Bermain di kompetisi Liga 3 Seri 2 Jawa Barat bukan hal yang mudah, terlebih dari sisi pendanaan. Minimnya sponsor yang tertarik lantaran pamor Liga 3 yang kalah dari Liga 1 dan Liga 2 membuat manajemen klub kerap kali merogoh kocek pribadi untuk mendanai operasional tim. Begitu pula yang dirasakan manajemen Persatoean Kesebelasan Indonesia Tjianjoer (Perkesit).
Manajer Operasional Perkesit Cianjur Ade Sumardi mengungkapkan, jika Liga 3 memang tidak banyak dilirik atau menjadi perhatian sponsor. Tidak banyak sponsor yang ingin mendanai klub yang berlaga di kompetisi tersebut. "Kalaupun ada sponsor, biasanya hanya memberi seadanya. Istilahnya mah yang penting nempel logo di jersey," ujar dia belum lama ini.
Menurutnya, sponsor baru mau melirik atau mendanai jika tim menjuarai kompetisi. "Makanya target kita bagaimana caranya Perkesit bisa jadi juara, supaya sponsor masuk tanpa perlu kita ke sana kemarin cari. Karena jangankan untuk klub, sekelas tim yang berlaga di Porda saja kadang susah cari sponsor. Itulah tantangan di Liga 3," ucapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengungkapkan, Perkesit mendapatkan pendanaan dari sponsor utama yakni Bris Trans yang merupakan perusahaan jasa travel milik Ade Sumardi. "Sekarang Perkesit memang ada di bawah naungan PT Bris Trans, jadi pendanaan melalui jasa travel yang saya jalankan bersama keluarga," ungkapnya.
Dia menyebut jika setiap bulannya biaya yang dikeluarkan mencapai Rp 50 juta hingga Rp 200 juta. "Kalau di luar kompetisi operasional sekitar Rp 50 juta per bulan, tapi kalau sedang kompetisi angkanya naik menjadi Rp 200 juta per bulan. Angkanya memang besar karena kita ingin fasilitas terbaik untuk pemain agar siap dan meraih hasil terbaik saat pertandingan," kata dia.
Ade menambahkan, saat ini Perkesit sedang berkomunikasi dengan Pemkab Cianjur agar bisa melakukan swakelola Stadion Badak Putih. Nantinya hasil dari sewa stadion tersebut dapat membiayai tim tanpa bergantung pada sponsor dari luar.
"Kita ingin Perkesit mampu mendapatkan penghasilan sendiri, jadi ketika tidak ada sponsor pun tidak masalah, karena sudah ada pendapatan untuk operasional. Saya yakin uang yang terkumpul cukup untuk mendanai operasional per bulan, termasuk saat ada kompetisi," ucap dia.
"Kami masih berupaya membujuk Pemkab agar rencana ini bisa terealisasi, jadi Perkesit akan menjadi club yang mandiri," katanya.
Nilai Kontrak Pemain
Ade Sumardi mengatakan, pada musim sebelumnya, pemain Perkesit dibayar tanpa kontrak bermain yang jelas. Namun mulai kompetisi Liga 3 Seri 2 tahun 2022 ini, manajemen memberlakukan sistem kontrak layaknya klub profesional di Liga 2 ataupun Liga 1. "Kita ingin Perkesit lebih baik, kita benahi secara bertahap. Dimulai dari managerial tim, dimana pemain kita kontrak secara profesional untuk setiap musimnya," kata dia.
Menurut dia, kontrak pemain dibagi dalam beberapa kategori, mulai dari spesial hingga grade 1. Kategori pemain itu dinilai berdasarkan line up. "Grade paling tinggi yakni spesial dengan nilai Rp 5 juta per musim, kemudian pemain lokal senior dikontrak Rp 3 juta per musim, grade 1 dikontrak Rp 2 juta per musim, dan ada juga satu lagi yakni waiting list, dimana pemain tersebut tidak dimainkan namun sudah kontrak," kata dia.
Dia mengatakan nilai tersebut sudah sangat besar dan sama dengan klub lain yang berkompetisi di liga atas, diantaranya club yang berlaga di Liga 3 Seri 1. "Kita berkaca dari klub lain yang sudah lebih profesional, dimana nilainya memang sebesar itu. Kontraknya per musim, dimana satu musim di liga tiga itu kan hanya satu bulan, berbeda dengan liga 1 yang satu musimnya itu sepanjang tahun," ujar dia.
Ade menambahkan jika di luar kompetisi, para pemain juga tetap berlatih. Selama sesi latihan pihaknya juga memberikan uang saku pada pemain.
"Khusus sesi latihan tentunya ada uang saku untuk para pemain, sehingga mereka semangat untuk berlatih. Jadi tim juga tidak hanya dibentuk saat kompetisi dan bubar setelahnya, tapi berkelanjutan hingga kompetisi berikutnya," kata Ade.
(iqk/iqk)