Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) memainkan peran vital dalam prosesi Upacara Hari Kemerdekaan Indonesia. Tugas utama Paskibraka adalah mengibarkan dan menurunkan bendera Merah Putih dalam upacara yang digelar setiap 17 Agustus. Anggota Paskibraka dipilih dengan seleksi ketat dari kalangan siswa SMA/SMK di seluruh Indonesia, melalui proses seleksi berjenjang mulai dari tingkat sekolah hingga nasional.
Sejarah Pembentukan Paskibraka
Pembentukan Paskibraka pertama kali dilakukan menjelang perayaan HUT ke-2 Republik Indonesia pada 17 Agustus 1946. Gagasan ini dicetuskan oleh Mayor Husein Mutahar, yang kala itu menjabat sebagai ajudan Presiden Soekarno. Mayor Mutahar dipercaya untuk mengatur upacara bendera di Istana Presiden Gedung Agung, Yogyakarta, dalam kondisi negara yang masih darurat.
Pada upacara pertama tersebut, Mayor Mutahar memilih lima pemuda dari perwakilan daerah di Yogyakarta, yang terdiri dari tiga wanita dan dua pria, untuk mengibarkan bendera pusaka. Saat itu, pasukan ini dikenal sebagai "Pasukan Pengerek Bendera Pusaka".
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nama ini bertahan hingga tahun 1972, sebelum akhirnya diubah menjadi "Pasukan Pengibar Bendera Pusaka" atau disingkat Paskibraka pada tahun 1973. Nama ini diusulkan oleh Idik Sulaeman, rekan dekat Mayor Mutahar, dengan "pas" berasal dari kata "pasukan," "kibra" mengacu pada "pengibar," dan "ka" diambil dari kata "pusaka."
Formasi Paskibraka
Pada tahun 1967, Presiden Soekarno menugaskan Husein Mutahar untuk mengambil alih tugas pengibaran Bendera Pusaka. Bersama dengan Idik Sulaeman, Mutahar merumuskan formasi Paskibraka dengan formasi 17-8-45 yang diambil dari tanggal kemerdekaan Indonesia. Formasi ini terbagi menjadi tiga kelompok:
Kelompok 17: Bertugas sebagai pemandu dan pengiring pasukan. Kelompok ini berada di posisi paling depan.
Kelompok 8: Berperan sebagai pasukan inti yang membawa dan mengibarkan bendera Merah Putih. Kelompok ini berada tepat di belakang Kelompok 17.
Kelompok 45: Berfungsi sebagai pengawal kehormatan, berposisi di paling belakang. Mereka memiliki tugas simbolis untuk menjaga kehormatan bendera.
Awalnya, rencana pembentukan Kelompok 45 melibatkan mahasiswa AKABRI (Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Namun, rencana ini tidak terlaksana, sehingga dipilihlah anggota dari Pasukan Pengawal Presiden (PASWALPRES) yang lebih mudah diakses dan beroperasi di lingkungan Istana Kepresidenan.
Baru pada 17 Agustus 1968, tugas mengibarkan bendera pusaka diberikan kepada pemuda-pemuda perwakilan dari berbagai provinsi di Indonesia. Namun, karena belum semua provinsi mengirimkan perwakilannya, jumlah personel saat itu masih dilengkapi dengan eks-anggota pasukan dari tahun sebelumnya.
Paskibraka tidak hanya sekadar menjadi bagian dari upacara kenegaraan, tetapi juga menjadi simbol persatuan dan kebanggaan bangsa. Setiap tahapan seleksi dan pelatihan yang ketat merupakan cerminan dari semangat juang dan dedikasi para pemuda-pemudi Indonesia untuk menjaga kehormatan bendera pusaka.
Melalui peran pentingnya, Paskibraka terus menginspirasi generasi muda untuk memahami makna kemerdekaan dan berkontribusi dalam pembangunan bangsa. Sebagai sebuah tradisi yang terus dilestarikan, Paskibraka akan selalu menjadi bagian integral dari perjalanan sejarah Indonesia, mengingatkan kita semua akan nilai-nilai kebangsaan dan patriotisme yang harus dijaga dan diwariskan kepada generasi berikutnya.
(iqk/iqk)