Memulai Perjalanan Rasa Saat Musim Panen Durian Menyapa Cikakak

Kabupaten Sukabumi

Memulai Perjalanan Rasa Saat Musim Panen Durian Menyapa Cikakak

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Minggu, 26 Jan 2025 06:30 WIB
Penjaja durian di Kecamatan Cikakak, Sukabumi.
Penjaja durian di Kecamatan Cikakak, Sukabumi. Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar
Sukabumi -

Langit pagi di Kecamatan Cikakak, Kabupaten Sukabumi, berwarna biru cerah, seolah menyambut kedatangan musim durian. Aroma khas buah berduri itu sudah tercium di sepanjang perjalanan bahkan sebelum sampai ke pusat desa. Di sepanjang jalan, tenda-tenda sederhana berdiri, memamerkan tumpukan durian dari berbagai ukuran.

Saat durian menyapa, perjalanan rasa pun dimulai. Di setiap gigitan, ada cerita tentang kerja keras, tradisi, dan cinta pada tanah kelahiran. Itulah yang membuat durian Cikakak tak tergantikan bagi para penikmatnya. Bagaimana kisahnya?

Di salah satu tenda, seorang pria paruh baya tampak sibuk mengelap buah durian dengan kain basah. Dia adalah Ocad (53), seorang pedagang durian sekaligus petani lokal yang sudah puluhan tahun ini menjalani profesi ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Setiap musim durian, suasana desa berubah. Rasanya seperti pesta kecil yang dirayakan semua orang," kata Ocad sambil tersenyum saat ditemui detikJabar, Kamis (23/1/2025).

Sebuah spanduk banner besar bertuliskan Kios Duren Ocad terpampang jelas lengkap dengan nomor telepon. Ocad kemudian bercerita, Kecamatan Cikakak dikenal sebagai sentra durian unggulan di Sukabumi.

ADVERTISEMENT

Durian dari sini memiliki karakteristik yang sulit ditandingi daerah lain. Dagingnya tebal, aromanya kuat, dan rasanya perpaduan sempurna antara manis dan pahit. Salah satu yang menjadi primadona adalah Durian Sigandaria, varietas lokal yang hanya tumbuh di lereng bukit Desa Sukamaju.

"Sigandaria itu seperti raja di sini. Kalau orang datang jauh-jauh, biasanya mereka cari itu," lanjut Ocad. Dengan harga yang bisa mencapai Rp500 ribu per buah, durian ini tetap diburu para pecinta durian. "Ini soal kualitas. Sekali coba, orang pasti ketagihan," tambahnya sambil membelah salah satu buah lalu menyodorkannya kepada detikJabar.

Suasana desa saat musim durian memang berbeda. Warga yang biasanya sibuk di ladang kini berkumpul di jalan utama, menjajakan hasil panen mereka. Anak-anak berlarian di antara tumpukan durian, sementara para ibu sibuk menghitung hasil penjualan.

"Musim durian itu seperti rezeki besar bagi kami. Banyak orang yang hidupnya tergantung dari sini," jelas Ocad.

Kang Jenal penjual durian lain mengungkap panen tak hanya menjadi berkah bagi petani, durian juga membawa perubahan besar di desa ini. Dulu, banyak pemuda yang merantau karena sulitnya lapangan pekerjaan. Namun, kini mereka kembali untuk mengelola kebun durian.

"Hasilnya lumayan. Dalam sekali panen, kami bisa dapat omzet hingga puluhan juta," tutur Jenal dengan nada bangga.

Di sisi lain, pemerintah daerah juga berperan aktif dalam mempromosikan durian Cikakak. Setiap tahun, Festival Durian Lokal digelar untuk menarik wisatawan. Acara ini tidak hanya memamerkan durian unggulan, tetapi juga memperkenalkan budaya lokal.

"Kami ingin Cikakak dikenal sebagai destinasi wisata durian. Ini potensi besar yang harus terus dikembangkan," harap Jenal.

Daging kuning keemasan durian itu tampak berkilau di bawah sinar matahari. Seorang pelanggan, Nanan (42), langsung menghampiri. Ia rela datang dari Bogor demi menikmati durian langsung dari tempat asalnya.

"Kalau makan durian di tempat lain rasanya beda. Di sini, selain segar, suasananya juga asyik," ujar Nanan sambil menikmati satu potong durian.

Bagi Nanan, durian dari Cikakak bukan sekadar buah, tetapi perjalanan rasa. Ia mengisahkan bagaimana ia pertama kali jatuh cinta pada durian Sigandaria.

"Waktu itu, saya mencoba di sebuah festival durian di Jakarta. Begitu tahu asalnya dari Cikakak, saya langsung penasaran. Sekarang, setiap musim panen, saya pasti mampir," katanya.

Bagi Nanan, festival itu menjadi alasan tambahan untuk kembali ke Cikakak. "Di sini, saya bukan cuma makan durian. Saya juga bisa belajar tentang proses budidayanya. Rasanya jadi lebih menghargai setiap gigitan," ujarnya.

Penjaja durian di Kecamatan Cikakak, Sukabumi.Penjaja durian di Kecamatan Cikakak, Sukabumi. Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar

Jenal pun mengamini hal itu. Ia mengajak pengunjung untuk melihat kebun duriannya yang terletak di kaki bukit. "Proses menanam durian itu penuh tantangan. Dari memilih bibit, merawat pohon, sampai menunggu panen, semuanya butuh kesabaran," katanya.

Meskipun begitu, di balik manisnya hasil panen, ada juga tantangan yang dihadapi para petani. Cuaca ekstrem dan hama menjadi ancaman utama. "Kadang, hujan terlalu deras saat bunga mulai tumbuh. Kalau gagal, ya kita rugi besar," kata Jenal.

Meski begitu, semangat para petani tak pernah surut. Mereka percaya bahwa durian adalah berkah yang harus dijaga. "Kami selalu berusaha memberikan yang terbaik. Ini bukan cuma soal bisnis, tapi juga kebanggaan," tegas Jenal.

Sementara itu, Nanan menikmati potongan terakhir duriannya. Ia mengaku puas dengan perjalanannya kali ini.

"Setiap tahun, rasanya selalu istimewa. Ini bukan cuma soal durian, tapi juga pengalaman," ujarnya.

Saat sore menjelang, desa mulai sepi. Para pedagang membereskan tenda, dan anak-anak kembali ke rumah. Namun, aroma durian tetap terasa di udara, seolah menjadi penanda bahwa musim panen belum berakhir.

"Besok pasti ramai lagi," ujar Jenal sambil menatap jalan yang mulai lengang. Baginya, durian bukan hanya sumber penghidupan, tetapi juga cerita yang terus hidup dari generasi ke generasi.

Musim durian di Cikakak memang selalu meninggalkan kesan mendalam. Bagi para petani seperti Ocad, Jenal dan para penikmat seperti Nanan, durian adalah simbol kebahagiaan sederhana yang dirayakan bersama.

(sya/sud)


Hide Ads