Hasil survei elektabilitas pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi dan Erwan Setiawan masih menduduki peringkat pertama. Kini, Dedi Mulyadi-Erwan punya ambisi baru yakni menembus suara 80% pemilih dalam Pilgub Jabar 2024.
Paslon nomor urut 4 ini sepertinya cukup percaya diri, mengingat hasil survei menunjukkan elektabilitasnya mencapai 75,7%. Kini tinggal sebulan lagi jelang masa tenang, Dedi Mulyadi mengaku tak punya strategi khusus yang muluk-muluk. Ia yakin bahwa masyarakat dapat menilai apa yang mereka saksikan di media sosial.
"Eranya sudah digital, kan kita bisa tahu perkembangan medsos setiap hari. Hal-hal kemanusiaan yang viral selalu terjadi, itu bukan dibuat-buat, itu terjadi secara alamiah," ucap Dedi Mulyadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dedi Mulyadi masih mengandalkan kemampuannya untuk menemui masyarakat dari rumah ke rumah di berbagai wilayah Jabar. Sementara pasangannya, Erwan, diminta untuk fokus di daerah asalnya seperti Cimahi dan Sumedang.
"Saya setiap hari nggak pernah berhenti berkeliling, tiap hari saya datang untuk memenuhi undangan warga ya saya datang untuk menemuinya. Tim dan para saksi sudah terbentuk dan mulai bekerja," sambung dia.
Dalam beberapa kesempatan, Dedi Mulyadi alias Demul memang kerap curhat soal tantangan yang dihadapinya selama nyalon Kepala Daerah. Seperti diketahui, arena Pilgub Jabar bukan jadi pengalaman pertama bagi Demul.
Menurutnya, tantangan politik terbesar hari ini bukan memperjuangkan popularitas atau elektabilitas, namun bersinggungan dengan entitas pikiran ideologi yang disebutnya harkat martabat orang Sunda.
"Saya memperjuangkan itu dari sebuah penghinaan. Tidak akan ada kebesaran sebuah bangsa, kebesaran sebuah wilayah rakyatnya, kalau sudah dari awal ideologinya terpinggirkan. Jadi saya harus siap hadapi gelombang serangan ideologi," ucap Demul.
Demul sedikit menyinggung soal adanya konten yang mengarahkan pada politik identitas. Ia menyebut beberapa sentimen bersifat personal diarahkan padanya.
"Hal yang bersifat keyakinan individual itu tidak ada kaitannya dengan konstitusi dan itu tidak ada kaitannya dengan pembangunan. Yang dibutuhkan masyarakat itu pemaknaan, pengamalan dari 'Innas shalata tanha 'anil fahsyai wal munkar', itu yang harus diterima oleh masyarakat," kata Demul.
Baca juga: Ambisi Besar Golkar di Pilgub Jabar |
Menurutnya, kini semua fokus harus dikembalikan lagi pada kepentingan masyarakat. Bagaimana sebagai pemimpin dapat mengatasi kemiskinan, membangun infrastruktur, menyediakan sekolah, lapangan pekerjaan, hingga rumah bagi warganya.
"Sebelum saya mendaftar menjadi calon gubernur dan berpasangan dengan Kang Erwan, survei saya di 80,1%. Artinya, ada kepercayaan publik yang sangat tinggi selama itu. Apakah kepercayaan publik itu diorganisir? Tidak, itu lahir secara alamiah dari tindakan yang tidak pernah takut berpihak pada orang miskin," ucap Demul.
(aau/sud)