak kadang. Saat mama masih ada yang ngurusi teratur," imbuh Stevani.
Maryadi (43) ayah Richei dan Stevani mengatakan saat ini dirinya menjadi tulang punggung keluarga. Penghasilannya tidak tentu karena hanya buruh tukang batu.
"Ya penghasilan tidak tentu, namanya saya buruh harian lepas, tukang batu. Kalau berangkat ya sehari Rp 100.000, tapi kalau kayak kemarin seminggu hanya berangkat sehari ya cuma Rp 100.000," jelas Maryadi.
Sejak istrinya meninggal karena tumor otak, ungkap Maryadi, Richei dirawat kakaknya. Makannya bubur organik.
"Makannya disuapi setiap hari. Makannya bubur organik dan susu, kalau tidak ada ya saya belikan bubur setiap pagi," imbuh Maryadi.
Saat ini pengobatan Richei terhenti karena tidak ada biaya lagi. Padahal, Richei harus mengonsumsi vitamin untuk otak.
"Dulu saat ibunya masih ada dikontrol ke RS dan dapat vitamin untuk otak. Setelah istri saya meninggal, sudah tidak (dapat) karena BPJS tidak saya bayari," lanjut Maryadi.
detikJateng sempat melihat kondisi Richei di kamarnya. Bocah yang mestinya duduk di SD itu hanya tergolek lemah di tempat tidur.
Kepalanya tampak besar, badannya kurus, sehingga tulang tubuhnya terlihat menonjol. Selain gerakan lemah tangannya, tidak ada sepatah kata yang terucap dari mulutnya.
(ahr/dil)