Indikator Politik Indonesia merilis survei terbaru elektabilitas pasangan calon pada Pilgub Jawa Barat 2024. Hasilnya, paslon Dedi Mulyadi dan Erwan Setiawan masih unggul melampaui tiga kandidat lainnya.
Survei dilakukan periode 14-20 November 2024, yang melibatkan jumlah sampel 800 orang dari seluruh provinsi Jawa Barat. Survei dilakukan dengan metode wawancara tatap muka, dengan teknik pengambilan sampel metode multistage random sampling.
Rentang usia para warga yang disurvei yakni minimal 17 tahun atau sudah menikah. Adapun toleransi kesalahan atau margin of error +- 3,5% pada tingkat kepercayaan 95 persen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Founder dan Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi melihat belum ada perubahan dari kekuatan elektabilitas Dedi Mulyadi. Dibandingkan dari hasil survei kedua Indikator Politik pada periode Oktober, posisi Dedi Mulyadi masih unggul meski waktu tinggal kurang dari seminggu menuju Pilkada 2024.
"Dalam simulasi Top of Mind, 55,3% orang masih menunjukkan preferensi elektoral atau berencana memilih Dedi Mulyadi. Ini masuknya strong voters, karena tanpa disodorkan nama sudah bisa menyebutkan. Simulasi ini juga ada peningkatan, karena bulan lalu baru 47,5% yang bisa menyebut namanya," ucap Burhan, Kamis (21/11/2024).
Sementara pada simulasi delapan nama paslon, Dedi Mulyadi mendapat elektabilitas 66,8%. Dibandingkan dengan hasil survei Indikator periode sebelumnya, Dedi mendapat 70,3% sehingga ada penurunan meski hanya kurang lebih 3%.
Dalam simulasi surat suara yang menampilkan 4 pasangan calon, hasil survei memperlihatkan bahwa paslon Dedi-Erwan masih unggul jauh dengan perolehan 71,5%. Burhan mengatakan perolehan ini masih punya pola yang sama dan mirip dengan survei periode sebelumnya.
"Dedi-Erwan dipilih 71,5%, disusul Syaikhu-Ilham 16,4%, sementara pasangan yang lain di bawah 5% yakni Jeje-Ronal 4%, dan Acep-Gita 4,4%. Tidak tahu atau tidak menjawab 3,7%. Jadi yang lain ada peningkatan, tapi landai. Ini sudah diprediksi oleh para akademisi pada bulan lalu," kata Burhan.
Ia mengatakan bahwa posisi Dedi-Erwan sampai ke hari pencoblosan bakal susah digeser. Tingkat popularitas yang tinggi membuat Dedi Mulyadi unggul jauh.
Burhan mengatakan, dalam Pileg dan Pilkada di Provinsi Jabar biasanya punya tren persaingan ketat. Dalam Pilkada, belum pernah ada sejarah kemenangan di atas 40%. Namun situasi berbeda terjadi pada hasil survey tahun ini, yang juga dilakukan berbagai lembaga survei lainnya.
"Pada perbincangan bulan lalu, para akademisi itu sudah 'weruh sakdurunge winarah', artinya tahu sebelum kejadian. Pak Djayadi dan Pak Karim sudah bilang karena secara dasar, orang memilih karena mengenal. Dan itu tidak terpenuhi pada paslon lainnya. Pada perilaku pemilih, keterkenalan adalah necessary condition," tutur Burhan.
Di lain sisi, Burhan melihat adanya pola partisipan partai paslon lain pun merapat memilih Dedi-Erwan. Ia menganalisa beberapa penyebab di antaranya party id atau loyalitas partisipan partai cukup rendah di Jabar.
"Hanya di bawah 10% orang Jabar merasa dekat dengan partai. Jadi kerap terjadi split ticket voting. Partisan yang sedikit membuat warga Jabar bisa memilih bebas sekehendak hati dan umumnya karena faktor ketokohan. Jadi ada weak party system, party the alignment, dan adanya tokoh yang kerap beyond dari partai. Kekuatan personalisasi jadi lebih mempengaruhi," ujarnya.
Pada closing statementnya, Burhan menyatakan bahwa peluang kemenangan Dedi-Erwan akan sangat tinggi pada hari pencoblosan 27 November 2024 mendatang. Meski waktu tetaplah waktu, apapun bisa terjadi dalam kurun waktu enam hari ke depan.
"Bulan lalu saya kurang yakin kalau Dedi akan otomatis menang di Jabar. Tapi survei yang barusan selesai, sepertinya mengurangi kekurang yakinan saya. Tapi masih ada undecided, 27% orang masih bisa berubah pilihan. Kita bukan berarti mendahului kehendak Tuhan, tapi untuk mengejar ketertinggalan itu sangat sulit. Peluang Dedi sangat besar, kecuali ada blunder luar biasa atau gempa tektonik elektoral yang tak bisa diprediksi," katanya.
(aau/dir)