Mukhlis Rahayu alias Akay Trisula (35) petani asal Kampung Cikaung, Desa Sasagaran, Kecamatan Kebonpedes, Kabupaten Sukabumi terlihat tengah menyortir ubi madu yang baru dipanen. Perjalanan petani milenial ini berbuah manis, pasalnya ubi madu yang ditanam berhasil ekspor ke Singapura dan Malaysia.
Kepada detikJabar, Akay mengatakan, mulanya ia memanfaatkan lahan warisan orang tuanya untuk menanam umbi-umbian. Gagal panen dan jatuh bangun sudah biasa dialami hingga akhirnya pada tahun 2021, ia mulai merambah ke pasar Internasional.
"Jadi saya dulu tanam ubi, sering gagal, alhamdulillah dengan berjalannya waktu, dari kegagalan itu saya bisa sukses menanam ubi ekspor. Dari situ banyak eksportir menghubungi saya ya alhamdulillah ubi dari Sukabumi yang saya kelola sudah bisa diterima," kata Akay ditulis Sabtu (21/10/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan, ubi madu yang dipanen masuk pasar Singapura sejak 2021 lalu. Per minggu, ia menerima permintaan hingga ratusan ton. Karena tak tercukupi, akhirnya ia menggandeng beberapa petani lokal lainnya.
"Kebutuhan ekspor per minggu mencapai ratusan ton. Dari luar negeri juga banyak yang mengajak kerjasama tapi di sini kuotanya belum cukup makanya kita para petani gabung baik dari Sukabumi maupun dari luar," ujarnya.
![]() |
Di tiap kecamatan, kata dia, sudah ada beberapa petani yang masuk dalam bimbingannya. Mereka diberikan ilmu mulai dari pembibitan, pemeliharaan hingga masa panen.
"Kami sering koordinasi dengan petani, ya alhamdulillah sekarang saya bantu untuk pasarnya tapi tetap saja ada kendala. Kendalanya di peralatan pertanian, kalau masalah pupuk dan bibit kami subsidi," jelasnya.
Jenis ubi madu yang diekspor pun khusus. Misalnya untuk Negeri Jiran meminta ubi madu yang berukuran maksimal 600 gram. Sedangkan Singapura meminta ubi madu ukuran 100-350 gram. Kualitas ubi madu ekspor pun harus melewati beberapa tahapan pemeriksaan.
"Harga standar, stabil. Makanya kita mengajak para petani untuk ekspor karena harganya yang stabil tidak seperti lokal, kalau di pasar penuh pasti harga jatuh. Kalau ini stabil, makanya saya berani net harga dengan petani," ungkapnya.
Selama mengembangkan ubi madu, pihaknya tak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah. Dia sempat mendaftarkan program YESS Kementan namun tak pernah lolos meski memiliki banyak mitra kerja. Meski demikian, ia tak patah semangat.
"Kami tetap akan lebarkan sayap para petani. Kami akan rangkul semua petani kota dan kabupaten supaya mereka berkembang dan kebutuhan ekspor tercukupi. Buat petani milenial, kita jangan putus asa, harus semangat terus, saya juga sering gagal tapi bisa terus berjalan," kata Akoy.
(yum/yum)