Bukan perkara mudah bagi tim uji terbang Pesawat CN 235 yang diproduksi PT Dirgantara Indonesia (PT DI). Mereka harus keliling dunia dengan berbagai tantangannya.
Bagi yang pernah menjajal atau menumpangi pesawat ini, anda saat ini tinggal duduk nyaman menikmatinya. Tapi bagi kru PT DI harus penuh perjuangan demi pesawat ini lulus uji tes terbang dan dapat dipasarkan.
Saksi sejarah yang terlibat dalam uji terbang, yakni Yustinus Kuswardana atau karib disapa Dono mengatakan, kru harus kedinginan hingga hampir membeku saat melakukan iceing conditions aviation untuk Peswawat CN 235 itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Banyak cerita menarik. Jadi yang menarik itu yang saya rasakan kita kurang antisipasi cuaca dingin sehingga peralatan yang kita siapkan itu tidak cocok dan kita beli peralatan dadakan, kita beli tapi pada saat dipakai berat, pakaian seperti manusia kutub, tapi digunakan untuk pilot dan mekanik susah bergerak," kata Dono yang saat ini menjabat Kepala Divisi Pusat Uji Terbang PT DI kepada detikJabar belum lama ini.
Dono mengungkapkan, jika Anda pernah menyaksikan film seri Master of the Air atau kisah tentang kru pesawat B-17, pesawat perang dunia II, yang alami kedinginan karena pada zaman itu pesawat belum ada AC-nya. Rasa dingin saat ada di atas udara dirasakan langsung oleh Dono dan kru lainnya.
Menurutnya, semakin tinggi terbang maka oksigen semakin tipis. Bahkan menurut Dono, saat tangan menyentuh dinding pesawat terasa sangat dingin dan membakar kulit.
"Kalau di Jakarta temperatur 30 derajat naik ke 25 ribu, artinya dikurangi 50 derajat berarti minus 20 derajat, dan bayangkan kalau di Eropa. Kalau dipermukaan 10 derajat, berarti di atasnya 40 derajat, kita pegang dinding pesawat itu kaya terbakar dan tangannya beku, sakit dan menyiksa," ungkapnya.
Selain itu, dalam kondisi dingin Dono mengaku untuk bicara sulit dan hidung juga keluar darah. Tak hanya itu, seluruh badan keluarkan keringat es.
Saat pesawat turun dan keesokan harinya akan melakukan penerbangan lagi, seperti di Rusia yang kala itu sedang terjadi badai salju, Dono sebut jika pesawat pun terkubur es sehingga harus dibersihkan dahulu.
"Kondisi itu terjadi di perjalanan, kaki berkeringat dan pada temperatur itu jadi es, keringat keluar terus tapi langsung jadi es, bayangkan para mekanik sebelum terbang mereka harus naik ke wings, sebelum masuk pesawat, dingin sekali, jadi disemprot udara panas, di negara Eropa suka ada, tapi tidak di setiap airport ada karena tidak setiap kali kita turun di airport besar, itu pengalaman pertama dan buat kita shock," jelas Dono.
Tak hanya itu, dia juga khawatir jika cuaca ada di minus 50 derajat, mesin pesawat dikhawatirkan mati karena bahan bakar bisa beku. "Kalau pernah membawa HP atau GPS batre jadi beku, susah, seperti itu. Kalau di pesawat ada peralatan plastik dengan kualitas jelek kalau dipegang hancur, hal-hal seperti itu jadi persyaratan untuk pesawat terbang," tuturnya.
Menurut Dono, iceing conditions aviation adalah uji terbang saat cuaca ekstrem dingin. Selain itu, pesawat tersebut juga pernah lakukan uji terbang saat cuaca sangat panas. Namun untuk uji tersebut dilakukan di Indonesia.
"CN235 diuji juga saat cuaca panas, salah satunya di Australia, Solo dan Semarang, kalau panas di kita juga banyak lokasinya," ujarnya.
"Kalau panas yang bahaya elektroniknya yang dites itu ya, banyak pengujian pesawat itu dan itu membuat mahal dan sulit," tambahnya.
Disinggung apakah tim saat melakukan landing ke negara lain sempat mendapatkan penolakan hingga pencekalan, Dono sebut pernah alami pencekalan terbatas.
"Pencekalan terbatas, kami tak boleh terlalu jauh dari hotel, kemudian di Tukmenistan sebenarnya kita tidak boleh kelur dari pesawat, mau ke kamar kecil juga dikawal oleh tentara dengan senjata lengkap. Kemudian di Kazakstan, kalau misi khusus seperti itu mereka mendatangi kita, proses lama, setelah negosiasi kita bisa masuk," tuturnya.
"Kalau di sandera tidak pernah, tapi ketika landing harus ada izin, izinnya itu luar bisa, misalnya mau ke Skotlandia, pemerintah Skotlandia atau otoritas yang mengatur itu harus yakin dan harus pastikan bahwa ini aman, sekarang bayangkan orang Skotlandia ada pesawat asal Indonesia luar biasa cara kita untuk yakinkan mereka untuk yakinkan bahwa kita aman," terangnya.
Jangankan uji terbang ke negara lain, di dalam negeri juga menurut Dono prosedurnya juga ketat. "Uji terbang di Indonesia juga susah, misal mau lakukan single engine di Kertajati, mereka sangat khawatirkan nanti kerusakan apa yang anda akibatkan karena pengujian ini, jaminan apa dan kalau ada kerusakan apakah mau diperbaiki," pungkasnya.
(wip/mso)