Perjuangan para kru yang terlibat dalam uji terbang Pesawat CN 235 berbuah manis. Mereka sukses menyelesaikan rangkaian uji terbang hingga pesawat CN 235 bisa mengudara.
Yustinus Kuswardana, salah satu kru yang terlibat uji terbang CN 235 mengungkap, 14 kru yang terlibat saat melakukan iceing conditions aviation memiliki peran masing-masing. Peran yang dilakukan tak lain demi proses uji terbang berlangsung mulus.
Tak hanya saat uji terbang, orang yang membuat desain pesawat hingga melakukan pemasaran pesawat juga merupakan para suksesor dalam pembuatan peswawat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Membuat pesawat itu kerjasama tim, dari enginer, pembuat desain, dari pengujian dan dari penjualannya itu sulit dan masing-masing-masing peranya besar, tidak ada yang bisa klaim kalau gak ada saya gak bisa, enggak gitu," kata Dono sapaan karib Yustinus Kuswardana kepada detikJabar belum lama ini.
Dono yang kini menjabat sebagai Kepala Divisi Pusat Uji Terbang PT DI itu berujar, orang yang layak mengatakan sukses atau tidaknya, yakni Presiden BJ Habibie.
"Mungkin Pak Habibie," ucapnya singkat.
Pada proses uji terbang di tahun 1999 setelah Indonesia alami krisis ekonomi. Pada saat itu, juga Habibie sudah tidak ada di PT DI dan sudah menjabat sebagai presiden menggantikan Presiden Soeharto.
"Krisis ekonomi artinya IMF melarang negara membantu PT DI, Pak Habibie pasti support tapi bukan bentuk uang. Bentuk support membantu misal untuk ke Inggris atau ke Skotlandia, setiap landing kami harus minta visa untuk orangnya, minta izin security untuk pesawatnya, artinya perlu bantuan kedutaan-kedutaan di negara itu, pada saat itu saya merasa bantuannya itu lebih besar ke kami walaupun tak ada perintah langsung, walaupun sekarang juga masih ketika kita jual pesawat kedutaan kita juga suka bantu," ungkapnya.
Menurut Dono, pasca iceing conditions aviation tiga atau empat bulan kemudian PT DI kirim enam pesawat ke Malaysia yang sekarang digunakan untuk angkatan udara Malaysia dan pesawat VIP yang saat ini masih beroperasi.
Disingung kenapa Malaysia tertarik membeli pesawat CN 235 ke PT DI, Dono sebut Presiden Habibie berperan pada saat itu. Meski Presiden Habibie sudah tidak menjabat sebagai Dirut PT DI tapi kehadiran pemerintah sangat berpengaruh dalam penjualan pesawat itu.
"Kenapa tertarik? Yang jelas itu pasti ada pengaruh dari Pak Habibie, pertama beli kalau ga salah UEA, kedua Brunei cuman satu, setelah Malaysia lalu Korea Selatan," ujarnya.
"Salah satu itu klien Pak Habibie untuk berdiplomasi, karena marketing pesawat itu dibantu oleh negara," tambahnya.
Menurutnya, total Pesawat CN 235 yang sudah dipasarkan sudah 71 unit dan sekarang masih ada yang proses produksi.
Disingung terkait susah atau tidak dalam proses pembuatan pesawat, Dono sebut susah. "Menurut saya sulit, bukan dari sisi ilmunya, tapi dari manajemennya. Pesawat itu terdiri dari puluhan ribuan komponen dan setiap komponen harus di sertifikasi dan di kualifikasi," jelasnya.
"Jadi manajemen untuk mengelola pembelian, kedatangan hingga dipasarkan, itu sulit. CN 235 kita itu cuman baru 70 an, kalau ngmong boing itu sudah ribuan, artinya skala buat pembuat komponen pesawat itu tidak menguntungkan, makanya harganya jadi mahal," terangnya.
Selain itu, apakah kedepannya Pesawat CN 235 akan melakukan lagi uji terbang, Dono sebut tergantung jika ada perubahan desain harus ada uji lagi, terus berevolusi, seperti nambah berat atau tidak, nambah kecepatan atau tidak maka harus dilakukan uji kembali.
"Besar pengujian itu ditentukan disitu, kalau hanya mengganti cat tidak ada uji khusus. Tapi kalau mau buat tambahan beban dan penumpang agak banyak, ganti engine besar pengaruhnya, karena bisa kecepatan pesawat, jangkauan dan rasa terbangnya itu beda dan itu dirasakan pilot," pungkasnya.
(wip/mso)