Perlawanan hingga penangkapan puluhan warga Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah (Jateng) menjadi sorotan. Banyak yang mengkritik tindakan represif aparat kepolisian saat melakukan penangkapan terhadap warga.
Pakar Sosiologi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Drajat Tri Kartono menyampaikan, gerakan masyarakat Wadas, Kecamatan Bener, yang kontra terhadap proyek tersebut merupakan gerakan sosial. Menurutnya penangkapan para warga justru menunjukkan bentuk represif aparat.
"Kerangka sosiolog namanya gerakan sosial, suatu gerakan secara kolektif bersama-sama untuk menyampaikan atau mempertahankan, pemikiran kepentingan yang dimiliki oleh masyarakat situ," urai Drajat saat dihubungi detikJateng, Kamis (10/2/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masyarakat yang kontra, lanjut Drajat, harus diakui sebagai artikulasi. Bisa ditandai sebagai bentuk pesan gerakan sosial satu tujuan atau ideologi. Ideologinya jelas, mereka menolak rencana investasi itu.
"Itu harus didengar dan diakui bahwa masyarakat itu menolak, walaupun proses hukum sudah terjadi dan sebagainya. Satu bentuk artikulasi sosial yang punya tujuan arah menolak, dan punya strategi dalam gerakan yang luas harus dimaknai sebagai sebuah konflik atau pertentangan antara industri dan masyarakat, " terangnya.
Tindakan Represif Kepolisian
Drajat menilai pengerahan personel kepolisian dan bahkan menangkap warga sebagai bentuk tindakan represif.
"Mendatangkan polisi itu menjadi satu bentuk lain dalam situasi represif politik. Di mana ruang artikulasi itu kemudian menjadi ditekan secara paksa," ucapnya.
Menurutnya, seharusnya tidak perlu ada gerakan masif dengan menangkapi orang banyak. Drajat menilai warga yang kontra harus diajak bicara.
"Ada mekanisme penyelesaian masalah itu secara persuasif, lebih menggunakan dialog, supaya basis politik demokrasi Pancasila, mengutamakan manusia adil dan beradab. Kata adil beradab itu tetap diperjuangkan dipertahankan," paparnya.
Tindakan represif dengan menangkap warga, menurut Dosen Fisip UNS ini dinilai sebagai upaya menekan warga. Drajat menyebut tindakan itu menunjukkan teror, orang ditangkap, hingga diperiksa.
"Ini sebagai upaya untuk melemahkan gerakan itu, dengan menangkap tokoh-tokoh, dipisahkan dari rombongan. Itu akan menjadi catatan yang kurang baik untuk masyarakat yang ada di sana," urai Drajat.
Akun LBH Lenyap
Drajat juga menyoroti soal lenyapnya akun media sosial Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang selama ini mendampingi masyarakat yang menolak tambang. Menurutnya, tindakan itu sudah melampaui batas karena merebut hak masyarakat untuk bersuara dan menggunakan media sosial.
"Itu bentuk represifnya, membuat supaya artikulasi, pemusatan kepentingan, pemikiran, kemauan, masyarakat agar bisa terkumpul jadi satu bisa dipotong, dihentikan. Itu sudah melampaui, hak kita menggunakan media untuk bersuara," ucapnya.
(ams/rih)