Sejarah mencatat bahwa dua tokoh pahlawan negara yaitu Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir sempat diasingkan di Kota Sukabumi. Sebuah rumah tahanan yang berada di Jalan Bhayangkara menjadi saksi bisu peristiwa tersebut.
Diketahui, sosok founding fathers bangsa itu menjalani masa tahanan dari 3 Februari sampai 22 Maret 1942. Dalam waktu singkat itu, ada banyak peristiwa bersejarah yang menjadi penentu kemerdekaan RI.
Misalnya kegiatan diskusi dengan berbagai tokoh nasional seperti dr. Tjipto Mangoenkoesoemo yang sudah tinggal di Sukabumi (di Selabintana), Soejitno Mangoenkoesoemo, Amir Sjarifudin, Beb Vuyk. Keduanya juga melakukan pergerakan dengan bertemu pemerintah Jepang. Dari situlah munculnya cikal bakal janji Jepang untuk memerdekakan bangsa yang diinisiasi dengan pembentukan BPUPKI dan PPKI.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kilas balik pada 9 Maret 1942 saat pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang di Kalijati. Saat itu, lagu Wilhelmus berkumandang dari radio untuk terakhir kalinya. Konon, pada zaman dulu Sjahrir membawa radio ke rumah tahanan di Sukabumi.
![]() |
Kala itu, Pemerintah Belanda meminta rumah tahanan itu untuk dikembalikan ke Sekolah Polisi namun ditolak dengan alasan akan dibicarakan dengan pihak Jepang apabila tiba di Sukabumi.
"Kemudian pada 21 Maret 1942 Hatta mendapatkan surat dari Bupati Sukabumi yang mengabarkan datangnya kolonel Jepang, jam 05.00 WIB Hatta bertemu dengan kolonel Ogura di pendopo," kata Ketua Yayasan Dapuran Kipahare Irman Firmansyah kepada detikJabar, Jumat 23 Desember 2022).
Keesokan harinya, Hatta berangkat ke Jakarta untuk membahas mengenai Pemerintahan Militer Jepang. Rumah itu ditinggalkan dan dihuni Perwira Polisi sebagai rumah dinas.
Sebelumnya, Hatta dan Sjahrir diminta ke Bandung (Pusat Tentara Jepang) dengan tujuan untuk diajak bekerjasama menjaga keselamatan rakyat dari serangan sekutu.
Perundingan demi perundingan digulirkan oleh tokoh-tokoh pergerakan nasional demi memuluskan Indonesia Merdeka, bebas dari cengkeraman penjajah baik pihak Belanda dan Jepang.
Diketahui, rumah tahanan itu bergaya twin-house kolonial. Di dalamnya terdapat sekat pembatas untuk rumah Hatta dan Sjahrir.
Kedatangan mereka dikawal ketat oleh kepolisian Hindia Belanda. Selain itu, Sjahrir membawa ketiga anak angkatnya dari Banda Neira untuk tinggal di rumah tahanan. Ketiganya adalah Lila, Mimi dan Ali.
Saat ini, kondisi rumah tersebut nampak kosong namun cukup terawat. Rumput-rumput di depan halaman terpotong rapih, namun di bagian dalam hanya terdapat foto Sjahrir, Hatta dan Bung Karno. Plang cagar budaya pun tersimpan di halaman belakang.
(mso/mso)