Ubi jalar atau di Jawa Barat kerap disebut boled merupakan salah satu umbi-umbian kaya manfaat. Laporan ilmiah dari US Department of Agriculture menyebut, 200 gram boled mampu menyediakan 44% vitamin C dan 213% vitamin A yang diperlukan tubuh manusia.
Boled memang bergizi tinggi. Tapi bagi kebanyakan orang, panganan satu ini kurang begitu dilirik. Seringnya boled hanya diolah menjadi camilan, bukan menjadi makanan pokok. Hal itu berlaku di Jawa Barat, khususnya di Kabupaten Kuningan.
Olahan ubi jalar yang populer di Kuningan, misalnya goreng boled, umumnya disajikan sebagai camilan biasa. Makanan ini bakal disantap berbarengan dengan teh hangat atau semacamnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati begitu, ternyata tingkat konsumsi boled di Kabupaten Kuningan setiap tahunnya berangsur turun. Padahal kabupaten ini menjadi salah satu daerah penghasil ubi jalar tertinggi di Jawa Barat.
Laman Open Data Jabar menampilkan, sekitar 24,9% atau 121.978 ton produksi boled di Jawa Barat pada 2021 berasal dari Kabupaten Kuningan. Angka tersebut menunjukkan jika boled merupakan komoditas yang melimpah di Kabupaten Kuningan.
Sayangnya meski umbi-umbian tersebut menawarkan kelezatan dan ragam manfaat, orang Kuningan yang mengkonsumsi boled mulai berkurang. Hal ini bisa dilihat dalam publikasi laporan Badan Pusat Statistik (BPS).
Ambil contoh di 2021, rata-rata konsumsi per kapita seminggu untuk boled menyentuh angka 0,127. Sedangkan pada tahun berikutnya, di 2022 jumlahnya turun sampai 0,078.
Namun angka yang dijabarkan di atas tidak spesifik memperlihatkan jumlah pasti tingkat konsumsi boled di Kabupaten Kuningan berdasarkan kilogram. Data tersebut diukur lewat satuan komoditas.
Sementara itu, jumlah pengeluaran orang Kuningan dalam sebulan untuk membeli boled pun terbilang minim. Misal di 2021 rata-rata uang yang dikeluarkan hanya Rp8024,29. Angka ini cukup jauh jika dibandingkan dengan komoditas lain seperti kacang-kacangan sebesar Rp20535,16.
Kesimpulannya boled memang menjadi komoditas pangan yang bisa dipanen cukup tinggi di Kabupaten Kuningan. Akan tetapi, kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi boled sebagai makanan bergizi masih kurang.
Boled Punya Nilai Ekonomis Tinggi
Hal tersebut diungkapkan langsung oleh beberapa warga asli Kuningan. Misalnya saja Rasyid (23). Menurutnya boled hanya dianggap bahan pangan biasa. Tapi jika diolah menjadi varian camilan, komoditas ini bisa bernilai ekonomis tinggi.
Selain populer dijadikan sebagai gorengan, boled pun sering diolah menjadi keripik dan jajanan yang cukup digemari anak muda. Di Kuningan, kata dia, banyak sekali produk makanan berbahan dasar boled.
"Kalau di Kuningan kita bisa lihat banyak sekali tukang gorengan yang menyelipkan boled di menunya. Sekarang juga banyak yang mengolahnya jadi camilan seperti keripik. Lihat aja di marketplace, banyak yang jual," kata Rasyid saat dihubungi detikJabar, Rabu (12/6/2023).
Tak hanya Rasyid, Wiwin (34), perempuan asal Desa Cilimus, Kabupaten Kuningan ini mengaku sering mengkonsumsi boled. Tapi untuk sekarang dia sudah jarang memakannya.
Wiwin menuturkan boled bisa menjadi bahan pangan alternatif di Kuningan. Dahulu umbi-umbian ini akan direbus atau digoreng, kemudian disantap saat waktu senggang.
"Kalau sekarang mungkin jarang kang yang konsumsi. Tapi kalau produk olahan memang banyak. Ya saya gak tahu datanya, kalau dulu emang seringnya boled tuh direbus terus dimakan kalau lagi santai," ungkapnya.
Di samping itu, kata dia, boled pun sering disuguhkan ketika ada tamu yang berkunjung ke rumahnya. Menanggapi data soal tingkat konsumsi boled menurun, sebagai warga Kuningan dia merasa cukup prihatin.
Dia sendiri berharap, agar konsumsi boled di daerahnya bisa booming kembali. Sebab, jika ditilik nilai gizinya, boled sangat bergizi tinggi
"Ya cukup prihatin. Soalnya saya juga sekarang jarang makan boled. Padahal dulu waktu zaman Belanda, boled tuh jadi pengganti nasi. Selain boled, singkong juga sering dimakan," pungkasnya.
(mso/mso)