Gerakan Senyap Hatta dan Sjahrir di Rumah Tahanan Sukabumi

Gerakan Senyap Hatta dan Sjahrir di Rumah Tahanan Sukabumi

Siti Fatimah - detikJabar
Senin, 26 Des 2022 08:30 WIB
Rumah tahanan Bung Hatta dan Sutan Sjahrir di Sukabumi.
Rumah tahanan Bung Hatta dan Sutan Sjahrir di Sukabumi (Foto: Siti Fatimah/detikJabar).
Sukabumi -

Dua tokoh founding fathers Indonesia pernah menjadi tahanan Kota Sukabumi oleh kepolisian Hindia Belanda. Peristiwa itu tepatnya terjadi pada 3 Februari-22 Maret 1942. Keduanya menjalani masa tahanan di sebuah rumah kompleks Setukpa Lemdiklat Polri.

Diketahui, rumah tahanan Bung Hatta dan Sjahrir itu sekarang berada di Jalan Bhayangkara No. 156 A, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Gunung Puyuh, Kota Sukabumi.

Rumah yang dibangun tahun 1926 itu masih kokoh berdiri. Bangunan bergaya twin-house kolonial ini cukup unik, terlihat seperti satu rumah namun ternyata di dalamnya terdapat dinding pemisah untuk tempat tinggal Hatta dan Sjahrir.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelum tiba di Sukabumi, keduanya sudah berstatus tahanan sejak 25 Februari 1934. Bung Hatta dan Sjahrir dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain, harus menempuh perjalanan dari Banda Neira, Maluku sampai ke Surabaya, lalu ke Jakarta kemudian menuju Sukabumi.

Perjalanan mulai dari 1 Februari 1942 melalui Banda Neira dengan pesawat Catalina, diteruskan ke Tunjangan dan selanjutnya menumpang ke Stasiun Gambir, keesokan sorenya baru tiba di Sukabumi. Kedatangan Hatta dan Sjahrir saat itu tentunya dengan pengawalan ketat kepolisian Hindia Belanda.

ADVERTISEMENT

Selama tinggal di rumah tahanan tersebut, Bung Hatta dan Sjahrir kerap dikunjungi para tokoh nasional. Pertemuan mereka dengan asisten residen Sukabumi P. Huijsting menyiratkan tanda-tanda kehancuran Hindia Belanda yang tidak lama lagi.

"Rumah tahanan di ujung Vogelweg (Jalan Bhayangkara) seolah sejarah kecil dengan masa tahanan yang singkat ini ternyata bergema besar karena menentukan nasib bangsa ke depannya," kata Ketua Yayasan Dapuran Kipahare Irman Firmansyah kepada detikJabar belum lama ini.

Dia mengatakan, lokasi Sukabumi yang tidak jauh dari Batavia dan Bandung justru menjadi ajang diskusi kaum pergerakan. Kegiatan itu tak bisa dilakukan di Boven Digoel atau di Banda Neira.

"Hatta dan Sjahrir seolah memulai perjuangan riilnya di Sukabumi. Beberapa pertemuan penting dengan tokoh pergerakan lain terjadi mulai dari dr. Tjipto Mangoenkoesoemo yang sudah tinggal di Sukabumi (di Selabintana), Soejitno Mangoenkoesoemo, Amir Sjarifudin, Beb Vuyk," ujarnya.

Selain itu, sastra seorang komunis juga menyelinap masuk. Irman juga menuturkan, pertemuan di rumah tahanan itu juga diperkirakan diikuti oleh tokoh lainnya yang belum termuat dalam kisah resmi seperti KH Ahmad Sanusi dan para santrinya yang berdiskusi bersama mereka (Hatta dan Sjahrir).

Pasca masuknya Jepang ke Sukabumi, Sjahrir juga mengadakan 'pertemuan' di Bandung semasa menjadi tahanan kota. Saat itu, ia bertemu dengan Hamdani, Subagio dan Jacques De Kadt.

"Pertemuan dan diskusi dengan tokoh-tokoh pergerakan itu melahirkan kesepakatan untuk melakukan gerakan dua arah perjuangan kemerdekaan yaitu melalui kerjasama dengan Jepang dan melalui gerakan bawah tanah melawan Jepang," jelasnya.

Para tokoh nasional itu juga melakukan pertemuan-pertemuan dengan pembesar Jepang. Sjahrir sempat bertemu pejabat Jepang di restoran sebrang Stasiun Sukabumi. Sementara, Hatta bertemu dengan perwakilan militer yang dibawa Sulaiman Effendi ke rumah tahanan.

"Hatta juga bertemu dengan Kolonel Ogura di Pendopo Sukabumi yang diinisiasi oleh Bupati Sukabumi Soeria Danoeningrat," tuturnya.

Peristiwa ini menjadi titik balik peran Hatta yang kemudian diangkat menjadi penasihat pemerintah terutama sesudah melakukan bargaining dengan pemerintah Jepang di Pendopo Sukabumi untuk melakukan persiapan kemerdekaan.

"Dari sinilah cikal bakal munculnya janji Jepang untuk memerdekakan Bangsa Kita yang diinisiasi dengan pembentukan BPUPKI dan PPKI," ucap dia.

Sjahrir dengan kelompoknya juga melakukan hal serupa dengan gerakan bawah tanah memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini. Uniknya kedua karakter yang berbeda ini akhirnya menyelesaikan persoalan bangsa dengan cara ekstrem, menculik rekannya hingga bersepakat untuk mengumandangkan proklamasi tanpa menunggu uluran Jepang atau sekutu.

"Dari rumah ini banyak kisah sejarah terkuak terutama detik-detik pengabilalihan sekolah polisi oleh Jepang hingga strategi kedua tokoh pahlawan tersebut dalam menghadapi Jepang. Salah satu sejarah besar adalah keberanian Hatta untuk meminta janji merdeka jika Jepang ingin merekrutnya, kisah kecil yang memberi dampak yang luar biasa bagi sejarah nasional," tutupnya.

(mso/mso)


Hide Ads