Pemerintah Kota Tasikmalaya memastikan akan memberikan sanksi tegas kepada aparatur sipil negara (ASN) yang terbukti terlibat langsung dalam politik praktis menjelang Pilkada Kota Tasikmalaya. Sanksi berupa penurunan pangkat atau pencopotan jabatan disiapkan bagi ASN yang melanggar netralitas.
"Aturannya sudah jelas, sudah diatur dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2023 tentang ASN. Saksinya bisa turun pangkat atau jabatan, disesuaikan dengan tingkat pelanggarannya," kata Pj Wali Kota Tasikmalaya, Cheka Virgowansyah usai menggelar apel besar netralitas ASN di halaman Balekota Tasikmalaya, Senin (7/10/2024).
Dalam kegiatan itu para pejabat ASN, mulai dari lurah hingga para pejabat eselon II berkomitmen untuk menjaga netralitas. Mereka juga membubuhkan tanda tangan sebagai bukti atas komitmennya untuk tidak terlibat dalam politik elektoral.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cheka mengakui menjaga netralitas ASN bukan perkara mudah, karena jumlahnya yang cukup banyak. Ada sekitar 7.000 ASN yang berada di lingkungan Pemkot Tasikmalaya. "Mengawasinya memang tidak mudah, jumlah ASN di Pemkot Tasikmalaya itu ada sekitar 7.000 orang," kata Cheka.
Pantauan detikJabar, sejumlah pejabat diketahui tidak hadir dalam kegiatan itu. Sehingga baligo yang memuat tanda tangan komitmen netralitas beberapa ada yang kosong.
Terkait hal tersebut, Cheka mengaku memakluminya karena bisa jadi ketidakhadiran mereka bukan berarti tidak sepakat dengan komitmen netralitas ASN.
"Nanti dicek, bisa jadi yang tidak hadir itu berhalangan, mungkin sakit atau sedang ada keperluan dinas lain. Tapi nanti yang bersangkutan tetap harus menandatanganinya langsung," kata Cheka.
Koordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kota Tasikmalaya, Djoko Narendro mengatakan Kota Tasikmalaya memiliki catatan hitam terkait netralitas ASN.
Pada Pilpres lalu, seorang ASN Pemkot Tasikmalaya secara terang-terangan membuat konten video mendukung salah satu calon Presiden. Kejadian ini kemudian ditindaklanjuti oleh Bawaslu sehingga ASN yang merupakan seorang guru SD itu telah mendapatkan sanksi atas perbuatannya.
"Yang kasus saat Pilpres lalu, itu sudah disanksi, artinya kejadian ini jadi catatan hitam, mestinya menjadi contoh bagi ASN lain di Pilkada ini untuk bisa menjaga netralitas. Jangan sampai terulang kembali," kata Djoko.
Dia mengakui kalangan ASN menjadi salah satu fokus pengawasan Bawaslu, meski diakuinya pengawasan ini menyimpan banyak tantangan. "Ya soal netralitas ASN menjadi salah satu bidikan kami. Petugas di lapangan juga sudah kami tugaskan untuk mengawasinya," kata Djoko.
Namun demikian Djoko tetap berharap partisipasi masyarakat untuk ikut mengawasi dan melapor ke Bawaslu jika menemukan adanya ASN yang nekat berkampanye atau melakukan politik praktis.
"ASN banyak, pengawas kita sedikit, jadi tentu saja pengawasan partisipatif dari masyarakat sangat kita harapkan," kata Djoko.
(iqk/iqk)