Detikers mungkin tak asing dengan sosok Dewangga Kanahaya Iskandar (17), anak berkebutuhan khusus yang menorehkan prestasi di ASEAN Autis Games 2018. Dewangga pernah viral karena sempat memberi jawaban nyeleneh saat diwawancarai on air oleh salah satu stasiun televisi.
Kala itu, ia baru disapa oleh reporter dengan kalimat 'Selamat Siang'. Dewangga sembari sesenggukan menjawab "nggak tau males pengen beli truk". Video on air tersebut langsung viral dan jadi meme.
Dewangga adalah anak tuna grahita yang berbakat dalam bidang olahraga. Remaja asal Bandung tersebut tahun ini bakal mewakili Jawa Barat dalam ajang Special Olympic World Summer Games (SOWG) 2023 di Berlin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ditemani sang ayah dan pelatihnya, Dewangga telah mempersiapkan fisik dan mental agar bisa memenangkan kejuaraan atletik lari sprint. SOWG akan berlangsung pada 17-26 Juni 2023 di Berlin, Jerman.
"Kontingen Indonesia akan memusatkan sebulan penuh latihan dari tanggal 7 Mei sampai 7 Juni 2023. Tanggal 9 kami akan bertolak ke Berlin, persiapan, kemudian tanggal 17-26 pertandingan. Pesaing dari SOWG ini ada 6.000 atlet dari 172 negara, dari anggota Special Olympic Internasional," ujar Hanu Resinurjati (42), pelatih Dewangga ditemui detikJabar, Selasa (2/5/2023).
Hanu telah setia melatih dan mendampingi Dewangga sejak kelas 3 SD. Saat disinggung soal persiapan, Hanu mengutarakan persiapan untuk Dewangga memang harus melalui proses yang panjang, mengingat anak didiknya punya keunikan tersendiri.
"Persiapan Dewangga ini prosesnya panjang, karena harus melalui beberapa tahapan seleksi dan lomba. Dulu dia sebagai juara ASEAN Autis Game pada tahun 2019, berhasil dapat satu emas dan satu perak. Semua berawal dari kelas 3 SD, kemudian masuk ke SMP ia mulai masuk ke Special Olympic Indonesia (SOINA) Kota Bandung, kemudian masuk seleksi dan masuk Timnas," ujar dia.
Dudi, ayah Dewangga, pun menimpali bahwa dulu ia dan istrinya memutuskan untuk mengenalkan putranya ke olahraga basket saat menginjak Sekolah Dasar. Namun, Dewangga tak menemukan bakatnya di olahraga yang membutuhkan kerja tim tersebut. Akhirnya secara tak sengaja, mereka dipertemukan dengan Pak Hanu.
"Dulu kan dia ikut basket, karena hyper aktif ya terus gimana nih, cobain basket. Enjoy sih, tapi bukan passion-nya. Sulit kerja sama juga akhirnya menemukan ke lari," kata Dudi.
Hanu diminta secara khusus oleh guru sekolah inklusi Dewangga untuk mencoba membantu 29 anak autis. Akhirnya, berbekal seminggu sekali mengajarkan pengembangan motorik, mampu mengarahkan anak-anak tersebut menemukan bakatnya. Salah satunya pada Dewangga.
Namun diakui Hanu, latihan konsisten saja tidak lah cukup. Guna menjaga agar Dewangga selalu fit dan terkontrol emosinya, orang tua dan pelatih harus bekerja sama untuk menjaga Dewangga dari makanan mengandung Gluten.
Makanan bagi anak autis ternyata tidak boleh lepas kontrol. Bahkan Hanu mengistilahkan gluten yang terkandung seperti di tepung, itu dapat memberi efek tiga kali morphin. Hambatan bagi anak autis ini dapat memberi efek selalu menangis atau bahkan mengamuk.
Rupanya, makanan mengandung gluten ini lah yang sempat memicu Dewangga menjadi tidak nyambung dalam wawancara stasiun televisi empat tahun yang lalu.
"Nah yang viral itu kejadiannya kan dia kita puasain karbo selama seminggu sebelum perlombaan. Sama orang tuanya bahkan sudah disewakan apartemen supaya bisa masak sendiri, nggak makan dari luar. Saya mohon supaya benar-benar fit agar tidak terganggu hal-hal non teknis. Akhirnya berhasil dan juara," cerita Hanu.
"Ada waktu 2 jam, dari jam 11.00-13.00 pergi sama ibunya. Begitu ditelpon jam 1 siang mau on air, datang-datang udah nangis-nangis cari bapaknya yang nggak dateng. Ibunya bilang itu pak tadi maksa mau burger terus dikasih, waduh udah. Akhirnya ditanya dapat medali berapa? Jawabannya dua, malu nggak mau sekolah, dan sebagainya. Nggak nyambung kan," lanjutnya.
Dari kejadian tersebut, Hanu dan kedua orang tua Dewangga pun akhirnya menjadikan bahan evaluasi. Mereka sepakat untuk menjaga Dewangga dari pantangan makanan.
Hanu juga sudah menyampaikan pada pihak Berlin mengenai pantangan makanan gluten ini. Saat ini makanan yang dikonsumsi Dewangga adalah olahan tepung gandum, buah, dan sayuran.
"Penanaman itu terus menerus dilakukan supaya paham. Dibilangin kalau tidak boleh makan itu, kalau dulu masih emosi tapi alhamdulillah sekarang udah nggak, umurnya sudah mau 18 tahun," kata Hanu.
Ia pun mencoba menanyai Dewangga yang sedang sibuk melihat Balai Kota Bandung. "Gimana? Makan mi boleh nggak?," tanya Hanu. "Nggak boleh, bisi boyong," jawab Dewangga sambil tertawa. Hanu dan Dudi pun juga ikut tertawa kecil.
Hanu juga menceritakan bahwa memang butuh kesabaran dan konsistensi dalam mengajar anak berkebutuhan khusus. Menurutnya, anak spesial juga perlu cara yang spesial. Bahkan meskipun Hanu sudah menjaga dari mulai pola makan, fisik, dan mental Dewangga, anak tersebut tetap pernah mogok di lapangan.
"Ada kalanya mogok, liat terik kaget jadi turun ke lapangan nggak mau. Makanya mereka perlu adaptasi. Misalnya perlu adaptasi ke lapangan yang bahkan bisa seminggu, belum lagi gerakannya. Jadi perlu kontinyuitas, mengulang gerakan itu, menjadi kebiasaan sehingga saat instruksi berubah nanti nggak kebingungan," ucap Hanu di akhir percakapan.
Sekedar diketahui, Special Olympic World Summer Games (SOWG) akan berlangsung di Berlin, Jerman pada 17-26 Juni 2023. Jawa Barat punya tiga atlet yang maju dalam ajang bergengsi ini. Dari Bandung untuk cabor Atletik, Purwakarta untuk cabor Renang, dan Garut untuk cabor bowling. Sukses selalu para atlet muda Indonesia!