Sebagai salah satu jenis olahraga ekstrem, tak banyak masyarakat yang mengenal olahraga paralayang. Terlebih bagi masyarakat Priangan Timur, olahraga dirgantara ini relatif asing.
Tak heran jika atlet mau pun penggemar olahraga ini jumlahnya minim. Padahal di Tasikmalaya memiliki arena atau tempat takeoff olahraga paralayang. Lokasinya di Pasir Gowong Desa Nangewer Kecamatan Pagerageung Kabupaten Tasikmalaya.
Melayang di udara hanya dengan sebuah parasut, tentu bukan perkara mudah. Paralayang bukan olahraga sembarangan, perlu latihan, penguasaan teknik dan peralatan yang memadai. Terbang di udara seperti burung, tentu saja menuntut pemain paralayang berani membunuh rasa takut dan melawan kemustahilan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun demikian segala tantangan dan kengerian itu, justru menjadi sesuatu hal yang biasa bagi Siti Maryam, salah seorang atlet paralayang Kabupaten Tasikmalaya. Bagi siswi kelas XI SMA Negeri 1 Ciawi ini, paralayang justru menjadi aktifitas yang mengasyikan.
Bahkan saat ditanya apa saja yang dilakukannya saat melayang di udara, Maryam mengatakan dirinya kerap kali bertafakur diri, memikirkan kehidupan dan keagungan Yang Maha Kuasa.
"Nggak kok, nggak ngeri, enak kalau sudah biasa mah. Enak di atas bisa sambil "ngahuleng" (melamun). Tafakur, ternyata kehidupan manusia itu kecil kalau dilihat dari atas," kata Maryam.
![]() |
Remaja perempuan berusia 16 tahun ini sudah belajar paralayang sejak usia kelas 6 Sekolah Dasar. Sehingga saat ini dirinya sudah cukup mahir menunggangi angin di angkasa.
Namun demikian beberapa tahun lalu, dirinya pernah mengalami kejadian yang cukup menakutkan. Saat terbang di daerah Garut, Maryam tiba-tiba tak bisa mendarat. Sehingga selama hampir 6 jam dia melayang-layang di udara.
"Ya waktu di Garut, angin tiba-tiba kencang mungkin saya panik. Jadi tak bisa turun. Terbang sejak siang, baru mendarat pas adzan Magrib," kata remaja yang bercita-cita jadi tentara ini.
Beruntung saat itu dia dipandu oleh pelatihnya dari bawah melalui radio komunikasi. Sehingga Maryam bisa menenangkan dirinya dalam kepanikan itu dan melakukan teknik-teknik pengendalian. Meski melayang-layang hingga berjam-jam, Maryam akhirnya bisa mendarat dengan selamat. "Tiba-tiba panik saja, untung dipandu pelatih, sehingga saya bisa tenang lagi. Lelah sekali, karena haus pengen minum," kata Maryam.
Atlet lainnya, Rais Akbar (14) membenarkan ketika melayang di udara dirinya kerap terjebak dalam lamunan. Sehingga menurut siswa SMP Negeri 1 Tasikmalaya itu, dia lebih memilih berkomunikasi dengan orang-orang yang ada di bawah. "Di atas itu tenang sekali, jadi sering melamun. Makanya kalau saya lebih memilih ngobrol dengan yang di bawah," kata Rais.
Sementara itu atlet paralayang lainnya, Cepi Rahmat mengatakan hal paling utama yang menjadi bekal bermain paralayang adalah penguasaan mental. "Mental yang paling utama, bagaimana kita melawan rasa takut. Yang kedua baru belajar tekniknya," kata Cepi.
Salah satu yang harus diwaspadi adalah terkait kondisi arah angin dan kondisi langit. Dia mencontohkan awan hitam yang bisa membahayakan pemain paralayang. "Awan mendung itu bahaya, karena itu bisa menarik kita ke atas. Makanya kita harus bisa menganalisa kondisi cuaca, terutama arah angin," kata Cepi.
Cepi mengaku dirinya pun mendambakan olahraga paralayang di Tasikmalaya bisa terus berkembang dan menjadi daya tarik wisata. "Ya kita berharap bisa berkembang, seperti di Puncak. Semakin banyak orang yang bermain paralayang tentu akan memberi dampak positif bagi perkembangan olahraga ini," kata Cepi.
(yum/yum)