Pasangan calon (paslon) Dedi Mulyadi-Erwan Setiawan unggul pada hasil hitung cepat atau quick count (QC) Pilgub Jabar 2024. Hasil penghitungan Indikator, Dedi-Erwan raup suara 61,16 persen.
Pengamat politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Firman Manan mengatakan hasil itu tak membuat kaget masyarakat, sebab Dedi Mulyadi dan Erwan Setiawan selalu unggul dalam setiap survei sebelum pencoblosan.
"Hasil versi QC tidak mengejutkan ya, karena berbagai survei sebelumnya menunjukkan keunggulan Kang Dedi Mulyadi dan Kang Erwan dibandingkan kandidat yang lain. Dan, penjelasannya juga clear dan bagaimana popularitas Kang Dedi sudah tinggi, bagaimana ada asosiasi Kang Dedi dengan Presiden Prabowo dampaknya sangat besar, lalu Kang Dedi Mulyadi di diusung partai yang memiliki basis masa besar," kata Firman dihubungi detikJabar, Kamis (28/11/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Firman menilai perbedaan hasil QC dengan real count tak akan beda jauh. "Pengalaman pemilihan sebelumnya seharusnya tidak ya, apalagi lembaga survei ini cukup kredibel, dan kita juga tidak melihat lembaga survei berbeda cukup signifikan, bedanya hanya di koma saja," ujarnya.
"Kelihatannya memang hasil real count nanti tidak akan berbeda terlalu jauh dari quick count," tambahnya.
Selain itu, sosok Presiden Prabowo sangat berpengaruh dalam meningkatkan elektabilitas Dedi-Erwan di Jabar. "Sekarang itu Kang Dedi Mulyadi satu partai dengan presiden, dan apalagi secara personal ada komen yang memperlihatkan kedekatan presiden dan Kang Dedi. Apalagi kita ingat setelah pelantikan Pak Prabowo dari Gedung MPR/DPR ke istana ada Kang Dedi dipanggil Pak Prabowo, itu jadi faktor pendorong elektabilitas Dedi jadi meningkat dibandingkan yang lain," tuturnya.
Saat ditanya mengenai isu politik identitas yang ditujukan pada Dedi Mulyadi, Firman menilai isu politik identitas menerpa Dedi Mulyadi pada Pemilu 2024 dan Pilgub Jabar. Namun, pemilih memiliki pandangan lain untuk memilih Dedi Mulyadi.
"Dibandingkan 2018? Sebetulnya itu sekarang juga muncul terkait Sunda Wiwitan atau klenik, tapi tidak jadi isu utama, kenapa? Karena ada pemikiran lain dari pemilih terhadap Dedi Mulyadi," ujarnya.
"Kalau dulu Kang Dedi hanya dikenal Bupati Purwakarta 2 periode ketika isu itu muncul (politik identitas) itu bisa. Kalau sekarang diasosiasikan publik Kang Dedi dekat dengan masyarakat dan perhatian ke masyarakat, itu lebih menempel dibandingkan dengan isu politik identitas," tuturnya.
Bahkan sejak Pilpres 2024, isu politik identitas tidak seperti pemilu 2019 lalu. "Politik identitas seperti 2018, kita ingat 2018 itu dampak dari Pilgub DKI 2017. Tapi, 2024 politik identitas tidak jadi isu utama, isu (politik identitas) ada tapi jadi isu pinggiran yang tidak berpengaruh merusak elektoral," pungkasnya.
(sud/sud)