Herlin Ayu (24) masih kesal bukan main jika mengingat pengalamannya kedapatan apes di tengah liburan. Ia mengaku sering kena getok tarif parkir harga selangit di Kota Bandung.
Mahasiswi asal Sukabumi itu menceritakan keluh kesahnya yang kerap menemui juru parkir (jukir) dadakan yang aji mumpung, mengarahkannya ke lokasi parkir liar dan meminta uang parkir dengan tarif mencengangkan.
"Pengalaman pungli atau parkir liar itu sering banget di Bandung. Parahnya barusan di Braga, kalau hari biasa tarif parkir itu Rp5 ribu. Tapi kalau weekend, bisa sampe Rp10 ribu (per motor). Parahnya lagi sekarang ada CFD di Braga bisa sampai Rp15 ribu. Tapi memang itu tempat parkir yang bukan tempatnya (liar)," cerita Elin, begitu sapaannya pada detikJabar Rabu (8/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cerita itu diungkapkan setelah ia baru saja mengalaminya. Sebab, kantung parkir gratis yang disediakan untuk Braga Beken (bebas kendaraan) tak cukup memadai.
Tapi itu bukan kali pertama Elin kena getok parkir tarif di luar nalar. Elin menceritakan bahwa parkir liar meraja lela di daerah tempat street food seperti di kawasan Jalan Dipati Ukur dan Lengkong.
"Di DU juga banyak parkir liar di pinggir-pinggir jalan gitu, ngalangin pejalan kaki. Mereka kadang cuma markirin ngasal, nagih uang Rp5 ribu dan bayar di awal. Abis gitu pergi tanpa dijaga kendaraannya. Malah kalau kita mau ngeluarin motor juga susah karena tukang parkirnya ngilang. Pulang-pulang motor ada yang kegores, helm jatuh, dan lain-lain," lanjut Elin.
"Kalau di Lengkong Kecil, sedikit lebih baik daripada DU karena parkirnya lebih tertata. Rata-rara tarif parkir Rp5 ribu, tapi yang bikin kesel kadang kalau lagi long weekend dan libur tertentu suka dinaikin tarifnya apalagi ke pengunjung luar kota," imbuhnya.
Menurut Elin, selain banyaknya parkir liar dan tarif parkir yang dibuat 'aji mumpung', ia juga merasa dirugikan dan keheranan dengan banyaknya tukang parkir di Kota Bandung. Meskipun ia hanya jajan PKL, tukang parkir yang mulanya tak terlihat akan tiba-tiba muncul saat ia hendak beranjak.
"Kalau aku paling sering kena pungli itu di tempat-tempat jajan pinggir jalan yang PKL. Pernah nggak turun dari motor pun tetep ditagih uang parkir. Banyak juga yang nakal, jadi misal kita kasih uang Rp5 ribu trus mereka suka bilang nggak ada kembalian biar dapet full Rp5 ribu," keluhnya.
Tarif Parkir 'Selangit'
Safira (24), salah satu karyawan swasta yang merupakan warga asli Bandung pun mengaku pernah kena getok parkir saat momen libur panjang di Lengkong. Satu motor parkir ditagih seharga Rp10 ribu!
"Pernah dapet parkir mahal di Lengkong. Waktu itu liburan, harganya jadi Rp10 ribu dan mau nggak mau jadi bayar," kata Safira.
Sebagai warga asli Bandung, ia paham betul kotanya sudah tak seramah dulu. Jumlah kendaraan motor jauh lebih banyak membuat parkir liar semakin menjamur dan seolah diwajarkan. Hanya saja yang ingin ia kritisi adalah seiring bertambahnya jumlah penduduk dan kendaraan, lahan parkir di Kota Bandung tak mengalami penambahan.
"Cuma Kota Bandung itu dari dulu nggak punya lahan parkir. Kalau aku lihat waktu kuliah di Jogja misalnya, itu Malioboro ada lahan parkir sendiri yang lumayan besar dan penuh kendaraan kan, jadi memang berfungsi. Kalau di sini Braga itu dari dulu kayak gitu, kantung parkirnya nggak ada. Sampe sekarang pun masih gitu," kenangnya.
![]() |
Sementara itu Diki, salah seorang warganet menceritakan kisahnya kena getok tarif parkir di kawasan Jalan Braga. Ia pun sempat membagikan pengalamannya itu di TikTok.
"Jadi aku dulu belum tinggal di Bandung, dan dikasih tahu kalau tarif parkir di Braga itu sampai Rp10 ribu. Akunya sih nggak papa ya, waktu itu juga diarahin parkir dan langsung parkir aja. Nggak tahu itu parkir liar bukan," ceritanya.
"Harga parkir itu nggak bikin kapok jalan-jalan di Bandung. Cuma habis itu kasihan soalnya ada bapak-bapak sama ibu-ibu sampe bengong pas ditarif segitu. Saking kagetnya ya," lanjut dia.
Catatan Intropeksi Diri dan Saran untuk Pemerintah
Kalau Diki tak merasa kapok untuk berwisata di Bandung, lain halnya dengan Elin. Ia mengaku sangat kesal dan membuatnya berpikir ulang untuk pergi ke tempat wisata di Bandung saat musim liburan.
"Lumayan bikin kapok di hari tertentu. Udah 7 tahun tinggal di Bandung, sekarang jadi ngerti buat menghindari ke tempat-tempat yang biasanya rame dan banyak parkir liar. Cuma jadi kapoknya kalau mau jajan di PKL," ucap Elin.
Baik Elin, Safira, dan Diki, sebetulnya paham bahwa tarif parkir harga selangit kerap dijumpai di lahan parkir liar. Tapi mereka seragam menjawab bahwa kadang tidak punya pilihan lain selain parkir di tempat yang tidak sesuai.
"Kalau di Lengkong waktu itu memang parkir resminya ya. Tapi tahu sih kalau kadang juga parkirnya di parkir liar, jadi tarifnya juga seenaknya dan tempat parkirnya asal. Kadang kita nggak punya pilihan adanya parkir tinggal itu atau memang supaya lebih cepat aja sih," kata Safira.
Tapi cerita kurang mengenakkan dari ketiganya, beruntung tak dialami oleh Intan Aulia (25) dan Naufal (27). Intan, wisatawan asal Yogyakarta dan Naufal yang berasal dari Pacitan, mengaku tak pernah mengalami pungli atau kisah parkir harga selangit di Kota Bandung.
'Males Ngomong'
Intan misalnya, merasa bahwa selalu memberi uang parkir rata-rata Rp3-5 ribu selama rekreasi di Bandung. Menurutnya, harga tersebut tak membebaninya sehingga ia pun tak masalah meski nyatanya durasi parkir Intan pun tak lama.
"Aku waktu itu tiga hari ke Bandung, memang kendaraannya padat, tukang parkir banyak tapi ya di Jogja juga sih. Parkir di Bandung itu harganya Rp3-5 ribu dan kalo aku sih nggak masalah, meski emang cuma sebentar gitu ya. Kalau ada ya kasih aja, karena tidak terbebani, legowo, dan lebih ke males ngomong," katanya sambil tertawa.
Di sisi lain, cerita Naufal berbeda. Menurut pegawai swasta yang pernah beberapa waktu menetap di Bandung itu, kuncinya ialah berusaha parkir sesuai pada tempatnya. Hal ini lah yang rasanya kerap diabaikan warga dan wisatawan.
"Aku nggak pernah parkir yang di trotoar gitu, kalau pun harus bayar ya itu karena aku parkir di dalam gedung misalnya bank, gedung pemerintah, pokoknya jarang di pinggir jalan juga sih kecuali di Braga ya. Di Braga pun aku bayar Rp5 ribu dan memang segitu. Jadi ya jangan parkir liar, kalau aku sih demi keamanan juga, jadi parkirnya harus resmi," tutur Naufal.
Namun Naufal mengaku lahan parkir di Kota Bandung cukup terbatas, terutama untuk kendaraan roda empat. Ia pun berharap lebih banyak kantung parkir resmi dan aman di titik ramai pengunjung, agar meminimalisir adanya jukir dadakan atau nakal.
"Tapi memang agak pusing dan PR ya cari parkir apalagi untuk mobil kalau di Kota Bandung. Jadi ya semoga ada lahan khusus di wilayah yang ramai. Mungkin ini terkait juga dengan transportasi ya sebetulnya, karena selama ada transportasi umum yang memadai mungkin nantinya Bandung nggak butuh lahan parkir yang besar," harapnya.
Harapan senada dilontarkan oleh Elin, yang berharap agar pemerintah bisa ikut mengawasi saat adanya jukir nakal yang mengambil kesempatan libur panjang untuk menaikkan tarif parkir.
"Harapannya tarif parkir nggak dinaikin ketika weekend. Di pinggir jalan oke, tapi jangan menghalangi pejalan kaki, pengendara lain, dan tidak membuat macet. Semoga ke depannya banyak lahan parkir yang memang resmi, sesuai tarif, dan aman," doa Elin.
(aau/yum)