Suasana Jalan Braga di Kota Bandung kembali ramai, apalagi setelah ada pelonggaran aturan pandemi COVID-19. Di tengah gemerlapnya lampu gedung-gedung heritage, tepatnya di depan Apotek Kimia Farma, gerobak penjualan makanan dikerumuni warga.
DetikJabar mencoba mendekati gerobak yang dikerumuni warga itu. Ternyata warga tersebut sedang mengantri membeli bacang legendaris yang ada di jalan tersebut, yakni Bacang Braga.
Saking banyaknya pembeli, seorang pedagang bacang bernama Halim (51) harus dibantu temannya, Arif (40) yang juga pedagang makanan dan minuman ringan di Jalan Braga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dibungkus? Atau makan di sini," tanya Halim dengan ramah kepada pembeli.
"Satu bacang Rp 10 ribu," ucap Halim kepada pembeli yang menanyakan harga bacang yang dijualnya.
Halim mengisahakan, saat merantau ke Bandung tahun 1990 lalu, warga Majalengka ini berjualan asongan terlebih dahulu. Tidak lama dari situ, Halim langsung berjualan bacang. Saat itu ia menjual bacang milik bosnya dengan keuntungan bagi hasil.
Menurut Halim, hingga kini ia masih bekerja untuk bos bacang yang ada di Astanaanyar. Halim memilih Jalan Braga karena lokasinya ramai.
"Sebelum ke sini, pernah jualan dekat kafe-kafe, terus ke titik lain, terus ke sini, masih di Jalan Braga," ungkap Halim.
Saking ramainya pembeli, Halim mengaku ia harus dibantu Arif, sesama pedagang di jalan itu. Arif sendiri berjualan minuman dan makanan ringan. Jadi ketika ada pembeli bacang di gerobak Halim, warga bisa membeli minum atau kerupuk di tempat Arif berjualan.
![]() |
Viral gegara Medsos
Halim mengaku, penjualan bacangnya memang melesat akhir-akhir ini. Hal tersebut terjadi karena dibantu diviralkan pembelinya melalui media sosial. Tak hanya warga Bandung, banyak warg luar kota yang bermain ke Bandung mencari bacang yang dijualnya.
"Medsos membantu banget, jualan saya jadi naik," ucap Halim.
"Sehari bisa sampai 400, kalau belum terlalu larut malam ditambah lagi, jualan dari pukul 17.00 WIB, pulang pukul 01.00 WIB," jelas Halim.
Halim sendiri enggan menyebutkan omzet penjualan bacangnya. Tapi, ia bersyukur karena dari hasil berjualan bacang bisa menyekolahkan tiga anaknya.
"Anak tiga, anak pertama yang sudah nikah lulus SMK, anak kedua sekaramg masih SMA dan anak ketiga baru masuk SMK, sekolah di Majalengka sambil mesantren," ujarnya.
Saat disinggung yang menjadi pembeda bacang yang dijualnya, tetelan jando atau susu sapi yang menambah selera dan kelezatannya jadi ciri khas.
Menurutnya, 16-18 kilogram tetelan bisa dibuatnya. Tetelan itu ia siapkan bersama sang istri di rumah sebelum berjualan.
"Saya siapin tetelannya dan sambelnya aja, yang masaknya istri," ucapnya.
(wip/orb)