Suara Parau Kampung Braga di Balik Gemerlap Bandung Metropolis

Suara Parau Kampung Braga di Balik Gemerlap Bandung Metropolis

Sudirman Wamad - detikJabar
Senin, 19 Des 2022 09:00 WIB
Kampung wisata kreatif Braga
Kampung wisata kreatif Braga (Foto: Sudirman Wamad/ detikJabar)
Bandung -

Jalan Braga menjadi salah satu ikon di Kota Bandung. Rasanya, kurang afdal jika ke Bandung tanpa berkunjung ke Braga. Saban akhir pekan, Braga selalu ramai.

Ramainya Braga tentu berimbas pada sosiologi pemukiman yang ada di sekitarnya. Di balik indahnya gedung tua yang disulap jadi rumah makan, tempat untuk mengopi, bercengkrama hingga swafoto itu, terdapat kampung yang warganya berjuang untuk tetap bisa hidup di kota.

Kampung Braga RW 08 Kelurahan Braga, Kecamatan Sumur Bandung, adalah bagian dari wajah pemukiman yang dipaksa untuk bertransformasi sebagai kampung wisata kreatif. Program pemerintah yang mendorong agar warga kampung untuk turut andil dalam menggaet wisatawan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kampung Wisata Braga ini berada di samping Jalan Braga. Akses jalannya bisa masuk melalui Teras Braga. Teras yang menampung kuliner, yang dikelola oleh pengurus RW 08 Braga.

Pengunjung kampung bakal disambut dengan remang-remangnya lorong menuju Kampung Braga. Lorong yang menampilkan deretan lukisan, barang jualan milik salah seorang warga. Setelah melintasi lorong, pengunjung bakal disambut dengan mural warna-warni. Mural yang warnanya sudah luntur. Bisa dibilang sudah tak lagi menarik, sebab banyak bagian catnya yang mengelupas.

ADVERTISEMENT

Mural mendominasi sepanjang jalan di Kampung Braga RW 08. Setelah melintasi mural yang luntur itu, ada pertigaan. Di lokasi ini, pengunjung kampung bisa melihat deretan tanaman di sepanjang jalan. Sejuk memang. Larangan parkir di sekitar tanaman pun terpampang.

Kampung wisata kreatif BragaKampung wisata kreatif Braga Foto: Sudirman Wamad/ detikJabar

Setelah melewati jalan dengan deretan tanaman dalam pot itu, pengunjung juga bakal menyaksikan sisi lainnya dari Kampung Braga. Ada tanah kosong bekas gusuran yang dibiarkan. Di lokasi ini juga masih terdapat mural. Bahkan, ada bangunan yang tampak seperti panggung.

Pengunjung bisa menikmati sisi lain dari megahnya Jalan Braga melalui berkeliling di sekitar Kampung Braga RW 08.

Di Kampung Braga juga disediakan co-working space. Tapi, saat detikJabar berkunjung sedang tutup.

Salah seorang pengurus RW 08 Kampung Braga Bidang Ekonomi dan Pembangunan Darmawan mengatakan Kampung Braga sejatinya ditunjuk pemerintah sebagai kampung kreatif sejak era Wali Kota Bandung Dada Rosada. Kemudian berkembang, dan ditunjuk lagi sebagai Kampung Wisata Kreatif. Namun, konsep kampung wisata kreatif sepertinya tak begitu mengubah secara drastis kehidupan warga di Kampung Braga.

Darmawan mengatakan sekitar 328 kepala keluarga (KK) menetap di Kampung Braga. Mayoritas warga Kampung Braga bekerja sebagai wirausaha, pedagang dan lainnya. Ia tak menampik warga berjuang untuk bisa hidup di tengah perkotaan. Sebab, kampung wisata kreatif yang ditawar terasa hambar bagi warga.

"Kampung wisata tidak bisa menopang. Harusnya, lebih ke pendanaan. Karena warga kita ini kan pedagang. Jangan sampai, warga kita ini pinjam ke bank emok lagi, bank emok lagi, terus saja begitu," kata pengurus RW yang akrab disapa Kang Apuy itu saat berbincang dengan detikJabar, Minggu (18/12/2022).

Tak Ada Kesinambungan

Kang Apuy tak menampik wajah kampung wisata di Braga luntur, terbukti dengan mural yang sudah tak lagi indah. co-working yang tak bisa dimanfaatkan secara optimal dan masalah lainnya. Ia merasa harus ada kerja sama yang nyata antara warga Kampung Braga dan Pemkot Bandung.

"Ya di co-working itu tidak ada kegiatan lain," kata Kang Apuy.

lebih lanjut, Kang Apuy juga mengharapkan agar pemerintah tak hanya mengejar untuk bisa merealisasikan programnya. Ia mendorong agar pemerintah bisa aktif melakukan pembinaan, baik bersifat modal maupun lainnya terhadap warga Kampung Braga.

"Disbudpar harus memberikan sokongan dan pendampingan yang berkesinambungan. Buktikan bahwa kita ini harus seperti apa, penginnya kita ini bagaimana. Disuruh kreatif, tapi tidak ada apa-apa," ucap Kang Apuy.

Ia juga menceritakan pengurus sempat mengadakan pelatihan jahit bagi ibu-ibu Braga. Program bantuan dari Pemkot Bandung itu hanya berjalan dua bulanan. Pengurus mendapatkan hibah mesin jahit dari pemerintah.

"Kami bayar pelatih, waktu itu memang antusiasme masyarakat tinggi. Tapi, pelatihan terputus karena kami tak punya anggaran lagi. Ada pelatihan seni, mengaji, budaya dan lainnya. Tapi semua itu terhenti, karena tidak ada sokongan dana. Harusnya ada edukasi, fasilitasi," kata Kang Apuy.

"Sekarang kami bergerak sendiri, apa yang bisa kami lakukan, ya lakukan. Tapi, Kampung Braga menurut saya memang berkembang, ada perubahan, cuma ya nol sekian persen lah ya," kata Kang Apung menambahkan.

Senada disampaikan Tata, warga Kampung Braga dan salah satu penggagas ArtBraga, kegiatan kesenian di Jalan Braga. Tata mengatakan setelah dipatenkan sebagai kampung wisata, Kampung Braga tak memiliki progres yang berarti. Ia menyebut masyarakat tak mendapatkan pembinaan yang berkesinambungan.

"Tapi ternyata tidak ada proses pembelajaran buat masyarakat. Seperti program bagaimana mengedukasi masyarakat, bagaimana kampung wisata ini ke depannya. Ternyata masyarakat tidak siap. Belum diedukasi pemerintah," kata Tata.

Kampung wisata kreatif BragaKampung wisata kreatif Braga Foto: Sudirman Wamad/ detikJabar

Tata juga mengatakan ArtBraga salah satunya menampilkan karya anak-anak dan ibu-ibu warga Braga. ArtBraga salah satu upaya dalam merespons kondisi sosial, otokritik dan kritik terhadap pemerintah tentang bagaimana mengelola Kampung Braga.

"Dengan ArtBraga menjawab tantangan itu. Sebagai kampung wisatawan Braga kita mengadakan event dengan mandiri," katanya.

ArtBraga sendiri digelar pada Desember ini. ArtBraga menampilkan pameran, melukis bersama di sepanjang Jalan Braga dan lainnya.

(sud/yum)


Hide Ads