Sejumlah tempat ibadah menjadi saksi bisu perkembangan zaman di Sukabumi. Ada yang menjadi titik awal perlawanan atau perjuangan di masa penjajahan, ada juga yang menjadi simbol eratnya toleransi.
Ada banyak tempat ibadah di Sukabumi, tersebar mulai dari wilayah kota hingga kabupaten Sukabumi. Diantaranya bahkan sudah hilang dan berganti wujud menjadi kawasan perkantoran imbas pembangunan wilayah.
Berikut beberapa tempat ibadah bersejarah di Sukabumi
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Masjid Agung Kota Sukabumi
Masjid Agung Kota Sukabumi. Bangunan megah ini menjadi pusat beribadah umat Islam di Sukabumi sekaligus tempat berkumpulnya para pejuang tempo dulu.
Berdasarkan sejumlah sumber, Masjid Agung ini ada yang menyebut dibangun pada tahun 1890, namun sumber lain menyebut masjid ini berdiri pada tahun 1935 dari tanah wakaf KH Djuwaeni.
Mulanya, masjid ini berbentuk masjid kecil (musala). Kemudian setelah KH Ahmad Djuwaeni menjadi penghulu di Soekabumi, maka masjid jami itu naik statusnya menjadi Masjid Agung.
Pada masa awal, bangunan Masjid Agung Sukabumi masih sangat sederhana dengan atap tumpang dan memiliki satu menara. Sama seperti hari ini, bagian depan masjid terdapat alun-alun.
Perbedaannya, pada zaman dulu alun-alun diisi hamparan padang rumput yang menjadi tempat penggembalaan sapi. Kini, bagian alun-alun dihiasi dengan tanaman dan beberapa tempat duduk bagi wisatawan.
Konon dengan bantuan para ulama, masjid ini menjadi tempat berkumpulnya para pejuang dalam berlatih dan merancang strategi melawan tentara sekutu.
Tahun demi tahun berganti, Masjid Agung pun kehilangan bentuk aslinya. Setidaknya sejarah mencatat, Masjid Agung telah melewati enam kali pemugaran yaitu di tahun 1900, 1936, 1945, 1975, 2004, dan 2012.
Perpaduan inovasi arstikektur ada pada atap masjid dengan berbentuk kubah bergaya Timur Tengah, kemudian kujang sebagai identitas suku Sunda di bagian puncak menara, sarana berzikir, dan kaligrafi untuk memperindah interior masjid.
2. Gereja Sidang Kristus
Protestanche Kerk atau Gereja Sidang Kristus dibangun tahun 1911 dengan nama terdahulu yaitu Protestanche Kerk. Gereja ini dibangun di atas tanah milik AAE Lenne, seorang tuan tanah berkebangsaan Jerman.
Lokasi gereja ini berdekaan dengan Masjid Agung Kota Sukabumi, sehingga kerap dikaitkan dengan simbol toleransi antarumat beragama.
"Pada tahun 1947, bangunan ini dibumihangus oleh pejuang RI dalam taktik bumi hangus seiring 200 bangunan lain di Sukabumi yang dibakar, dan dihancurkan daripada diduduki oleh Belanda, dan sekutu. Serta gereja ini sempat berubah menjadi Chinezen Christian Protestanche Kerk atau Cih Tuh Ciao Hui 'Sidang Kristus'," kata Rangga Suria Danuningrat, pegiat sejarah dari Soekaboemi History.
Gereja sidang kristus dilengkapi dengan lonceng gereja pada tahun 1914. Lonceng gereja yang dibuat dari 80% bahan perunggu dan 20% bahan kaleng tersebut langsung didatangkan dari Royal Eijsbouts dengan pemiliknya bernama Bonaventura Eijsbout yang pabrikannya terletak di Asten Netherlands.
Royal Eijsbouts adalah juga pabrikan pembuat jam menara atau tower clocks serta memulai berkarya dalam dunia jam menara sejak tahun 1872 dan memulai membuat lonceng gereja sejak kehadiran anak dari sang pemilik yaitu Bonaventura Eijsbouts bernama Johan Eijsbout tahun 1893 kedalam manajemen perusahaan tersebut.
3. Gereja yang Hilang
Penulis Soekaboemi History, Rangga Suria Danuningrat mencatat soal adanya Rooms Katholiek Kerk atau Gereja Katolik Roma yang terletak di Jalan A Yani atau dahulu jalan itu bernama Tjipelang Weg Nomor 33-35 dan 37.
Dahulunya lokasi itu terdapat gereja yang juga berfungsi sebagai pastoran dan didirikan oleh Pater MYD Claessens Pr, tahun 1896 dengan daya tampung maksimal 100 orang.
Gedung ini pada era 70 hingga 80an pernah menjadi Asrama Haji setelah sebelumnya dijual pada tahun 1964 dan dipindahkan ke Jalan Surya Kencana Nomor 11 (pada saat itu bernama Jalan Selabatu) berikut gereja dan pastorannya.
Pada tanggal 10 September 1889, Alfred Pierre Yean Eugine Auguste, seorang bayi yang lahir pada tanggal 30 Agustus 1889, merupakan orang pertama yang di baptis di gereja ini oleh Romo MYD. Claessens Pr. Peristiwa tersebut dijadikan tonggak awal berdirinya gereja Katolik St Joseph Sukabumi.
Tahun 1940 atau 51 tahun kemudian telah tercatatkan ada 754 orang yang dibaptis secara Katolik di Paroki, di mana hampir seluruhnya orang Eropa (Belanda). Tanggal 27 Desember 1940 Yeanete Fanny adalah orang ke 754 yang dibaptis di gereja St Joseph Sukabumi oleh Romo Yurebbe SJ.
Kini bangunan ikonik serta klasik yang memiliki corak arsitek Italia ini telah berganti menjadi Bank Jabar Banten (BJB) Cabang Utama Sukabumi.
![]() |
4. Kisah Vihara Widhi Shakti Sukabumi
Vihara Widhi Sakti yang awalnya bernama Kelenteng Bie Hian Kong merupakan identitas dari warga etnis Tionghoa yang ada di Sukabumi, usianya sudah lebih dari 100 tahun sejak pertama kali dibangun tahun 1912 silam.
Dalam vihara ini ada tiga altar utama, yakni altar Kongco Han Tan Kong, Sang Buddha dan Dewi Kwan Im. Alasan di bangunnya vihara ini karena adanya serangan penyakit Kolera yang sangat mewabah di tahun-tahun sebelumnya yaitu tahun 1908 di Sukabumi dengan harapan saat itu dengan berdirinya kelenteng di Sukabumi, maka akan tersedia tempat untuk berdoa khususnya agar terhindar dari wabah dan bencana.
Pada awalnya, posisi vihara bersatu antara tempat altar persembahan yang sekarang menjadi tempat pertunjukkan wayang potehi yang berada di depan vihara dan bangunan yang kini menjadi vihara serta tidak terbelah jalan dan menjadi satu lahan.
"Karena wilayah Odeon dibangun jalan seiring dengan pembangunan Slatchthuis atau Rumah Potong Hewan, maka posisi ruang altar yang sering dijadikan tempat pertunjukkan wayang potehi tersebut kemudian dimundurkan," kata Rangga Suria Danuningrat, pegiat sejarah dari Soekaboemi History.
Menurut cerita yang berkembang saat itu, pada waktu Cap Go Meh ketika patung Kongco Han Tan Kong digotong ada seorang nenek kemasukan roh Han Tan Kong. Roh itu meminta agar Bio (vihara) dipindahkan, dan ketika ditanya oleh pengurus viahara Bio Kong lalu tangan nenek itu menunjuk ke seberang, ke lokasi yang menjadi vihara sekarang. Namun informasi yang sebenarnya bahwa altar pemujaan dahulunya bersatu dengan vihara dan terpisahkan karena adanya pembangunan jalan.
Tanggal perayaan Cap Go Meh dikenal dengan "Jie Cap" yaitu 20 bulan 1 imlek dan "Ji It" 21 bulan 1 imlek. Cap Go Meh belakangan identik dengan hari digotongnya kongco yaitu "Ji It". Itulah yang menjadi penyebab di sukabumi Cap Go Meh disebut dengan "JI It Meh"
Proses penunjukan pengurus vihara dilakukan dalam tiga tahun sekali. Mereka dipercaya untuk mengelola dani dari umat Buddha Sukabumi yang tersebar seantero Nusantara dan mancanegara.
Masyarakat China keturunan atau yang lebih dikenal dengan kaum Tionghoa di Sukabumi merayakan Tjap Go Meh (Cap Go Meh) atau Ji It Meh dengan sangat meriah, dengan berbagai pertunjukan seperti Wayang Potehi dan pertunjukan barongsai hingga kembang api bahkan lontong Cap Go Meh pun tak ketinggalan selalu meriahkan acara pada kesempatan perayaan Imlek.
Setiap ada acara perayaan Imlek, maka masyarakat Sukabumi ikut antusias menyambut dengan penuh sukacita. Perpaduan budaya tersebut adalah menjadi ciri bahwa keberagaman budaya dan adat istiadat telah tertanam kuat di Sukabumi serta keserasian antar umat beragama tersebut sudah sedemikian terjalin sangat erat di Sukabumi dan sekitarnya sehingga keberadaan kaum Tionghoa tersebut telah berbaur serta telah beratus-ratus tahun lamanya di Sukabumi tersebut kian menyemarakkan ke-bineka tunggal ika-an di Indonesia dan mempererat persatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
5. Gereja Pangharepan Cikembar
Gereja ini terletak di Jalan Raya Sukabumi-Palabuanratu di Kecamatan Ckembar dan saat itu berada di Kawedanaan Cimahi Afdeeling Sukabumi dengan luas tanah 154 bau. Sekadar diketahui, bau merupakan satuan lokal untuk mengukur luar tanah. Satu bau seluas kurang lebih 7.000 meter persegi.
Tanahnya berupa tanah Recht van Erfpacht (Hak Guna Usaha) di sebuah perkebunan karet yang pada saat itu berada di bawah kekuasaan tuan VAN den BERG melalui Surat Keputusan Gubernur Jenderal HIndia Belanda tanggal 28 Januari 1887.
"Setelah mengajukan ijin-ijin, maka pada tanggal 16 Agustus 1888 hak Erfpacht berganti haknya menjadi atas nama Nederlandsch Zendingvereeniging. Lalu dibangunlah sebuah gereja kecil di dalamnya yang hanya dapat menampung kurang dari 20 orang," Kata Rangga Suria Danuningrat, pegiat sejarah dari Soekaboemi History.
Gereja ini mengadaptasi ajaran yang disebarkan oleh Gereja Kerasulan Apostolik (Apostolische Kerk) dan jemaatnya berada di bawah ajaran 'Jemaat-jemaat Kristen Pribumi Anthing' atau 'Anthingsche Christen-Inlandsche Gemeenten' dengan penggagas ajarannya saat itu adalah Frederik Lodewijk Anthing.
Namun, tidak semua pengikut Anthing menerima ajaran Gereja Kerasulan tersebut di Sukabumi. Hanya jemaat Pangharepan-Cikembar yang menerima ajaran Gereja Kerasulan.
Gereja ini kemudian berubah menjadi Gereja Kristen Pasundan (GKP) Cikembar di mana pada awalnya berada di bawah asuhan Nederlandsch Zendingvereeniging (NZV).
6. Masjid Agung Palabuhanratu
Masjid ini pertama di bangun pada tahun 1926, Masjid Agung Palabuhanratu terletak di Kelurahan Palabuhanratu, Kecamatan Palabuhanratu Kota, tepatnya berada di Jalan Siliwangi Palabuhanratu, di sebelah barat Alun-alun Palabuhanratu.
Masjid Agung Pelabuhan Ratu cukup besar. Luasnya sekitar 26x26 meter, dan terdiri dari tiga lantai.
Dua buah menara terdapat di bagian depan sisi kiri dan kanan masjid. Satu menara tingginya lebih rendah dari kubah masjid dan satu menara lebih tinggi dari kubah masjid.
Baik menara dan kubah masjid semua terbuat dari beton. Sebagaian besar bangunan masjid dikelilingi dinding yang terbuat dari kaca, terutama bagian belakang dan sisi kiri, dan kanan dengan langit-langit masjid yang tinggi membuat masjd terasa sejuk dan suasana terang.
Dari lantai atas masjid dapat melihat pemandangan ke arah laut Samudra Indonesia.
Masjid ini di bangun pada tahun pada zaman Kolonial Belanda. Lahannya pun merupakan hibah dari warga sekitar. Yakni warga Pakauman (Nama Kampung Kaum zaman dulu).
Bangunan yang memiliki tiga lantai itu di lengkapi dengan dua menara. Menara tinggi yang berada disebelah kiri masjid, memiliki ketinggian 30 meter. Masjid itu juga dilengkapi dengan 20 anak tangga.
(sya/sud)