Calon Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan menyoroti soal kesehatan mental. Sekedar diketahui, kasus gangguan jiwa menjadi penyebab kedua seseorang kehilangan produktivitas di Indonesia. Prevalensi tertinggi masalah mental yang kerap dialami warga adalah depresi 3,69 persen, gangguan ansietas atau kecemasan 3,56 persen, diikuti skizofrenia 2,09 persen.
Bahkan, masalah kesehatan mental menempati 10 penyakit terbesar kematian dan kesakitan di Indonesia. Masalah ini dialami sejak usia anak, remaja, hingga dewasa, dengan setidaknya ada 1,4 persen warga Indonesia berusia di atas 15 tahun mengalami depresi.
Farhan menilai bahwa kesehatan mental warga Bandung dapat mengadopsi konsep dari beberapa perusahaan, yakni menjaga 'work & life balance'. Menurutnya, perusahaan tempat kerja perlu terlibat mendukung kesehatan mental pekerja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam penerapan konsepnya, perusahaan selain menciptakan hubungan kerja yang inklusif, juga dapat membuat program konseling dan pertolongan pertama permasalahan kesehatan mental. Ia pun melihat itu dalam kacamata tatanan kota.
"Jadi rumusan konsep integrasi kesehatan mental kami yakni Utamakan Bahagia. Itu ada beberapa macam seperti layanan Pemeriksaan Kesehatan Gratis, Konseling dan Konsultasi Psikologi berbasis kewilayahan, serta Edukasi preventif kekerasan anak melalui permainan anak urban," ucap Farhan pada detikJabar, Minggu (27/10/2024).
Pada salah satu bagian program misalnya, pada konseling dan konsultasi psikologi di kewilayahan, menjadi treatment terhadap katup sosial dengan pendekatan kelompok yang berbasis budaya.
"Jadi kita tidak langsung 'nembak' konseling. Karena berdasarkan keilmuan, ada tahap konsultasi psikologi dulu. Kalau hasil konsultasi menyarankan konseling, maka baru ada konseling," ucap Farhan.
Nah Farhan juga memberi ide, bahwa soal penanganan kesehatan mental akan melalui pendekatan berbasis budaya. Pengemasannya dengan permainan tradisional untuk milenial dan permainan urban untuk gen-Z. Tujuannya, agar masyarakat tidak segan dengan pendampingan kesehatan mental.
"Lalu program kedua ada Senior Club. Di situ ada 'Nganjang ka Kolot' yakni penguatan program Pos Binaan Terpadu (Posbindu) dan Komda Lansia dengan lebih proaktif. Jadi nanti akan dilakukan pendataan dan perawatan dengan standar kualitas kesehatan, baik kesehatan fisik dan kesehatan mental, serta kesejahteraan warga lansia," tutur Farhan.
Program Farhan soal kesehatan mental, nampaknya tak cuma pendekatan ke anak-anak muda atau usia produktif. Namun semua usia pun mendapatkan pendampingan kesehatan mental sesuai porsinya masing-masing.
Adapun program lain yakni 'Kolot Kalapa'. Program ini bertujuan untuk memberdayakan warga Bandung yang usianya tak lagi produktif. "Mereka yang usia post-productive, akan diberikan pelatihan-pelatihan secara proporsional, dan hasil pelatihan tetap dapat memiliki manfaat dan nilai ekonomi," janjinya.
"Dengan program ini, lansia bisa lebih sehat, lebih berdaya dan mendapatkan pengakuan bahwa mereka masih menjadi bagian dari warga kota yang memiliki kontribusi positif," harap Farhan.
Di lain sisi, Farhan menilai program kesehatan mental tak akan bisa terintegrasi sendirian. Sehingga, ia nanti juga akan menyorot ke penyebab-penyebabnya seperti kultur kerja dan pengembangan SDM.
"Nanti akan diingatkan agar berbagi beban dengan lembaga/perusahaan tempat kerja, terkait fungsi pengembangan SDM di perusahaan, untuk mewujudkan iklim organisasi yang sehat. Menarik jika program perusahaan dikolaborasikan dengan program Pemkot. Jadi dikedepankan semangat kolaborasi antara sektor publik dan bisnis," kata Farhan.
(aau/iqk)